Museum Mulawarman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Dikembalikan ke revisi 15571755 oleh Iwan Novirion (bicara)
Tag: Pembatalan
Pekerti (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:Museum Mulawarman.jpg|jmpl|ka|300px|Museum Mulawarman (tampak dari depan).]]
'''Museum Mulawarman''' adalah bekas istana dari [[Kesultanan Kutai Kartanegara]] yang dibangun pada tahun [[19631936]] sebagaidan penggantidiresmikan Istanasebagai sebelumnyaMuseum yang terbakar dan diresmikanKutai pada tanggal [[25 November]] [[1971]] oleh [[Gubernur Kalimantan Timur|Gubernur]] [[Abdoel Wahab Sjahranie]], lalu diserahterimakan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tanggal [[18 Februari]] [[1976]] dan berganti nama menjadi Museum Negeri Provinsi Kalimantan Timur "Mulawarman".<ref name="Tim Penyusun">[http://east-borneo.net/kalimantan-timur/index.php/kutai/92-musium{{cite Musiumbook|last=Penyusun|first=Tim|date=2011|title=Buku Panduan Museum Mulawarman|publisher=Tenggarong: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Dinas Kebudayaan dan MakanPariwisata RajaUPTD Kutai]Museum Negeri Provinsi Kalimantan Mulawarman|pages=6-7}}</ref>
 
Gedung utama Museum Mulawarman merupakan bekas istana Kutai Kertanegara yang dibangun oleh perusahaan beton Belanda bernama Hollandsche Beton Maatschappij (HBM) dengan gaya arsitektur Eropa Klasik. Sehubungan dengan dihapuskannya Kesultanan Kutai pada 1960, istana Kutai diganti rugi oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur kepada pemiliknya, yaitu mantan Sultan AJi Muhammad Parikesit dengan biaya Rp64 juta.<ref name="Abd. Djabar">{{cite book|last=D|first=Abd. Djabar|date=1993|title=Koleksi Pilihan Museum Negeri Propinsi Kalimantan Timur Mulawarman|publisher=Tenggarong: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Kalimantan Timur Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Kalimantan Timur|pages=3 & 5}}</ref>
Kini telah dibangun [[Kedaton Kutai Kartanegara|Balai Kedaton]] sebagai tempat kediaman Sultan [[Aji Muhammad Salehuddin II]] yang telah dinobatkan kembali pada tahun [[2002]]. Di dalam lingkungan Istana kesultanan terdapat pemakaman keluarga kerabat [[Kerajaan Kutai Kartanegara]] serta [[Masjid Jami' Aji Amir Hasanuddin]] sebagai saksi masuknya [[Islam]] di [[Kutai]].
 
Bahan bangunannya didominasi oleh beton mulai dari ruang bawah tanah, lantai, dinding, penyekat hingga atap. Di halaman depan Museum terdapat duplikat Patung [[Lembuswana]] yang merupakan lambang [[Kerajaan Kutai Kartanegara]]. Arsitektur dari museum ini mengadopsi dari arsitektur tradisional [[Suku Dayak]] yang ada di [[Kutai]].<ref>[http://east-borneo.net/kalimantan-timur/index.php/kutai/92-musium Musium Mulawarman dan Makan Raja Kutai]</ref>
Museum yang sebelumnya adalah bangunan Keraton [[Kesultanan Kutai Kartanegara]] ini didirikan pada tahun [[1932]] oleh Pemerintah Belanda yang menyerahkan Keraton kepada [[Aji Muhammad Parikesit|Sultan Adji Muhammad Parikesit]] pada tahun [[1935]]. Bahan bangunannya didominasi oleh beton mulai dari ruang bawah tanah, lantai, dinding, penyekat hingga atap.
 
Di halaman depan Museum terdapat duplikat Patung [[Lembuswana]] yang merupakan lambang [[Kerajaan Kutai Kartanegara]]. Arsitektur dari museum ini mengadopsi dari arsitektur tradisional [[Suku Dayak]] yang ada di [[Kutai]].
Pada Agustus 1964 sekelompok massa menyerang istana ini. Massa membakar pakaian kebesaran Sultan di halaman keraton. Sebagian besar patung-patung, lambang-lambang kesultanan, gambar-gambar sultan beserta pakaian kebesarannya dibakar. Tiang benderanya yang terlalu tinggi (lebih dari 30 meter) dirobohkan.<ref name="Anwar Soetoen">{{cite book|last=Soetoen|first=Anwar|date=1975|title="Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kutai dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya”, dalam Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai|publisher=Tenggarong: Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kalimantan Timur|pages=240}}</ref>
 
Selain itu, massa yang diperintahkan Pangdam IX Mulawarman Kol. [[Soehario Padmodiwirio]] berencana membakar istana Kutai sebagaimana dilakukannya terhadap keraton Sultan Bulungan yang dibakar hingga rata dengan tanah. Namun, rencana itu urung terjadi karena Gubernur Kaltim [[Abdoel Moeis Hassan]] mengirim polisi berlatar etnis Banjar untuk mengamankan bangunan tersebut.<ref name="Burhan Magenda">{{cite book|last=Magenda|first=Burhan Djabier|date=1991|title=East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy|publisher=New York: Cornell Modern Indonesia Project|pages=62}}</ref> Moeis Hassan juga memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda untuk mengamankan kediaman Parikesit tersebut. Bentuk pengamanan yang terjadi adalah penyegelan keraton.<ref name="Moeis Hassan">{{cite book|last=Hassan|first=A. Moeis|date=1994|title=Ikut Mengukir Sejarah|publisher=Jakarta: Yayasan Bina Ruhui Rahayu|pages=231}}</ref>
 
Di dalam Museum Mulawarman tersimpan benda-benda sejarah yang pernah digunakan oleh Kesultanan seperti Singgasana, Tempat Peraduan, Pakaian Kebesaran, Tombak, Keris, Meriam, Kalung dan [[Prasasti Yupa]] serta Koleksi [[Keramik Cina]]. Setiap tahun dilaksanakan Upacara [[Erau]], yaitu tarian Khas Kedaton Upacara Adat dan [[Mengulur Naga]] di Desa [[Kutai Lama, Anggana, Kutai Kartanegara|Kutai Lama]]. Dimana pada setiap pelaksanaan [[Erau]] juga ditampilkan atraksi Seni Budaya baik berupa Tarian Tradisional dan Upara Adat dari berbagai Suku lainnya di [[Indonesia]] serta mancanegara.