Mangai binu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Legenda: Menyesuaikan nama tokoh dengan legenda lokal |
|||
Baris 62:
Di selatan Nias, terdapat kisah tentang Awuwkha yang [[menhir]] kuburnya berdiri di [[Sifalago Gomo, Boronadu, Nias Selatan|Sifalagö Gomo]].{{Sfn|Sonjaya|2008|p=63|ps=: "Di antara batu-batu itu, yang paling menarik perhatian saya adalah sebuah behu berukuran sangat besar. (...) Oleh karena ukurannya yang besar itu, saya sangat tertarik untuk menelusuri asal-usulnya. (...), bernama Awuwukha.}}{{Sfn|Horor|2011|p=80|ps=: "Menhir Awuwukha merupakan situs yang terbuat dari batu."}} Dituturkan bahwa seorang pemuda tinggal bersama ibu dan tujuh orang saudaranya di [[Börönadu]] sekitar seratus lima puluh tahun lalu.{{Sfn|Afif|2018|p=176|ps=: "Menurut Sonjaya (2008:63), Awuwukha hidup sekitar lima generasi (setiap generasi sama dengan 25 tahun) lalu. Sementara menurut Thomsen (dalam Zebua, 2008), Awuwukha hidup jauh lebih lama, yaitu sekitar tujuh generasi yang lalu."}} Pada suatu hari, seorang pemuda dari banua Susua mengajak warga Börönadu untuk menghadiri pelaksanaan pesta ''owasa'' di banua mereka. Saat melewati rumah sang pemuda, seorang wanita meneriaki pembawa pesan tersebut dengan menghina kemaluannya. Pembawa pesan tersebut marah lalu kembali ke Susua. Beberapa hari kemudian, dia datang lagi ke Börönadu bersama beberapa pemuda banuanya untuk membalas kemarahannya dengan membakar rumah sang pemuda dan saudaranya. Mereka juga membakar lumbung padi milik seorang tokoh adat bernama Laimba. Si pemuda hanya bisa menyaksikan kejadian tersebut tanpa berbuat apa-apa.<ref name=":1" /> Di depan ibunya, pemuda tersebut bersumpah akan memenggal kepala orang-orang yang terlibat dalam pembakaran tersebut. Meski tidak disetujui ibunya dan Laimba, dia nekat pergi untuk memenuhi janjinya menuju Susua. Beberapa hari kemudian, si pemuda pulang dengan membawa karung berisi belasan kepala manusia. Hal ini membuat Laimba takut akan terjadi pertumpahan darah selanjutnya. Para penduduk Susua menyusun rencana untuk membunuh sang pemuda, namun selalu gagal karena kelihaiannya dalam bertarung. Kehebatan si pemuda pun tersiar di seluruh Nias dan dia dikukuhkan sebagai tokoh melalui ''owasa'', upacara tertinggi di masyarakat Nias. Perkataan seseorang yang telah menunaikan ''owasa'' secara otomatis akan menjadi hukum.<ref name=":1" /> Dia diberi gelar ''Awuwukha'' yang berarti 'jurang yang terjal'.{{Sfn|Sonjaya|2008|p=65|ps=: "Awuwukha adalah gelar yang diperoleh saat penyelenggaraan pesta tersebut. Nama itu berarti "jurang yang terjal" (...)"}} Menjelang kematiannya, Awuwukha berpesan bahwa ia ingin dikuburkan bersama lima orang yang akan melayaninya di alam kubur. Masing-masing bertugas menyiapkan minum, menyiapkan makanan, membuat [[Tradisi bersirih|sirih pinang]], memijat, dan menjagai kuburnya. Anak-anaknya lalu mencarikan lima kepala untuk penguburan Awuwukha.{{Sfn|Afif|2018|p=179|ps=: "Hal ini berarti anak-anak Awuwukha harus melakukan mangai binu, karena tak kuasa menolak wasiat leluhur."}}<ref name=":1" />
Sementara itu, di Nias bagian utara terdapat kisah tentang bersaudara
}}
|