Sejarah kelapa sawit di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 16:
Pada tahun 1911 tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto', Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet. Di Aceh Timur pada tahun 1912 terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan kelapa sawit dan kembali bertambah menjadi 20 perusahaan perkebunan pada tahun 1923, dengan rincian 12 adalah perusahaan perkebunan karet, tujuh perkebunan kelapa sawit dan satu perkebunan kelapa.<ref name=":11">{{Cite journal|last=Halimatussa’diah Simangunsong|first=Suprayitno|year=2019|title=Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Asing di Aceh Timur (1945-1968)|url=https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/article/view/231|journal=Sindang, jurnal pendidikan sejarah dan kajian sejarah|volume=1|issue=2|pages=70|doi=|issn=2623-2065}}</ref>
Pada tahun 1911-1912 didirikan pusat perbenihan kelapa sawit di Marihat bernama Algemene Vereneging voor Rubberpalnters ter Oostkus van Sumatera (AVROS), di Sumatra Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor.<ref name=":4" /> AVROS merupakan organisasi yang menaungi berbagai macam perusahaan perkebunan dengann didasari kepentingan yang sama, yakni menyikapi persoalan yang timbul, seperti kekurangan pekerja perkebunan, menjalin hubungan dengan sesama pengusaha dan komunikasi dengan pemerintah, dan permasalahan transportasi.<ref name=":12">{{Cite web|url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1702/sejarah-indera.pdf?sequence=1&isAllowed=y|title=Pengaruh Pertumbuhan Industri Karet Terhadap Kuli Kontrak Di Sumatera Timur 1904-1920|last=Suprayitno|first=Indera|date=10 Februari 2004|website=Usu.ac.id|access-date=10 April 2020}}</ref>
Ekspor kelapa sawit pertama terjadi pada tahun 1919 yang berasal dari perkebunan di Pesisir Timur Sumatra. Namun, memasuki Perang Dunia Pertama, produksi kelapa sawit berjalan lambat dan baru setelah Depresi Besar tahun 1921, aktivitas penanaman kelapa sawit kembali bergairah. Pada tahun 1924, luas area perkebunan kelapa sawit meningkat dari 414 hektare menjadi 18.801 hektare.Di Jawa juga muncul pabrik-pabrik minyak kelapa sawit berskala kecil yang memproduksi sabun dan mentega.<ref name=":5" />
Baris 25:
Hingga tahun 1940 total area luas perkebunan kelapa sawit di Hindia Belanda telah mencapai 100.000 hektare yang dimiliki oleh 60 perusahaan. Kapal-kapal tanker berisikan minyak kelapa sawit terus-menerus dikirim dari Aceh, Asahan, dan Lampung menuju Rotterdam, Belanda, untuk memenuhi kebutuhan pabrik sabun dan margarin di Eropa.<ref name=":5" />
Perkembangan pesat perkebunan ini tidak terlepas dari sistem rekrutmen kuli-kuli yang didasari tiga peraturan, yakni pertama koeli Ordonantic (1880, 1884, dan 1893). Dengan adanya peraturan koeli Ordonantic, manajer atau mandor-mandor perkebunan memiliki kewenangan hukum yang efektif atas kuli selama masa kontraknya masih berlaku. Peraturan kedua adalah Poenalic Sancfie yang memuat pasal sanksi di dalam kontrak untuk menghukum kuli-kuli yang melanggar kontrak, berupa penangkapan bagi mereka yang melarikan diri dan dipaksa kembali bekerja atau dihukum dengan cara lain. Ketiga, melalui perkumpulan pengusaha perkebunan bernama Deli Planters Vereeniging yang dibentuk tahun 1879 agar tidak terjadi perebutan kuli-kuli.<ref name=":12" />
=== Perkebunan kelapa sawit tertua ===
|