Tafsir Al-Mishbah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
== Sekilas Tentang Isi Tafsir ==
[[Berkas:Rekaman Kultum.JPG|ka|jmpl|300px| M. Quraish Shihab dalam rekaman "Kultum" di [[RCTI]] (2007)]]
M. Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosialkondisi sosial dan perkambanganperkembangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu.
Seorang mufassir di tuntutdituntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap probelamproblema kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah pahamankesalahpahaman terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.
 
M. Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalisorientalis mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karier Nabi Muhammad sawSAW.
 
Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasyiyah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat.
 
Kemudian dia mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti: Fakhruddin arAr-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w.790 H/1388 M), Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’i (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkasyi (w.794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran.
 
Ada beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, baik tahlîlî maupun mawdhû‘î, di antaranya bahwa al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam al-Mishbâh, dia tidak pernah luput dari pembahasan ilmu al-munâsabât yang tercermin dalam enam hal: