Bathara Katong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 5:
Bathara Katong, memiliki nama Asli '''Lembu Kanigoro''', salah seorang putra Prabu [[Brawijaya]] atau [[Bhre Kertabhumi]] dari selirnya yaitu [[Putri Campa]] yang beragama [[Islam]]. Berdasarkan catatan sejarah keturunan generasi ke-126 ia yaitu Ki Padmosusastro, disebutkan bahwa Bathara Katong dimasa kecilnya bernama '''Raden Joko Piturun''' atau disebut juga '''Raden Harak Kali'''. Ia adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya dari ''garwo pangrambe'' (selir yang tinggi kedudukannya).
 
Mulai redupnya kekuasaan [[Majapahit]] dan saat kakak tertuanya "Lembu Kenongo" yang berganti nama menjadi [[Raden Patah]] mendirikan Kesultanan Demak Bintoro, '''Lembu Kanigoro''' mengikut jejak kakaknya untuk berguru di bawah bimbingan [[Wali Songo]] di Demak.
 
== Pertarungan dengan Ki Ageng Kutu ==
Baris 12:
Upaya Ki Ageng Kutu untuk memperkuat Basis di Ponorogo (Wengker) dianggap sebagai ancaman oleh kekuasaan Majapahit dan Kesultanan Demak. Sunan Kalijaga, bersama muridnya Kiai Muslim (atau Ki Ageng Mirah) mencoba melakukan investigasi terhadap keadaan Ponorogo, dan mencermati kekuatan-kekuatan yang paling berpengaruh di Ponorogo. Dan mereka menemukan Demang Kutu sebagai penguasa paling berpengaruh saat itu. Demi kepentingan ekspansi kekuasaan dan Islamisasi, penguasa Demak mengirimkan seorang putra terbaiknya yakni yang kemudian dikenal luas dengan Bathara Katong dengan salah seorang santrinya bernama Selo Aji dan diikuti oleh 40 orang santri senior yang lain.
 
Raden Katong akhirnya sampai di wilayah Wengker, lalu kemudian memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman, yaitu di Dusun Plampitan, Kelurahan Setono, [[Jenangan, Ponorogo|Kecamatan Jenangan]]. Saat Bathara Katong datang memasuki Ponorogo, kebanyakan masyarakat Ponorogo adalah penganut Hindu, Buddha, animisme dan dinamisme. Setelah Bathara Katong memasuki Ponorogo terjadilah pertarungan antara Bathara Katong dengan Ki Ageng Kutu. Di tengah kondisi yang sama sama kuat, Bathara Katong kehabisan akal untuk menundukkan Ki Ageng Kutu. Kemudian dengan akal cerdasnya Bathara Katong berusaha mendekati putri Ki Ageng Kutu yang bernama [[Niken Gandini]], dengan di iming-imingi akan dijadikan istri. Niken Gandini dimanfaatkan Bathara Katong untuk mengambil pusaka Koro Welang, sebuah pusaka pamungkas dari Ki Ageng Kutu. Pertempuran berlanjut dan Ki Ageng Kutu menghilang, pada hari Jumat Wage di sebuah pegunungan di daerah Wringinanom Sambit Ponorogo. Tempat menghilangnya Ki Ageng Kutu disebut dengan Gunung Bacin, terletak di daerah [[Bungkal, Ponorogo|Bungkal.]] Bathara Katong kemudian, mengatakan bahwa Ki Ageng Kutu akan moksa dan terlahir kembali di kemudian hari. Hal ini mungkin dilakukan untuk meredam kemarahan warga atas meninggalnya Ki Ageng Kutu.
 
Setelah Ki Ageng Kutu menghilang, Bathara Katong mengumpulkan rakyat Ponorogo dan berpidato bahwa dirinya tidak lain adalah Batoro, manusia setengah dewa. Hal ini dilakukan, karena Masyarakat Ponorogo masih mempercayai keberadaan dewa-dewa, dan Batara.