Tayuban (Kota Salatiga): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 5:
==== Kerja bakti dan bersih kubur ====
Kegiatan saparan di Kelurahan Tegalrejo diawali dengan kerja bakti dan bersih kubur pada hari Senin sampai dengan Kamis, yang meliputi seluruh wilayah Kelurahan Tegalrejo di bawah pimpinan ketua RT dan RW masing-masing. Kerja bakti dilaksanakan pada hari Minggu Wage dan dimulai sejak pagi sekitar pukul 07.00 WIB sampai selesai, mulai dari membersihkan rumah masing-masing warga, seluruh jalan desa, dan selokan.
Tidak jauh dari makam Kyai Sufi dikuburkan juga anak cucunya, di antaranya Eyang Beruk dan Eyang Singayudha (kepala desa Tegalrejo pertama). Makam anak-cucu Kyai Sufi juga dibangun mendatar tanpa cungkup. Dalam kompleks makam ini juga terdapat petilasan berupa tiga buah batu yang diyakini pernah digunakan oleh Kyai Sufi untuk beristirahat ketika kesakitan dalam pelariannya. Batu ini berada di bawah pohon beringin dan tidak dibuatkan bangunan atau tanda secara khusus, dibiarkan begitu saja secara alamiah. Bersih kubur ini pada awalnya dilakukan oleh masyarakat yang memiliki ahli waris yang dikuburkan di Makam Sufi, terutama keturunan dari Kyai Sufi. Namun, lama-kelamaan kegiatan ini dipandang baik oleh masyarakat setempat dan diikuti oleh masyarakat Kelurahan Tegalrejo yang lain. Makna dari bersih kubur ini adalah bentuk penghormatan kepada leluhur yang sudah meninggal. Dengan membersihkan makamnya secara berkala dan mendoakan, masyarakat ''mikul dhuwur mendhem jero'' (mengubur dalam-dalam segala keburukan serta menjunjung tinggi segala kebaikan dan amanatnya). Adapun makna sosial dari bersih desa adalah terjalinnya komunikasi dan kerukunan di antara warga yang saling berjumpa. Setelah bersih desa selesai dilaksanakan, pada Kamis malam sekitar pukul 19.00 WIB diadakan salat hajat di Masjid Sufi Tegalrejo.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/141988/wali-kota-ikut-menari-tayub|title=Wali Kota Ikut Menari Tayub (Merti Desa Tegalrejo)|last=Suara Merdeka|first=|date=5 November 2018|website=Suara Merdeka|access-date=28 Mei 2020}}</ref>
Baris 14 ⟶ 12:
Dandan kali dilaksanakan pada hari Jumat. Dandan kali adalah kegiatan membersihkan Sumur Bandung. Sumur Bandung juga disebut dengan nama Sumur Gandhul oleh masyarakat Kelurahan Tegalrejo karena lokasinya berada di atas sungai. Sumur tersebut terletak di wilayah RT 03/RW 03 dan memiliki kedalaman <u>+</u> 10 meter. Sumur ini dulunya merupakan sumber air satu-satunya yang ada di Kelurahan Tegalrejo, tetapi saat ini jarang digunakan lagi setelah PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) masuk ke Kelurahan Tegalrejo. ''Dandan kali'' diawali dengan membersihkan lingkungan dan sungai di sekitar Sumur Bandung. Sampah-sampah dan rerumputan yang tumbuh liar dibersihkan dengan alat yang sudah dipersiapkan. Tembok dan bibir Sumur Bandung dibersihkan dari lumut-lumut yang menempel serta dicat dengan warna putih. ''Dandan kali'' merupakan bentuk partisipasi masyarakat terhadap penyelamatan sumber daya alam di Kelurahan Tegalrejo, terutama pelestarian sumber air. Setelah kebersihan lingkungan sekitar Sumur Bandung dirasa cukup, kegiatan diteruskan dengan menyiapkan perlengkapan sesajen untuk doa bersama. Kegiatan ini diawali dengan menyembelih ayam jantan oleh ''modin''. Sebagian darah dari ayam tersebut lantas dipercikan di Sumur Bandung, sedangkan sisa darahnya dikubur. Perakitan sesajen dilakukan oleh ''modin'' dan juru kunci Makam Sufi. Sesajen Sumur Bandung meliputi ''sego golong'' (nasi berbentuk bulat) 15 buah, pisang raja dua sisir, ikan sungai yang dimasak sambal goreng, kerupuk atau peyek kacang/kedelai, ''ingkung'' ayam panggang, ketupat, jajan pasar (jenang, ''jadah'', ''krasikan'', ''wajik'', ''brondong'', klepon, tape ketan, kedondong, jeruk, timun, jambu biji, kacang rebus, ''cethil'', dan bengkuang), ''kinangan'' (tembakau, sirih yang digulung, gambir, dan rokok), sepotong tebu wulung, serta ''kembang telon'' (mawar, kanthil, dan kenanga).<ref name=":2" />
Rakitan sesajen tersebut ditempatkan dalam sebuah wadah yang bernama ''ancak'', ''tampah'', atau ''tambir''. Sesajen kemudian dibagi dalam porsi yang lebih kecil menjadi delapan bagian sebagai sesajen buangan. Masing-masing bagian harus mengandung unsur-unsur sesajen di atas. Tujuh bagian dibuang di sepanjang sungai yang ada di Kelurahan Tegalrejo, sedangkan satu lagi ditempatkan di Sumur Bandung. Setiap melaksanakan sesajen buangan selalu disertai dengan rapal atau mantra yang diucapkan oleh juru kunci. Ketika sesaji Sumur Bandung selesai, kegiatan dilanjutkan dengan kenduri bersama yang dilakukan di Sumur Bandung. Sekitar pukul 10.00 WIB, beberapa warga yang ditunjuk oleh panitia Saparan untuk datang dengan membawa ''ambengan'' (nasi dengan lauk-pauk). Upacara kenduri dipimpin oleh lurah Tegalrejo dengan pembacaan doa yang diamini oleh warga yang datang. Selesai berdoa, kegiatan dilanjutkan dengan makan ''ambengan'' bersama yang dibawa oleh masing-masing warga yang hadir.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/47575/tari-tayub-meriahkan-merti-desa-tegalrejo|title=Tari Tayub Meriahkan Merti Desa Tegalrejo|last=Suara Merdeka|first=|date=10 November 2017|website=Suara Merdeka|access-date=28 Mei 2020}}</ref>
==== Selamatan dan tayuban ====
Baris 21 ⟶ 19:
Pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB, beberapa warga yang ditunjuk oleh panitia membawa ''ambengan'' ke kantor kelurahan. Sementara itu, kepala desa melalui panitia juga telah menyiapkan ''ambengan'' berupa ''tumpeng lancip'' dan ''papak'', ''tumpeng robyong'', ''tumpeng mong-mong'', ''sekul golong'', ''sekul liwet'', bubur, jajan pasar, dan pisang raja. Semua ambengan ditata di atas panggung yang akan digunakan untuk tayuban. Setelah semua siap, selamatan dimulai dengan pembacaan doa secara Islam oleh takmir Masjid Sufi dan dilanjutkan dengan makan ''ambengan'' bersama. Puncak dari rangkaian kegiatan saparan di Kelurahan Tegalrejo adalah tayuban yang dimulai pada pukul 20.00 WIB. Masyarakat Kelurahan Tegalrejo beranggapan jika tidak menyelenggarakan tayuban dalam tradisi saparan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pertunjukan tayuban dipercaya sebagai upacara kesuburan yang berpengaruh pada melimpahnya hasil panen.<ref>{{Cite web|url=https://www.rmoljateng.com/read/2019/08/04/21011/Tayub,-Sedekah-Bumi-Desa-Rahtawu-Untuk-Kesejahteraan-Masyarakat-|title=Tayub, Sedekah Bumi Desa Rahtawu untuk Kesejahteraan Masyarakat|last=Prabowo|first=|date=4 Agustus 2019|website=Republik Merdeka Online (RMOL) Jawa Tengah|access-date=28 Mei 2020}}</ref>
Tujuan masyarakat menyelenggarakan tradisi saparan dengan pertunjukan tayuban pada dasarnya adalah untuk mencari ketenangan dengan memahami tatanan alam dan kehidupan yang harmonis. Kegiatan tersebut merupakan warisan nilai-nilai luhur dan menjadi proses masyarakat untuk lebih memahami dan menghayati kehidupan serta mendekatkan diri dengan alam dan Tuhan. Selain itu, tayuban sebagai tari ritual juga diharapkan menumbuhkan budaya spiritual masyarakat dan menjadi sarana dalam membersihkan desa.<ref name=":3">{{Cite web|url=http://www.salatigakota.go.id/InfoBerita.php?id=1198&|title=Meriah, Merti Desa di Tegalrejo|last=Pemerintah Kota Salatiga|first=|date=10 Desember 2014|website=Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga|access-date=28 Mei 2020}}</ref>
Secara garis besar, struktur pertunjukan tayuban diatur dengan urutan sebagai berikut.
Baris 34 ⟶ 32:
====''Ledhek''====
Penari tayuban lebih dikenal dengan sebutan ''ledhek''. ''Ledhek'' berperan sebagai penari yang menjadi daya tarik pertunjukan tayuban agar para penonton (terutama laki-laki) tertarik berpartisipasi menari sebagai ''penjanggrung''. ''Ledhek'' dalam tradisi Saparan di Kelurahan Tegalrejo biasanya berjumlah empat orang dan tidak memiliki keterikatan dengan pengrawit. Mereka mandiri dan bebas bermain dengan siapa pun. Rias muka yang dikenakan oleh para ''ledhek'' umumnya hanya untuk memperindah muka saja, bukan untuk menampilkan watak-watak tertentu. Kesan ini terlihat pada pemberian bedak yang rata pada wajah ''ledhek'' tanpa adanya garis-garis tertentu pada wajah. Penebalan garis pada alis hanya untuk menutupi garis alis yang sebenarnya. Pemilihan alat rias yang tepat mampu menghasilkan rias yang bagus dan mempercantik wajah para ''ledhek''. Adapun busana yang dipakai oleh para ''ledhek'' harus dapat menampilkan segi estetis dan memperkuat ekspresi gerak tari. Pada dasarnya, pemakaian busana para ''ledhek'' memiliki tiga fungsi, yaitu kenyamanan (melindungi tubuh), kesopanan (menutupi tubuh), dan pertunjukan (model yang sedang berkembang). Busana yang beraneka warna dengan paduan kebaya motif batik serta selendang yang beraneka warna pula akan menimbulkan kesan kegembiraan, keramaian, dan kedinamisan. Sesuai dengan fungsi tarian itu sendiri yang berfungsi untuk menghibur, busana yang dipakai oleh para ''ledhek'' juga harus dapat menimbulkan kesan kegembiraan.<ref name=":0" />
==== ''Pengrawit'' ====
''Pengrawit'' adalah sekelompok orang yang bertugas menabuh gamelan dalam mengiringi pertunjukan tayuban. Para ''pengrawit'' ini umumnya memiliki pekerjaan tetap sebagai petani dan buruh. Untuk meningkatkan keterampilan dan penguasaan ''gendhing-gendhing'' baru, para pengrawit mengadakan latihan bersama pada harihari tertentu sebelum digelar tayuban berdasarkan kesepakatan mereka. Biaya pementasan dibayarkan secara kelompok kepada ketua ''pengrawit''. Ketua ''pengrawit'' lantas membagikan kepada anggotanya. Pembayaran ''pengrawit'' ini juga berdasarkan keahliannya dalam memainkan gamelan.<ref name=":0" />
==== ''Penjanggrung'' ====
Baris 47 ⟶ 41:
====''Ancak'' atau ''nyiru''====
Untuk meletakkan sesajen pada tradisi saparan, diperlukan wadah yang dinamakan dengan ''ancak'' atau ''nyiru''. ''Ancak'' terbuat dari anyaman bambu yang ''diirat'' menjadi lembaran-lembaran tipis, kemudian dianyam longar berbentuk segi empat, kemudian pada keempat sisinya diberi ''wengku'' yang biasa terbuat dari pelepah pisang atau bambu yang sudah dibentuk pipih. ''Nyiru'' juga terbuat dari bambu yang ''diirat'' menjadi lembaran-lembaran tipis sesuai dengan kebutuhan, kemudian dianyam secara rapat membentuk lingkaran. Anyaman ''nyiru'' berpola keluar satu-masuk satu. Terakhir, lingkaran tersebut diberi ''wengku'' dengan tujuan agar lebih kuat. ''Ancak'' atau ''nyiru'' kira-kira memiliki ukuran 40 sentimeter x 40 sentimeter. Barang-barang seperti ''ancak'' atau ''nyiru'' dihasilkan dari keterampilan tangan dan lebih mengutamakan aspek kegunaan. Barang seperti ini dapat digolongkan ke dalam seni kria.<ref>{{Cite web|url=https://text-id.123dok.com/document/6zk67op8y-unsur-seni-rupa-dalam-pertunjukan-tayub-pada-tradisi-saparan-di-desa-tegalrejo-kota-salatiga.html|title=Unsur Seni Rupa dalam Pertunjukan Tayub Pada Tradisi Saparan di Desa Tegalrejo Kota Salatiga|website=text-id.123dok.com|access-date=2020-07-03}}</ref>
== Dekorasi ==
Pada panggung tayuban bagian belakang terdapat latar belakang berupa lembaran-lembaran kain yang disusun secara vertikal, sehingga menutupi sisi panggung bagian belakang. Selain berfungsi sebagai latar belakang, kain tersebut juga berfungsi sebagai hiasan atau tempat menata dekorasi dua dimensi pada panggung. Latar belakang panggung sendiri memiliki ukuran <u>+</u> 8 meter x 3,5 meter. Kain yang digunakan sebagai hiasan dimulai dari sisi kiri warna kuning, merah muda, biru, dan hijau yang membentuk bidang segitiga. Layar yang ditata secara vertikal itu juga akan menimbulkan kesan garis-garis tegak. Kesan garis tegak ini muncul dari pertemuan keempat warna yang berbeda pada layar yang disusun secara vertikal.<ref name=":3" />
== Lihat pula ==
|