Wayang sadat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14:
 
* Iman Kepada Allah
 
Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama dan menunjukkan kewajiban bagi pemeluk agama Islam untuk percaya kepada keesaan Allah dengan segala kebesarannya. Lakon Ki Ageng Pengging ini dapat terefleksikan pada vokal tunggal dalang yang berbunyi:
''“Niyatingsun amiwiti, anyebut asmaning Allah, ingkang sipat rahman-rahiim, Mahamurah Mahaasih, (mengucapkan doa: Bismillahir rahmaanir rahiim…) maratani jagad raya.”'' Lantunan doa tersebut diucapkan oleh dalang ketika mengawali babak pertama pagelaran wayang sadat yang menunjuk adanya rasa keimanan kepada Allah yang hukumnya wajib. Dalam ajaran Islam setiap awal kegiatan harus dimulai dengan mengucap Basmallah sebagaimana sabda Nabi Muhammad:
“Semua perkara yang baik yang tiada dimulai mengerjakannya dengan bacaan Bismillah hir rahman nir rahiim, maka akan terputus (sia-sisa belaka) (H.R. Abu Dawud dari Abu Hurairah).” Ucapan Basmallah memberi tuntunan kepada Islam, bahwa setiap langkah dan gerak baik yang dilakukan oleh tangan, kaki maupun ucapan yang menuju ke arah perbuatan yang baik dan terpuji. Tujuan dari pengucapan tersebut adalah agar hasil pekerjaan itu betul-betul atas ridha-Nya, sebab pada hakikatnya alat yang digunakan untuk mencapai semua itu adalah milik Allah SWT dan hasil yang diharapkan juga atas kodrat dan irodat Allah semata.
* Iman Kepada Kitab Tuhan
Umat Islam percaya bahwa dogma yang tersurat dalam Al-Quran merupakan firman Allah SWT. Oleh karena itu, umat Islam ditekankan untuk mempelajari, mendalami, dan mengamalkan perintah-larangan yang tersurat dalam ''kitabullah'' baik secara pribadi maupun sosial kemasyarakatan. Dalam lakon Ki Ageng Pengging, ketiga tataran di atas digarap dalam adegan pertama melalui tokoh Ki Ageng Pengging, Nyi Ageng Pengging, dan Nyi Ageng Tingkir. Berikut ini kutipan dialog yang menyebut istilah ''kataman''.
Ki Ageng Pengging: ''Ngaten mbakyu, anggen kula badhe ngawontenaken perpisahan kaliyan anak kula Mas Karebet mangke, Kula sarengaken kalian upacara kataman santri angkatan taun menika. Mila lajeng menika wonten pahargyan saben taun mbakyu.''. Percakapan antaran Ki Anggeng Pengging dengan Nyi Ageng Tingkir tersebut menyampaikan akan mengadakan upacara perpisahan antara Ki Ageng Pengging (bapak) dengan anaknya yaitu Mas Karebet. Upacara perpisahan tersebut dibarengkan dengan acara Kataman. Kataman adalah tes membaca Alquran dari juz 1 sampai dengan juz 30 secara baik dan benar sesuai dengan tajwid yaitu panjang pendek pengucapan, pelafalan, intonasi, jeda, dan pemberhentian.
* Iman Kepada Nabi
Percaya kepada nabi dalam pertunjukan Wayang Sadat lakon Ki Ageng Pengging, dimunculkan dalam ''jineman'' (rangkaian akhir dari sulukan jejer pertama). Syair ''jineman'' dalam ''sulukan'' diambil dari syair salawatan. Syair salawatan ini juga dipakai dalam bagian akhir ''sulukan pathet sanga wantah''. Berikut ini kutipan syair salawatan: ''“Laillah haillallah, Laillah haillallah, Muhammadar rasullullah, Muhammadar rasullullah.”'' Makna yang tersirat di dalam syair salawatan itu adalah mengagungkan nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW. Dalam ajaran Islam, membaca salawatan itu bermaksud untuk mengagungkan nama Allah dan Nabi Muhammad SAW. Ajaran itu terdapat dalam Alquran Surat Al Ahzab ayat 44 dan 56 yang artinya:
“Menyatakan bahwa Dialah yang memberi rahmat (salawat) kepadamu dan malaikat-Nya (44). (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang (56)”.
Di dalam ayat di atas digunakan kata salawat. Ucapan salawat itu berasal dari Allah SWT dan malaikatnya. Orang-orang beriman dianjurkan untuk bersalawat kepada Nabi. Ucapan salawat dari malaikat berarti permohonan ampun untuk Nabi Muhammad SAW walaupun Nabi SAW terbebas dari dosa-dosa. Demikian juga orang-orang yang beriman mengucapkan salawat untuk Nabi sebagai penghormatan kepada Nabi.
*Iman Kepada Hari Akhir
Manusia beragama tidak akan takut terhadap kematian. Mereka menyebutnya sebagai hari akhir dan percaya bahwa sebagai makhluk hidup perlu mengingat akan akhirat, karena pada hakikatnya semua makhluk hidup akan mengalami mati. Setiap pementasan Wayang Sadat lakon Ki Ageng Penging diselipkan juga refleksi tentang akhirat. Hal ini terlihat pada dialog lakon Ki Ageng Pengging dengan Mengkreng, yang berbunyi sebagai berikut:
Mengkreng: ''O anu, menika piwulang ingkang kula tampi menika dhasaripun Surat Ibrahim ayat kawanlikur kalian selangkung''.
Ki Ageng Pengging: ''Unine piye?''
Mengkreng: ''Ngaten, “Angudubillahiminassyaitanirajim. Bismillahirahmanirrahiim. Alamtara kaifadharaballahumatsalan kalimatan thayyibatan kasyajaratin hayyibatin ashluhaa tsaabituw wafaruhaa fissama''.
Ki Ageng Pengging: ''Ya bener, tegese?''
Mengkreng: ''Tegesipun, apa kowe apa sira kepriye Gusti Allah nganakake perlambang tumrap kalimah Toyibah Lailahaillallah. Pepindhane kaya dene wit kang gedhe, oyote kukuh bakuh tumanem ing bumi, pucuke rumangsang langit''.
Ki Ageng Pengging: ''Ya terjemahane wis bener, njur tegese maknane kepiye?''
Mengkreng: ''Ngaten Ki Ageng, tiyang gesang menika sanadyan mawi gegebengan agami, tujuan ingkang pungkasan menika kamulyan mbenjang wonten ing akherat samawiyah mrika, nanging menika kedah tumapak ing bumi, liripun kedah alandhesan realitas ngaten lho Ki Ageng''.
Apabila direfleksikan, dialog tersebut mempunyai makna yang sangat dalam yaitu semua makhluk hidup apabila berusaha dengan sungguhsungguh maka Allah akan selalu memberi petunjuk dan mengabulkan permohonannya. Hal ini sesuai dengan Surat Ibrahim ayat 25 yang artinya sebagai berikut: “Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dialog tersebut juga mengandung makna bahwa orang hidup itu meskipun sudah beragama diwajibkan mengingat akan kematian. Hal ini sesuai dengan Al Quran Surat At-Taubat ayat 35 yang berbunyi: “Kullu nafsin dzaaiqatil mauut” yang artinya: “Tiap-tiap jiwa (yang bernyawa) akan merasai mati”. Oleh karena itu, manusia hidup patut mempersiapkan diri menghadapi mati itu tanpa memohon kematian sebab setiap orang sudah punya ajal masing-masing. Kematian orang lain hendaknya menjadi pelajaran. Oleh karena itu, Nabi bersabda:
“Cukuplah sudah dengan kematian itu, menjadi peringatan dan pelajaran di mana kematian tak mengenal usia seseorang di mana dan kapan saja. Tua-muda, kaya-miskin semuanya akan mati”.
Dari refleksi di atas, dapat digarisbawahi bahwa pagelaran wayang sadat khususnya dalam lakon Ki Ageng Pengging memuat ajaran Tauhid yang tampak dari berbagai ketokohan, percakapan, dan simbolisasi di dalamnya. Ajaran ketahuidan yang termuat dalam wayang sadat yaitu: iman kepada Allah, iman, kepada Rosullullah, iman kepada kitab (Al Quran) dan iman kepada hari akhir.
 
 
== Rujukan ==