Topeng Sidakarya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib) membuat artikel baru Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
Baris 1:
'''Topeng Sidakarya''' adalah salah satu [[seni pertunjukan]] sakral dari Bali yang termasuk dalam [[Daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia]] UNESCO tahun 2015 nomor registrasi 201500246. Nama Tari Topeng Sidakarya berasal dari dua kata, yaitu ''topeng'' dan ''Sidakarya''. Topeng berasal dari kata tup yang artinya tutup. Sidakarya berasal dari kata sida yang artinya mencapai, dan karya yang artinya tujuan atau pekerjaan.
== Sejarah ==
Sumber tertulis yang mengungkap sejarah Dalem Sidakarya adalah berupa lontar ''Bebali Sidakarya'', koleksi Ida Pedanda Gede Nyoman Gunung dari Biau, [[Muncan, Selat, Karangasem|Desa Muncan]], Karangasem serta ''Babad Sidakarya'' yang disusun I Nyoman Kantun, S.H., M.H. dan Drs. I Ketut Yadnya dinyatakan bahwa, Brahmana Keling merupakan sebutan salah seorang pendeta dari Jawa Timur. Dalam sumber tersebut disebutkan Ida Dalem Sidakarya adalah seorang brahmana wulaka keturunan sakya dari Keling atau disebut juga brahmana Keling. Ia adalah putra dari Dang Hyang Kayu Manis, cucu dari Mpu Candra, kumpi dari Mpu Bahula dan cicit dari Mpu Beradah. Dang Hyang Kayu Manis sendiri menjadi nabe dari [[Dalem Baturenggong]], raja Gelgel, Klungkung.
Sebelum ke Bali, ia pernah memimpin upacara mohon keselamatan (''selamatan'') di Madura. Ia kemudian diminta ayahnya untuk datang ke Bali. Tidak dikisahkan perjalanan dari Jawa ke Bali, namun sesampainya ia di Puri Gelgel, puri tersebut sepi karena raja Waturenggong sedang berada di Pura Besakih mempersiapkan pelaksanaan suatu upacara. Brahmana langsung menuju pura tersebut. Sesampainya disana, ia disapa para pembantu raja dan menanyakan maksud kedatangannya. Para pembantu (pengayah) ragu atas pengakuan Brahmana Keling yang hendak bertemu raja dan Dang Hyang Kayu Manis. Ketika raja melihat bahwa ada seseorang dengan pakaian lusuh datang hendak menemuinya, ia tidak mengakui brahmana Keling dan mengusirnya. Ia akhirnya meninggalkan Pura Besakih dan sempat mengucapkan Kutu Pastu yang isinya kurang lebih: ''Wastu tata astu, karya sane kalaksanayang tan sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kegeringan, sarwa gumatat-gumititi ngrubeda''. Tak berselang lama, kutukan tersebut terbukti sehingga kerajaan Bali diserang hama dan penyakit. Raja kemudian mengutus rakyatnya untuk mencari Brahmana Keling dan menemukannya di daerah Bandanda Negara yagn sekarang dikenal sebagai [[Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar|Desa Sidakarya]]. Ia pun bersedia mengembalikan keadaan seperti sedia kala.
Untuk mengenang jasa Dalem Sidakarya dan demi adanya tempat parahyangan, sekitar tahun 1518 M, Dalem Waturenggong memerintahkan pendirian Pura Dalem Sidakarya (tahun Saka 1615).<ref>{{Cite web|url=http://www.mantrahindu.com/sejarah-dan-makna-topeng-sidakarya/|title=Sejarah dan Makna Topeng Sidakarya|last=Sugiarta|first=Nopen|date=2016-06-14|website=Mantra Hindu Bali|language=id-ID|access-date=2020-07-04}}</ref>
Selepas tragedi tersebut, masyarakat membuat Topeng Sidakarya. Bentuk wajahnya dibuat tidak tampan, giginya meranggas. Hal ini sebagai perlambang bahwa saat itu Pandita yang datang ke kerajaan berpenampilan compang-camping. Hanya seniman khusus yang bisa membuatnya dan harus ada prosesi khusus yang dilalui. Begitu pula dengan penari yang menampilkan tarian ini. Mereka juga harus melakukan ritual terlebih dahulu sebelum menari. Penampilan tarian ini biasanya disisipkan juga dengan pesan-pesan pengingat kebaikan.<ref name="BOBO"/><ref>{{Cite web|url=https://nowbali.co.id/sacred-topeng-sidakarya-dance/|title=The Sacred Topeng Sidakarya Dance|date=2017-04-11|website=NOW! Bali|language=en-US|access-date=2020-07-04}}</ref>
== Referensi ==
|