Temu lawak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kembangraps (bicara | kontrib) |
Kembangraps (bicara | kontrib) format |
||
Baris 21:
== Ciri Morfologi ==
[[Terna]] berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m. Batang semu merupakan bagian dari [[pelepah daun]] yang tegak dan saling bertumpang tindih<ref name="Tim Penulis Martha Tilaar Innovation Center"> Tim Penulis Martha Tilaar Innovation Center: “Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang”, halaman 79. Penebar Swadaya, 2002</ref>, warnanya hijau atau coklat gelap. [[Rimpang]] terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan, kuning tua atau berwarna hijau gelap. Tiap tunas dari rimpang membentuk daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31
== Pemanfaatan ==▼
[[Berkas:Rimpang temu lawak.jpg|jmpl|200px|Rimpang temu lawak dijual di pasar.]]▼
Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temu lawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari▼
== Sentra penanaman ==
Baris 32 ⟶ 27:
== Aspek Budidaya ==
Bibit diperoleh dari perbanyakan secara vegetatif yaitu anakan yang tumbuh dari rimpang tua yang berumur 9 bulan atau lebih, kemudian bibit tersebut ditunaskan terlebih dahulu di tempat yang lembap dan gelap selama 2
Lahan penanaman diolah dengan [[cangkul]] sedalam 25 − 30 [[sentimeter|cm]], kemudian dibuat bedengan berukuran 3 − 4 [[meter|m]] dengan panjang sesuai dengan ukuran lahan, untuk mempermudah drainase agar rimpang tidak tergenang dan membusuk<ref name="Syukur, C. dan Hernani"> Syukur, C. dan Hernani: "Budi Daya Tanaman Obat Komersial", halaman 117-118. PT Penebar Swadaya, 2002</ref>. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 20 cm × 20 cm × 20 cm dengan jarak tanam 100 cm × 75 cm, pada setiap lubang tanam dimasukkan 2 − 3 kg pupuk kandang<ref name="Mahendra" />. Penanaman bibit dapat pula dilakukan pada alur tanam/ rorak sepanjang bedengan, kemudian pupuk kandang ditaburkan di sepanjang alur tanam, kemudian masukkan rimpang bibit sedalam 7.5-10 [[sentimeter]] dengan mata tunas menghadap ke atas<ref name="Syukur, C. dan Hernani" />.
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan [[gulma]] sebanyak 2 − 5 kali, tergantung dari pertumbuhan [[gulma]], sedangkan pembumbunan tanah dilakukan bila terdapat banyak rimpang yang tumbuh menyembul dari tanah<ref name="Mahendra" />. Waktu panen yang paling baik untuk temu lawak yaitu pada umur 11 − 12 bulan karena hasilnya lebih banyak dan kualitas lebih baik daripada temu lawak yang dipanen pada umur 7 − 8 bulan<ref name="Syukur, C. dan Hernani" />. Pemanenan dilakukan dengan cara menggali atau membongkar tanah disekitar rimpang dengan menggunakan garpu atau [[cangkul]]<ref name="Mahendra" />.
=== Pertumbuhan ===
Baris 51 ⟶ 46:
=== Hama ===
Hama temulawak adalah:
* Ulat jengkal ([[Chrysodeixis chalcites Esp|''Chrysodeixis chalcites'' Esp]]),
* Ulat tanah ([[Agrotis ypsilon Hufn|''Agrotis ypsilon'' Hufn]]) dan
* Lalat rimpang ([[Mimegrala coerulenfrons Macquart|''Mimegrala coerulenfrons'' Macquart]])
Cara pengendaliannya dengan penyemprotan [[insektisida]] Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi 0,1 − 0,2%.
=== Penyakit ===
Baris 69 ⟶ 64:
* Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
* Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
<br />
▲== Pemanfaatan ==
▲[[Berkas:Rimpang temu lawak.jpg|jmpl|200px|Rimpang temu lawak dijual di pasar.]]
▲Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang. Rimpang temu lawak diekstrak untuk dibuat jamu ''godog''/rebus. Rimpang ini mengandung 48
Minuman ekstrak rimpang temu lawak berkarbonasi ([[Limun (minuman)|limun]] temu lawak) juga dikenal di Indonesia, khususnya di Jawa. Minuman penyegar ini diproduksi mulai akhir dekade 1960-an dan mengalami kejayaan di sekitar 1970 sampai 1980-an<ref>{{Cite news|url=https://sains.kompas.com/read/2012/05/26/06012468/temulawak.berkarbonasi?page=1|title=Temulawak Berkarbonasi|last=|first=Siwi Yunita C|date=26 Mei 2012|work=Kompas.com|access-date=8 Juni 2020}}</ref>.
== Kandungan dan Manfaat ==▼
Kandungan utama rimpang temulawak adalah [[protein]], [[karbohidrat]], dan [[minyak atsiri]] yang terdiri atas [[kamfer]], [[glukosida]], [[turmerol]], dan [[kurkumin]]<ref name="Rukmana"/>. [[Kurkumin]] bermanfaat sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan empedu).
Temu lawak memiliki efek farmakologi yaitu hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, antiinflamasi (antiradang), ''laxative'' (pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri sendi<ref name="Mahendra"/>. Manfaat lainnya yaitu, meningkatkan nafsu makan, melancarkan [[Air susu ibu|ASI]], dan membersihkan darah<ref name="Rukmana"/>.
.Referensi{{reflist}}▼
▲Selain dimanfaatkan sebagai [[jamu]] dan obat, temu lawak juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan<ref> Sastrapradja, S., Naiola, BP, Rasmadi, ER, Roemantyo, Soepardjono, EK, Waluyo, EB: "Tanaman Pekarangan", halaman 67-68. Jakarta. Balai Pustaka, 1981</ref>. Di sisi lain, temu lawak juga mengandung senyawa beracun yang dapat mengusir [[nyamuk]], karena tumbuhan tersebut menghasilkan [[minyak atsiri]] yang mengandung [[linelool|linalool]], [[geraniol]] yaitu golongan [[fenol]] yang mempunyai daya repellan nyamuk ''[[Aedes aegypti]]''<ref>Ningsih SU: Pengaruh konsentrasi ekstrak temu lawak (''Curcuma xanthorrhiza'') terhadap jumlah nyamuk ''Aedes aegypti'' yang hinggap pada tangan manusia [skripsi]. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008</ref>.
▲{{reflist}}
== Pustaka ==
* M. Mateblowski (1991), '''Curcuma xanthorrhiza Roxb''', penerbit PMI Verlag, ISBN 3-89119-173-1, ISBN 978-3-89119-173-6, halaman 36
|