Keuskupan Agung Makassar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
OrophinBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-\bdi tahun\b +pada tahun)
Baris 91:
* Berganti nama kembali menjadi '''Keuskupan Agung Makassar''' pada [[15 Maret]] [[2000]]
 
Antonio de Paiva, seorang pedagang [[cendana]] berkebangsaan [[Portugal]], pada tahun [[1545]] melaporkan kepada [[Fransiskus Xaverius]] bahwa sudah terdapat pemukiman umat Kristiani di [[Kedatuan Suppa|Kerajaan Suppa]]. Dalam laporannya dipada tahun 1545, ia sempat mengunjungi wilayah Kevikepan Makassar pada tahun 1544. Pada tahun itu, Raja Suppa memberikan dirinya dibaptis dalam Gereja Katolik dan menyebabkan sejumlah warga di sekitar Kerajaan Suppa untuk ikut menjadi umat Katolik. Setelah pembaptisan Raja Suppa, sejunlah 30 orang dari [[Kerajaan Siang]] beserta rajanya memberanikan dirinya untuk dibaptis dalam Gereja Katolik. Setelah dua peristiwa tersebut, Paiva menjanjikan adanya pengajar-pengajar agama Katolik dari [[Keuskupan Melaka-Johor]]{{sfn|Heuken|2008|pp=59}} Eksistensi [[Kesultanan Gowa|Gowa]] yang dibarengi dengan kehadiran VOC pada tahun 1607 tidak mempengaruhi karya missi Keuskupan Agung Makassar mengingat prinsip-prinsip toleransi dari Sultan Alauddin I.{{sfn|Heuken|2008|pp=61}} Pada tahun [[1625]], dan [[1633]], missionaris dari Ordo [[Dominikan]] mencoba untuk membangun suatu struktur keuskupan namun ternyata tidak berhasil.{{sfn|Heuken|2008|pp=61}}
 
Karya missi di Keuskupan Agung Makassar kemudian terhambat saat [[Melaka]] dikuasai Belanda pada tahun 1641.{{sfn|Heuken|2008|pp=61}} Catatan persekusi umat Katolik di Keuskupan Agung Makassar terjadi pada tahun 1644 saat seorang pemuda ditikam di kediaman seorang pangeran setelah adanya berita bahwa pemuda tersebut menerima pembaptisan.{{sfn|Heuken|2008|pp=61}} Tahun 1660, pemerintah pendudukan VOC berhasil memaksa sultan menandatangani perjanjian yang menutup akses masuk bagi warga Portugal di seluruh wilayah Keuskupan Agung Makassar.{{sfn|Heuken|2008|pp=62}} Tahun 1669, semua imam dan missionaris yang tersisa di Keuskupan Agung Makassar membubarkan diri dan berpindah ke [[Keuskupan Makau]] dan [[Keuskupan Larantuka]].{{sfn|Heuken|2008|pp=62}}