Aji Saka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 114.125.79.202) dan mengembalikan revisi 17110915 oleh Labdajiwa
Tag: Pengembalian manual
Tag: pengguna baru menambah pranala merah Mengosongkan sebagian besar isi Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 44:
File:Hanacaraka legend 4.png|''Maga bathanga'' (Maka inilah mayatnya)
</gallery>
 
== Aji Saka menurut Kitab Pewayangan ==
=== Aji Saka keturunan Dewa ===
Dalam cerita pewayangan, berdasarkan [[Serat Pustakaraja Purwa]] versi [[Ronggowarsito]] maupun versi daerah [[Ngasinan]], Aji Saka juga dikenal dengan [[Batara]] [[Aji Saka]], [[Jaka Sengkala]], [[Empu Sengkala]], dan [[Prabu Wisaka]]. Ia merupakan anak dari [[Batara Anggajali]] dan cucu dari [[Batara Ramayadi]]. Ayah dan kakeknya adalah [[Dewa]] Pembuat Pusaka Kadewatan untuk Para Dewa yang dipimpin oleh [[Batara Guru]]. Batara Anggajali menikah dengan seorang Putri bernama Dewi Saka dari kerajaan Najran di Tanah Hindustan. Kerajaan Najran dipimpin oleh [[Prabu Sakil]] yang pernah diselamatkan oleh Batara Anggajali saat kapalnya tenggelam di samudra. Sebelum kelahiran Aji Saka, Ayahnya dipanggil oleh Batara Guru untuk kembali membuat pusaka kahyangan. Sampai usia dewasa Aji Saka tidak pernah bertemu dengan Ayahnya.
Setelah meminta ijin kakek dan ibunya, Aji Saka pergi mencari ayahnya. Sesuai petunjuk kakeknya Ia menemukan Ayahnya sedang mengambang di atas samudra sambil membuat senjata menggunakan tangannya. Setelah memperkenalkan diri, Batara Anggajali pun langsung mengakui putranya tersebut. Aji Saka yang kagum dengan kesaktian Ayahnya, memohon agar menjadi muridnya. Namun Sang Ayah menolak dan memberitahu kalau Batara Ramayadi yang juga kakek Aji Saka jauh lebih sakti.
Setelah mendapat petunjuk ke arah mana Aji Saka dapat menemui kakeknya. Aji Saka dapat menemukan Batara Ramayadi sedang duduk mengambang di udara sedang membuat pusaka kahyangan hanya dengan melihat saja. Aji Saka memperkenalkan diri dan memohon kepada Sang Kakek agar dijadikan murid. Batara Ramayadi menolaknya dan mengatakan kalau Batara Guru jauh lebih sakti dari dirinya, namun Sang Kakek mengatakan kalau Batara Guru adalah Raja Para Dewa di [[Kahyangan]] tentu tidak akan menerima Aji Saka sebagai muridnya. Sang Kakek lalu menasihati agar ia berguru kepada putra Batara Guru yang paling sakti yaitu [[Batara Wisnu]]. Namun, saat itu Batara Wisnu sedang tidak berada di Kahyangan melainkan sedang berada di Tanah Israil.
Setelah berpamitan dan mendapat petunjuk kakeknya, pergilah Aji Saka menemui Batara Wisnu. Disana Batara Wisnu sedang bertukar ilmu dengan Pendeta Usmanaji, yang merupakan Pendeta Keagamaan Bangsa Israil. Setelah Aji Saka memperkenalkan diri dan menyatakan ingin berguru kepada Batara Wisnu. Batara Wisnu lalu mengajari berbagai macam ilmu kesaktian dan kebijaksanaan. Sementara dari Pendeta Usmanaji, Aji Saka belajar tentang ilmu kebatinan dan kerohanian. Setelah Batara Wisnu kembali ke Kahyangan, Aji Saka menjadi pengembara di Tanah Israil.
=== Aji Saka mengisi Tanah Jawa dengan manusia ===
Dalam pengembaraannya Aji Saka berhasil mendapatkan [[Tirtamarta Kamandalu]] yaitu air keabadian yang juga dimiliki oleh Para Dewa di Kahyangan. Yang mampu membuatnya menjadi makhluk yang tak pernah menua. Ia mengembara selama beratus-ratus tahun memperdalam ilmu kesaktian dan kebatinannya. Dikabarkan jika Aji Saka dapat terbang dan berjalan di atas samudra.
Aji Saka sampai ke [[Tanah Jawa]] dan menjadi seorang pertapa dengan nama Empu Sengkala. Karna Tanah Jawa waktu itu hanya dihuni oleh makhluk halus, Empu Sengkala mengajari ilmu penanggalan kepada bangsa [[jin]] di tanah jawa. Dan menciptakan lima hari sebagai penghitung penanggalan di jawa, yang sekarang terkenal dengan nama [[Pasaran]].
Dalam pertapaannya, Empu Sengkala mendapat sasmita untuk mengisi Tanah Jawa dengan manusia. Sebelum kedatangan Empu Sengkala ke Tanah Jawa, [[Bangsa Israil]] yang waktu itu sedang dijajah oleh Bangsa [[Romawi]] pernah mengirim sekitar 20.000 Bangsa Romawi untuk mengisi Tanah Jawa dengan manusia. Namun, karna perbedaan iklim dan kondisi alam serta gangguan makhluk halus membuat Bangsa Romawi yang berada di Tanah Jawa banyak yang sakit lalu kemudian mati. Hanya dalam beberapa tahun saja, penghuni manusia di Tanah Jawa tidak sampai 200 orang, kemudian sisanya kembali lagi ke Romawi dan mengosongkan Tanah Jawa kembali.
Belajar dari pengalaman Bangsa Romawi itu, Empu Sengkala memasangi [[tumbal]] lima penjuru di Tanah Jawa guna mengurangi keangkerannya agar bisa dihuni dengan nyaman oleh Bangsa Manusia. Setelah tumbal terpasang, Empu Sengkala pergi ke Tanah [[Hindustan]] dengan tujuan mengirim Orang Hindustan untuk mengisi [[Pulau Jawa]].
Sesampainya di Tanah Hindustan, Empu Sengkala sampai di Kerajaan Surati lalu menghadap ke Raja disana guna menyampaikan maksudnya. Ternyata Kerajaan Surati dipimpin oleh Prabu Iwasaka yang merupakan penjelmaan dari Batara Anggajali, Ayah Empu Sengkala. Kemudian Empu Sengkala diangkat menjadi Putra Mahkota dengan nama [[Raden Aji Saka]].
Lalu dengan bantuan Prabu Iwasaka, Raden Aji Saka berhasil mengumpulkan orang-orang hindustan yang tidak memiliki rumah, para pendeta, dan masyarakat miskin untuk dikirimkan agar bisa mengisi Tanah Jawa dengan penduduk manusia. Tak sedikit juga rakyat dari golongan mampu yang mendaftarkan diri ikut dalam rombongan itu.
Aji Saka memilih 10 pemuda terbaik untuk dijadikan pemimpin rombongan di Tanah Jawa kelak. Aji Saka mengajari ilmu kehidupan, ilmu kebatinan, ilmu pengobatan, dan juga tata cara pemerintahan.
Tidak kurang dari 10.000 orang berhasil mendarat dengan aman di Tanah Jawa. Setelah membagi menjadi 10 kelompok dan menyebarkannya ke penjuru Tanah Jawa. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang pemimpin yang sudah diberi ilmu pengetahuan oleh Aji Saka. Hingga akhirnya, dalam beberapa tahun saja mereka sudah beranak-pinak dan berkembang mengisi Tanah Jawa dengan penduduk dari Bangsa Manusia.
=== Aji Saka menjadi Prabu Wisaka dan menciptakan Kalender Saka ===
Setelah berhasil mengisi Tanah Jawa, Aji Saka pergi ke tanah sebelah timur dari Tanah Israil, yaitu Tanah milik Bangsa Ngarbi (Sekarang Tanah Arab). Disana Ia menjadi seorang penasihat pemimpin dari Bangsa Ngarbi.
Setelah puluhan tahun berada di Tanah Ngarbi, Aji Saka kembali ke tanah jawa untuk melihat perkembangan penduduk manusia disana. Sesampainya di Tanah Jawa, Aji Saka merasa senang karna penduduk Tanah Jawa telah berkembang begitu pesat, namun mereka kembali menjadi tidak beradab dan bertingkah seperti hewan. Tanpa aturan dan norma. Hal itu karna tidak adanya pemimpin yang bisa memimpin dan menunjukan adab dan ilmu kehidupan. Akhirnya Aji Saka mendirikan Kerajaan Medang Kamulan disana dan menjadi Raja dengan nama [[Prabu Wisaka]].
Prabu Wisaka mengajari ilmu tata kehidupan dan adab dalam bermasyarakat kepada rakyatnya. Prabu Wisaka juga kembali memperbaiki penanggalannya,. Ia menambahkan 7 hari lain disamping 5 hari pasaran yang ia ciptakan sebelumnya. Sehingga dalam sehari terdapat dua hitungan penanggalan, dan selalu berulang selama 35 hari dan dikenal dengan nama [[selapan]]. Ia juga menghitung peredaran bulan terhadap bumi dan menamai penanggalannya dengan [[Candra Sengkala]]. Lalu Prabu Wisaka juga menghitung penanggalan berdasarkan pergerakan matahari dilihat dari bumi, dan menamai penanggalannya ini dengan [[Surya Sengkala]]. Lalu ia menggabungan perhitungan penanggalan candra sengkala, surya sengkala, dan juga perhitungan pekan, pasaran, dan selapanan. Penanggalan yang diciptakan oleh Prabu Wisaka selanjutnya dikenal dengan nama [[Kalender Saka]].
Prabu Wisaka menikah dan memiliki beberapa anak. Lalu memberikan tahta kerajaan ke anaknya. Ia kembali memakai nama Aji Saka dan kembali mengembara. Hingga akhirnya Ia diangkat menjadi keluarga Dewa yang dipimpin oleh Batara Guru dan bergelar [[Batara Aji Saka]].
=== Aji Saka dalam Serat Dharmagandhul ===
Dalam serat [[Dharmagandhul]] yang diciptakan oleh [[Ki Kalam Wadi]], Aji Saka diceritakan sebagai tokoh yang berasal dari Tanah Ngarbi yang pernah menghilangkan beberapa sumber air di Tanah Jawa.
 
== Analisis ==