Suku Betawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Mengosongkan halaman
Tag: Mengosongkan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler mengosongkan halaman [ * ]
k ←Suntingan 114.79.0.251 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Adhiwangsa
Tag: Pengembalian
Baris 1:
{{refimprove}}
{{ethnic group|
|group = Betawi
|image = <center><div class="center" style="border:1px solid silver; width:255px;"><div style="padding: 3px;">[[Berkas:Ismailmarzuki2ee4.jpg|90px|Ismail Marzuki]][[Berkas:Dedy mizwar5.jpg|79px|Dedy Mizwar]][[Berkas:Benyamin sueb 1.jpg|78px|Benyamin Sueb]]<br />[[Berkas:Siti Nurbaya Bakar.jpg|95px|Siti Nurbaya Bakar]][[Berkas:Fauzi_Bowo_Canisius.jpg|72px|Fauzi Bowo]]</div></center>
|image_caption = <small>[[Ismail Marzuki]], [[Deddy Mizwar]], [[Benyamin Sueb]]<br /> [[Siti Nurbaya Bakar]], [[Fauzi Bowo]]
|pop = 6.807.968 (sensus [[2010]])<ref name="BDS2010">{{cite web|url=http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html |title=Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, Dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia |publisher=Badan Pusat Statistik |date=2010 |accessdate=18 Juli 2017}}</ref>
|popplace = {{flag|Indonesia}} ([[Jakarta]]: 2,700,722)<ref name="BDS2010"/><br>{{flag|Brunei}} ([[Bandar Seri Begawan]]: 920){{butuh rujukan|reason=tidak ada sumber jelas|date=Juli 2020}}{{kapan|reason=tidak memasukkan tanggal/tahun survei/sensus|date=Juli 2020}}
|langs = [[Bahasa Betawi|Betawi]], [[Bahasa Melayu|Melayu]], [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels = Mayoritas [[Islam]] dan sisanya beragama [[Katolik]] dan [[Protestan]]
}}
'''Suku Betawi''' adalah sebuah [[suku]] bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya bertempat tinggal di [[Jakarta]], [[Bogor]] dan sekitarnya.<ref>{{cite book | title = Creole Identity in Postcolonial Indonesia. Volume 9 of Integration and Conflict Studies | first = Jacqueline | last = Knorr | publisher = Berghahn Books | year = 2014 | isbn = 9781782382690 | page = 91 | url = https://books.google.co.id/books?id=1ZfiAgAAQBAJ&pg=PA91&dq=Betawi+native+Jakartans&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwixjviXmsDPAhUIt48KHexGAcsQ6AEIHzAA#v=onepage&q=Betawi%20native%20Jakartans&f=false}}</ref> Mereka adalah keturunan penduduk yang bermukim di [[Batavia]] (nama kolonial dari Jakarta) dari sejak abad ke-17.<ref>''No Money, No Honey: A study of street traders and prostitutes in Jakarta'' by Alison Murray. Oxford University Press, 1992. Glossary page xi</ref><ref name="JP-Betawi">{{cite news | title = Betawi: Between tradition and modernity | author = Dina Indrasafitri | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 26 April 2012 | url = http://www.thejakartapost.com/news/2012/04/26/betawi-between-tradition-and-modernity.html}}</ref>
 
Sejumlah pihak berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil perkawinan antar etnis dan bangsa pada masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh [[Belanda]] ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta.<ref name="JP-Native">{{cite news | title = Debunking the ‘native Jakartan myth’ | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 7 November 2011 | url = http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/07/debunking-native-jakartan-myth.html}}</ref> Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti [[suku Sunda|Sunda]], [[suku Melayu|Melayu]], [[suku Jawa|Jawa]], [[suku Bali|Bali]], [[suku Bugis|Bugis]], [[suku Makassar|Makassar]], [[suku Ambon|Ambon]], [[suku Arab|Arab]], [[suku Tionghoa|Tionghoa]], dan [[India-Indonesia|India]].
 
== Etimologi ==
Kata '''Betawi''' digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni [[Jakarta]]<ref name="JP-Betawi"/> dan [[Bahasa dagang dan kreol Melayu|bahasa Melayu Kreol]] yang digunakannya, dan juga kebudayaan [[Melayu]]nya. Mengenai asal mula kata Betawi, menurut para ahli dan sejarahwan, seperti [[Ridwan Saidi]] ada beberapa acuan:
 
* '''''Pitawi''''' ([[bahasa Melayu]] Polinesia Purba) yang artinya larangan. Perkataan ini mengacu pada komplek bangunan yang dihormati di [[Percandian Batujaya|Candi Batu Jaya]]. Sejarahwan Ridwan Saidi mengaitkan bahwa Kompleks Bangunan di [[Percandian Batujaya|Candi Batu Jaya]], Tatar Pasundan, [[Karawang]] merupakan sebuah Kota Suci yang tertutup, sementara Karawang, merupakan Kota yang terbuka.<ref>Pernyataan Ridwan Saidi dalam tulisan ini belum menjelaskan konteks Karawang yang ''tertutup'' dan ''terbuka'' apakah dalam konteks kurun waktu yang sama atau periode berbeda.</ref>
* '''''Betawi''''' ([[Bahasa Melayu Brunei]]) digunakan untuk menyebut ''giwang''<ref>Etimologi dari ''Giwang'' menurut [http://www.kamusdaerah.com/?bhs=m&bhs2=a&q=giwang#ixzz3kZSWklBf Kamus Daerah - Kamus Bahasa Daerah Online Berbagai Bahasa Daerah di Indonesia] :<br /> 1. ''Giwang'' (bhs. Sunda)
Artinya: kerabu, subang. (bhs. Indonesia)<br />
2. ''Giwangkara'' (bhs. Sunda)<br />
Artinya: matahari. (bhs. Indonesia)<br />
3. ''Giwang'' (bhs. Sunda)<br />
Artinya: gewang giwang 1 kurabu 2 (halus) suweng, giwang 1 giwang (bhs. Indonesia)<br /></ref>. Nama ini mengacu pada ekskavasi di Babelan, [[Kabupaten Bekasi]]<ref>Penelusuran [[Poerbatjaraka]] (seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata ''Candrabhaga''; ''Candra'' berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan ''Bhaga'' berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalan kata Candrabhaga kadang berubah menjadi ''Sasibhaga'' atau ''Bhagasasi''. Dalam pengucapannya sering disingkat ''Bhagasi'', dan karena pengaruh [[bahasa Belanda]] sering ditulis ''Bacassie'' (di [[Stasiun Lemahabang]] pernah ditemukan plang nama ''Bacassie''). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.<br />
<br />
Candrabhaga merupakan bagian dari [[Kerajaan Tarumanagara]], yang berdiri sejak abad ke-5 Masehi. Ada 7 [[prasasti]] yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja [[Purnawarman]], yakni [[Prasasti Tugu]] (Cilincing, Jakarta), [[Prasasti Ciaruteun]], [[Prasasti Muara Cianten]], [[Prasasti Kebon Kopi]], [[Prasasti Jambu]], [[Prasasti Pasir Awi]] (ke enam prasasti ini ada di daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan ([[Prasasti Cidangiang]]).<br />
<br />
Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi: ''..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro petang bulan Phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…''). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara (Lebih lanjut lihat : [[Kabupaten Bekasi]]).
</ref>, yang banyak ditemukan ''giwang'' dari abad ke-11 M.
* Flora '''Guling Betawi''' (''cassia glauca''), famili ''papilionaceae'' yang merupakan jenis tanaman [[perdu]] yang kayunya bulat seperti guling dan mudah diraut serta kukuh<ref>Fillet, GJ, 1888. Plaaantkundig Woordenboek van Nederlandsch - Indie. [[Amsterdam]] : J.H. de Bussy</ref> Dahulu kala jenis batang pohon Betawi banyak digunakan untuk pembuatan gagang senjata keris atau gagang pisau. Tanaman guling Betawi banyak tumbuh di Nusa Kelapa dan beberapa daerah di pulau Jawa dan Kalimantan. Sementara di [[Kapuas Hulu]], [[Kalimantan Barat]], guling Betawi disebut Kayu Bekawi. Ada perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi" pada penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi Melayu, pergeseran huruf tersebut biasa terjadi dalam bahasa Melayu.
 
Kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada kemungkinan benar. Menurut sejarahwan [[Ridwan Saidi]] pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti [[Gambir]], Krekot, [[Bintaro]], [[Grogol]] dan banyak lagi. "Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang Makassar, melainkan diambil dari jenis rerumputan"<ref>[http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40450 "Dari Gagang Keris Menjadi Betawi" ]</ref> Sehingga kata "Betawi" bukanlah berasal dari kata "[[Batavia]]" (nama lama kota [[Jakarta]] pada masa [[Hindia Belanda]]), dikarenakan nama Batavia lebih merujuk kepada wilayah asal nenek moyang orang Belanda, terlebih lagi naskah-naskah yang ditulis pada tahun 1700 - 1800-an menuliskan nama ''Batavia'' sebagai ''Batafia'' dan menyebut nama suku Betawi sebagai ''Batawi''<ref>Saputra, Yahya Andi. 2008. Upacara daur hidup adat Betawi. [[Jakarta]] : Wedatama Widya Sastra</ref> yang menerangkan posisi suku Betawi yang bukanlah sebuah suku yang terbentuk karena adanya kota Batavia yang dibangun Belanda.
 
{{cquote|''Batavia is the Latin name for the land of the Batavians during Roman times. This was roughly the area around the city of Nijmegen, Netherlands, within the Roman Empire. The remainder of this land is nowadays known as Betuwe. During the Renaissance, Dutch historians tried to promote these Batavians to the status of "forefathers" of the Dutch people. They started to call themselves Batavians, later resulting in the Batavian Republic, and took the name "Batavia" to their colonies such as the Dutch East Indies, where they renamed the city of Jayakarta to become Batavia from 1619 until about 1942, when its name was changed to Djakarta (this is the short for the former name Jayakarta, later respelt Jakarta; see: History of Jakarta). The name was also used in Suriname, where they founded Batavia, Suriname, and in the United States where they founded the city and the town of Batavia, New York. This name spread further west in the United States to such places as Batavia, Illinois, near Chicago, and Batavia, Ohio.''}}
 
Kemudian penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku yang pada masa hindia belanda, diawali dengan pendirian sebuah organisasi yang bernama [[Pemoeda Kaoem Betawi]] yang lahir pada tahun [[1923]].<ref>[http://langgambudaya.ui.ac.id/betawi/video/detail/9/profil-kesenian-tanjidor/ Profil Kesenian Tanjidor di situs web LanggamBudaya.ui.ac.id.]</ref>
 
== Sejarah ==
Berikut merupakan pemaparan para ahli tentang sejarah Betawi.
 
=== Periode sebelum masehi ===
 
Sejarah Betawi diawali pada masa zaman batu yang menurut Sejarawan Sagiman MD sudah ada sejak zaman [[neolitikum]]. Arkeolog Uka Tjandarasasmita dalam monografinya "''Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran''" (1977) secara arkeologis telah memberikan bukti-bukti yang kuat dan ilmiah tentang sejarah penghuni Jakarta dan sekitarnya dari masa sebelum Tarumanagara pada abad ke-5. Dikemukakan bahwa paling tidak sejak zaman neolitikum atau batu baru (3500–3000 tahun yang lalu) daerah Jakarta dan sekitarnya di mana terdapat aliran-aliran sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, Citarum pada tempat-tempat tertentu sudah didiami oleh masyarakat manusia yang menyebar hampir di seluruh wilayah Jakarta. Dari alat-alat yang ditemukan di situs-situs itu, seperti kapak, beliung, pahat, pacul yang sudah diumpam halus dan memakai gagang dari kayu, disimpulkan bahwa masyarakat manusia itu sudah mengenal pertanian (mungkin semacam perladangan) dan peternakan. Bahkan juga mungkin telah mengenal struktur organisasi kemasyarakatan yang teratur.
<ref>[http://staff.blog.ui.ac.id/syam-mb/2009/05/18/siapa-dan-darimanakah-orang-betawi/ "Siapa dan Darimanakah Orang Betawi" ]</ref>
 
Sementara Yahya Andi Saputra (Alumni Fakultas Sejarah [[Universitas Indonesia]]), berpendapat bahwa penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa. Menurutnya, dahulu kala penduduk di Nusa Jawa merupakan satu kesatuan budaya. Bahasa, kesenian, dan adat kepercayaan mereka sama. Dia menyebutkan berbagai sebab yang kemudian menjadikan mereka sebagai suku bangsa sendiri-sendiri.
* Pertama, munculnya kerajaan-kerajaan pada zaman sejarah.
* Kedua, kedatangan dan pengaruh penduduk dari luar Nusa Jawa.
* Terakhir, perkembangan kemajuan ekonomi daerah masing-masing.
Penduduk asli Betawi [[Bahasa Kawi|berbahasa Kawi]] (Jawa kuno). Di antara penduduk juga mengenal huruf [[hanacaraka]] (abjad bahasa Jawa dan Sunda). Jadi, penduduk asli Betawi telah berdiam di Jakarta dan sekitarnya sejak zaman dahulu.<ref>[http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/03/28/penduduk-asli-betawi/#more-83 "Penduduk Asli Betawi" ]</ref>
 
=== Periode setelah masehi ===
 
==== Periode awal ====
===== Abad ke-2 =====
 
Pada abad ke-2, Menurut Yahya Andi Saputra Jakarta dan sekitarnya termasuk wilayah kekuasaan [[Kerajaan Salakanagara]] atau Holoan yang terletak di kaki [[Gunung Salak]], [[Bogor]]. Penduduk asli Betawi adalah rakyat Kerajaan Salakanagara. Pada zaman itu perdagangan dengan Cina telah maju. Bahkan, pada tahun 432 M Salakanagara telah mengirim utusan dagang ke [[Tiongkok]].
 
===== Abad ke-5 =====
 
Pada akhir abad ke-5 berdiri kerajaan Hindu [[Kerajaan Tarumanagara|Tarumanagara]] di tepi [[sungai Citarum]]. Menurut Yahya, ada yang menganggap Tarumanagara merupakan kelanjutan Kerajaan Salakanagara. Hanya saja ibu kota kerajaan dipindahkan dari kaki gunung Salak ke tepi sungai Citarum. Penduduk asli Betawi menjadi rakyat kerajaan Tarumanagara. Tepatnya letak ibu kota kerajaan di tepi sungai Candrabhaga, yang oleh [[Poerbatjaraka]] diidentifikasi dengan sungai Bekasi. ''Candra'' berarti bulan atau ''sasih'', jadi ucapan lengkapnya ''Bhagasasi'' atau [[Bekasi]], yang terletak di sebelah timur pinggiran Jakarta. Di sinilah, menurut perkiraan Poerbatjaraka, letak istana kerajaan Tarumanengara yang termasyhur itu. Raja [[Hindu]] ini ternyata seorang ahli pengairan. Raja mendirikan bendungan di tepi kali Bekasi dan Kalimati. Maka sejak saat itu rakyat Tarumanagara mengenal persawahan menetap. Pada zaman Tarumagara kesenian mulai berkembang. Petani Betawi membuat orang-orangan sawah untuk mengusir burung. Orang-orangan ini diberi baju dan bertopi, yang hingga kini masih dapat kita saksikan di sawah-sawah menjelang panen. Petani Betawi menyanyikan lagu sambil menggerak-gerakkan tangan orang-orangan sawah itu. Jika panen tiba petani bergembira. Sawah subur, karena diyakini [[Dewi Sri]] menyayangi mereka. Dewi Sri, menurut mitologi Hindu, adalah dewi kemakmuran. Penduduk mengarak barongan yang dinamakan [[ondel-ondel]] untuk menyatakan mereka punya ka''gumbira''an. Ondel-ondel pun diarak dengan membunyikan [[gamelan]]. Nelayan juga bergembira menyambut panen laut. Ikan segar merupakan rezeki yang mereka dapatkan dari laut. Karenanya mereka mengadakan upacara ''nyadran''. Ratusan perahu nelayan melaut mengarak kepala kerbau yang dilarungkan ke laut.
 
===== Abad ke-7 =====
 
Pada abad ke-7 Kerajaan Tarumanagara ditaklukkan [[Kerajaan Sriwijaya]] yang beragama [[Buddha]]. Di zaman kekuasaan Sriwijaya berdatangan penduduk Melayu dari Sumatra. Mereka mendirikan permukiman di pesisir Jakarta. Kemudian bahasa Melayu menggantikan kedudukan bahasa Kawi sebagai bahasa pergaulan. Ini disebabkan terjadinya perkawinan antara penduduk asli dengan pendatang Melayu. Bahasa Melayu mula-mula hanya dipakai di daerah pesisir saja kemudian meluas sehingga ke daerah kaki Gunung Salak dan [[Gunung Gede]]. Bagi masyarakat Betawi keluarga punya arti penting. Kehidupan berkeluarga dipandang suci. Anggota keluarga wajib menjunjung tinggi martabat keluarga. Dalam keluarga Betawi ayah disebut ''baba''. Tetapi ada juga yang menyebutnya ''babe, mba, abi atau abah'' — pengaruh para pendatang dari [[Hadramaut]], [[Yaman]]. Ibu disebut ''mak''. Tetapi tidak kurang banyaknya yang menyebut umi atau enya' dari kata nyonya. Anak pertama dinamakan anak bongsor dan anak bungsu dinamakan ''anak bontot''.
 
===== Abad ke-10 =====
 
Pada sekitar abad ke-10. Saat terjadi persaingan antara orang Melayu yaitu Kerajaan Sriwijaya dengan orang Jawa yang tak lain adalah [[Kerajaan Kediri]]. Persaingan ini kemudian menjadi perang dan membawa Tiongkok ikut campur sebagai penengah karena perniagaan mereka terganggu. Perdamaian tercapai, kendali lautan dibagi dua, sebelah Barat mulai dari Cimanuk dikendalikan Sriwijaya, sebelah timur mulai dari Kediri dikendalikan Kerajaan Kediri. Artinya pelabuhan Kalapa termasuk kendali Sriwijaya.
Sriwijaya kemudian meminta mitranya yaitu [[Syailendra]] di Jawa Tengah untuk membantu mengawasi perairan teritorial Sriwijaya di Jawa bagian barat. Tetapi ternyata Syailendara abai maka Sriwijaya mendatangkan migran suku Melayu Kalimantan bagian barat ke Kalapa. Pada periode itulah terjadi persebaran bahasa Melayu di Kerajaan Kalapa yang pada gilirannya – karena gelombang imigrasi itu lebih besar ketimbang pemukin awal – bahasa Melayu yang mereka bawa mengalahkan [[bahasa Sunda Kawi]] sebagai ''[[lingua franca]]'' di Kerajaan Kalapa. Sejarahwan [[Ridwan Saidi]] mencontohkan, orang “pulo”, yaitu orang yang berdiam di [[Kepulauan Seribu]], menyebut musim di mana angin bertiup sangat kencang dan membahayakan nelayan dengan “musim barat” (bahasa Melayu), bukan “musim kulon” (bahasa Sunda), orang-orang di desa pinggiran Jakarta mengatakan “milir”, “ke hilir” dan “orang hilir” (bahasa Melayu Kalimantan bagian barat) untuk mengatakan “ke kota” dan “orang kota”.
 
==== Periode kolonialisasi Eropa ====
===== Abad ke-16 =====
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Topeng Betawi danseres en muzikanten Java TMnr 10004639.jpg|jmpl|Grup tari Topeng Betawi saat masa kolonial Hindia Belanda.]]
Perjanjian antara Surawisesa (raja [[Kerajaan Pajajaran]]) dengan bangsa [[Portugis]] pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di [[Sunda Kalapa]] mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir musik [[keroncong]] atau dikenal sebagai Keroncong Tugu.
 
Setelah [[VOC]] menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan.<ref>[http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/326 Ensiklopedi Jakarta: Cornelis Chastelein]</ref> Itulah penyebab masih tersisanya kosakata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini. Kemajuan perdagangan Batavia menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Batavia, [[Kampung Melayu]], Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jalan Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun [[1690]].
 
===== Abad ke-19 =====
Pada April 1967 di majalah Indonesia terbitan Cornell University, Amerika, sejarahwan [[Australia]], [[Lance Castles]] mengumumkan penelitiannya menyangkut asal usul orang Betawi. Hasil penelitian yang berjudul “''The Ethnic Profile of Jakarta''” menyebutkan bahwa orang Betawi terbentuk pada sekitar pertengahan abad ke-19 sebagai hasil proses peleburan dari berbagai kelompok etnis yang menjadi budak di Batavia.
Secara singkat sketsa sejarah terjadinya orang Betawi menurut Castles dapat ditelusuri dari:
* ''Daghregister'', yaitu catatan harian tahun 1673 yang dibuat Belanda yang berdiam di dalam kota benteng Batavia.
* Catatan [[Thomas Stamford Raffles|Thomas Stanford Raffles]] dalam ''[[Sejarah Jawa|History of Java]]'' pada tahun 1815.
* Catatan penduduk pada ''Encyclopaedia van Nederlandsch Indie'' tahun 1893
* Sensus penduduk yang dibuat pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930.
Oleh karena klasifikasi penduduk dalam keempat catatan itu relatif sama, maka ketiganya dapat diperbandingkan, untuk memberikan gambaran perubahan komposisi etnis di Jakarta sejak awal abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Sebagai hasil rekonstruksi, angka-angka tersebut mungkin tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya, namun menurut Castles hanya itulah data sejarah yang tersedia yang relatif meyakinkan walaupun hasil kajian yang dilakukan Castles mendapatkan banyak kritikan karena hanya menitikberatkan kepada skesta sejarah yang baru ditulis tahun 1673.
 
Mengikuti kajian Castles, antropolog [[Universitas Indonesia]], [[Yasmine Zaki Shahab|Dr. Yasmine Zaki Shahab, M.A.]] memperkirakan etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun [[1815]]-[[1893]]. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan [[sensus]], yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun [[1615]] dan [[1815]], terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi. Hasil sensus tahun [[1893]] menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan [[Moor]], orang [[suku Melayu|Melayu]], orang Bali, Jawa, Sunda, orang [[Sulawesi Selatan]], orang [[Sumbawa]], orang [[Pulau Ambon|Ambon]] dan [[Banda]]. Kemungkinan kesemua suku bangsa Nusantara dan Arab Moor ini dikategorikan ke dalam kesatuan penduduk pribumi ({{lang-nl|inlander}}) di Batavia yang kemudian terserap ke dalam kelompok etnis Betawi.
 
===== Abad ke-20 =====
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Reuzenpoppen Ondel-ondel sieren de straat tijdens het religieuze feest 'selamatan' ter gelegenheid van de inwijding van de nieuwe vleugel van Hotel des Indes Java TMnr 10003392.jpg|jmpl|kiri|Ondel-Ondel menghiasi jalan selama festival ''[[selamatan]]'' saat peresmian sayap baru [[Hotel Des Indes]], 1923.]]
Pada zaman kolonial Belanda tahun [[1930]], kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk [[Batavia]] waktu itu. Namun menurut Uka Tjandarasasmita penduduk asli Jakarta telah ada sejak 3500-3000 tahun sebelum masehi. [[Antropologi|Antropolog]] Universitas Indonesia lainnya, Prof. Dr. [[Parsudi Suparlan]] menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang [[Kemayoran]], orang [[Senen]], atau orang Rawabelong.
 
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni [[Hindia Belanda]], baru muncul pada tahun [[1923]], saat [[Husni Thamrin]], tokoh masyarakat Betawi mendirikan [[Pemoeda Kaoem Betawi]]. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.
 
[[Yasmine Zaki Shahab|Dr. Yasmine Zaki Shahab, M.A.]] berpendapat bahwa hingga beberapa waktu yang lalu penduduk asli Jakarta mengidentifikasikan dirinya sebagai orang [[Melayu]] atau menurut lokasi tempat tinggal mereka, seperti orang [[Kwitang, Senen, Jakarta Pusat|Kwitang]]; orang [[Kemayoran]]; orang [[Tanah Abang]] dan seterusnya. Setelah tahun 1970-an yang merupakan titik balik kebangkitan kebetawian di Jakarta telah terjadi pergeseran lebel dari Melayu ke Betawi. Orang yang dulu menyebut kelompoknya sebagai Melayu telah menyebut dirinya sebagai orang Betawi.
 
Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan [[bahasa Melayu]] yang umum digunakan di [[Sumatra]], [[Kalimantan]], [[Semenanjung Malaka]], [[Brunei]] dan [[Thailand Selatan]] yang kemudian dijadikan sebagai [[bahasa Indonesia]].
 
==== Setelah kemerdekaan ====
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Tanjidor orkest tijdens de viering van het Chinees Nieuwjaar TMnr 20017929.jpg|jmpl|Orkestra [[tanjidor]] merayakan [[Tahun Baru Imlek]], 1977.]]
Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan (1945), [[Jakarta]] dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi — dalam arti apapun juga — tinggal sebagai minoritas. Pada tahun [[1961]], 'suku' Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah salah satu caranya ’suku’ Betawi hadir.
 
== Seni dan kebudayaan ==
 
Seni dan Budaya asli Penduduk Jakarta atau Betawi dapat dilihat dari temuan [[arkeologi]]s, semisal giwang-giwang yang ditemukan dalam penggalian di [[Babelan, Bekasi|Babelan]], [[Kabupaten Bekasi]] yang berasal dari abad ke-11 masehi. Selain itu budaya Betawi juga terjadi dari proses campuran budaya antara suku asli dengan dari beragam etnis pendatang atau yang biasa dikenal dengan istilah [[Mestizo]]. Sejak zaman dahulu, wilayah bekas kerajaan Salakanagara atau kemudian dikenal dengan "Kalapa" (sekarang [[Jakarta]]) merupakan wilayah yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara, Percampuran budaya juga datang pada masa Kepemimpinan Raja Pajajaran, Prabu Surawisesa di mana Prabu Surawisesa mengadakan perjanjian dengan Portugal dan dari hasil percampuran budaya antara Penduduk asli dan Portugal inilah lahir Keroncong Tugu.
 
Suku-suku yang mendiami Jakarta sekarang antara lain, [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Sunda|Sunda]], [[suku Melayu|Melayu]], [[Suku Minang|Minang]], [[Suku Batak|Batak]], dan [[Suku Bugis|Bugis]]. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti [[budaya Arab]], [[Tiongkok]], [[India]], dan [[Portugis]].
 
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi [[Jawa Barat]] dan provinsi [[Banten]]. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah [[cagar budaya]] di [[Situ Babakan]].
 
=== Bahasa ===
{{utama|Bahasa Betawi}}
[[Berkas:Java languages.JPG|jmpl|kiri|300px|Peta persebaran bahasa yang dituturkan di [[Jawa]], [[Madura]], dan [[Bali]]. Bahasa Betawi dituturkan dalam dan sekitar Jakarta modern (bur) secara tradisional terdaftar sebagai [[Bahasa Melayu]].]]
Sifat campur-aduk dalam bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil dari [[asimilasi]] kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.<ref name="JP-Betawi Language">{{cite news | title = The perseverance of Betawi language in Jakarta | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 21 Juni 2008 | author = Setiono Sugiharto | url = http://www.thejakartapost.com/news/2008/06/21/the-perseverance-betawi-language-jakarta.html}}</ref>
 
Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar "Kalapa" (sekarang Jakarta) juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto-Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatra. Oleh karena itu, tidak heran kalau penduduk asli Betawi yang pada awalnya berbahasa Kawi dan mendiami daerah sekitar pelabuhan Sunda Kalapa (jauh sebelum Sumpah Pemuda) sudah menggunakan [[bahasa Melayu]], bahkan ada juga yang mengatakan suku lainnya semisal suku Sunda yang mendiami wilayah inipun juga ikut menggunakan Bahasa Melayu yang umum digunakan di [[Sumatra]] dan [[Kalimantan Barat]], penggunaan bahasa ini dikarenakan semakin banyaknya pendatang dari wilayah Melayu lainnya semisal Kalimantan Barat dikarenakan dianggap abainya Syailendra ketika dimintai tolong oleh Sriwijaya untuk menjaga wilayah perairan laut sebelah barat Sungai Cimanuk sebagai hasil Perjanjian Damai Sriwijaya-Kediri yang dimediasi oleh Tiongkok yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
 
Karena perbedaan bahasa yang digunakan antara suku Betawi dengan [[suku Sunda]] di wilayah lainnya tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi. Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam [[bahasa Sunda]] seperti kata [[Ancol]], [[Pancoran]], [[Cilandak]], Ciliwung, [[Cideng, Gambir, Jakarta Pusat|Cideng]] (yang berasal dari ''Cihideung'' dan kemudian berubah menjadi ''Cideung'' dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno ''[[Bujangga Manik]]''<ref>{{cite book
|last =
|first =
|publisher=KITLV Press
|title = Three Old Sundanese Poems
|date =
|year =2007
|url =
|accessdate = }}</ref> yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
 
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah [[Bahasa Indonesia]], bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek [[Betawi]]. Dialek Betawi sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan dialek Betawi pinggir. Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi "é" sedangkan dialek Betawi pinggir adalah "a". Dialek Betawi pusat atau tengah sering kali dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena berasal dari tempat bermulanya kota Jakarta, yakni daerah perkampungan Betawi di sekitar Jakarta Kota, [[Sawah Besar]], [[Tugu, Cimanggis, Depok|Tugu]], [[Cilincing]], Kemayoran, [[Senen]], [[Kramat, Senen, Jakarta Pusat|Kramat]], hingga batas paling selatan di Meester ([[Jatinegara]]). Dialek Betawi pinggiran mulai dari Jatinegara ke selatan, [[Condet]], [[Jagakarsa]], [[Depok]], Rawa Belong, [[Ciputat]] hingga ke pinggir selatan hingga Jawa Barat. Contoh penutur dialek Betawi tengah adalah Benyamin Sueb, [[Ida Royani]] dan [[Aminah Cendrakasih]], karena mereka memang berasal dari daerah Kemayoran dan Kramat Sentiong. Sedangkan contoh penutur dialek Betawi pinggiran adalah [[Mandra]] dan [[Pak Tile]]. Contoh paling jelas adalah saat mereka mengucapkan ''kenape/kenapa'''' (mengapa). Dialek Betawi tengah jelas menyebutkan "é", sedangkan Betawi pinggir bernada "a" keras mati seperti "ain" mati dalam cara baca mengaji [[Al Quran]].
 
=== Musik ===
[[Berkas:Gambang Kromong Betawi.jpg|jmpl|ka|Gambang Kromong.]]
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni [[Gambang Kromong]] yang berasal dari seni musik [[Tionghoa]], tetapi juga ada [[Rebana]] yang berakar pada tradisi musik [[Bangsa Arab|Arab]], orkes [[Samrah]] berasal dari [[suku Melayu|Melayu]], Keroncong Tugu dengan latar belakang [[Portugis]]-Arab, dan [[Tanjidor]] yang berlatarbelakang ke-[[Belanda]]-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni [[Lenong]], [[Gambang Kromong]], [[Rebana]] [[Tanjidor]] dan [[Keroncong]]. Betawi juga memiliki lagu tradisional seperti "Kicir-kicir".
 
=== Tari dan drama ===
[[Berkas:Ondel-Ondel Betawi.jpg|jmpl|kiri|[[Ondel-Ondel]] Betawi.]]
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya tari Topeng Betawi,<ref>{{cite web | title = Jakarta Traditional Dance – Betawi Mask Dance | date = 4 Agustus 2015 | work = Indonesia Travel Guide | url = http://www.indonesiatravelguides.com/jakarta-traditional-dance-betawi-mask-dance.html}}</ref> Yapong yang dipengaruhi tari [[Jaipong]] Sunda,<ref>{{cite web | title = Yapong Dance, Betawi Traditional Dance | date = 27 Maret 2013 | work = Indonesia Tourism | url = http://indonesia-tourism.com/jakarta/hotel/774/}}</ref> [[Cokek]], tari silat dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari khas pemain [[Opera Beijing]]. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
 
Drama tradisional Betawi antara lain [[lenong]] dan [[tonil]]. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, [[pantun]], lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan penonton.<ref>{{cite web |title=Lenong |url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1739/Lenong |publisher=Pemprov DKI Jakarta |work=Encyclopedia of Jakarta |archiveurl=https://www.webcitation.org/6KKz6WtAG?url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1739/Lenong |date=13 Oktober 2013 |archivedate=2013-10-13 |deadurl=yes |df= }}</ref><gallery caption="Tari tradisional Betawi">
Berkas:Tari Ronggeng Blantek.jpg|Tari Ronggeng Blantek
Berkas:Gitekbalen.jpg|Tari Gitek Balen
Berkas:Topenggong.jpg|Tari Topeng Gong
Berkas:Lambangsari.jpg|Tari Lambang Sari
Berkas:Ngarojeng.jpg|Tari Ngarojeng
Berkas:Tari cokek.jpg|Tari Cokek
Berkas:Lenggojingke.jpg|Tari Lenggo Jingke
</gallery>
 
=== Cerita rakyat ===
[[Berkas:Pencak Silat Betawi 2.jpg|jmpl|Silat Betawi.]]
[[Cerita rakyat]] yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti ''[[Si Pitung]]'', juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial [[Jagoan Tulen]] atau ''Si Jampang'' yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal "keras".<ref name="JP-Silat Betawi1">{{cite news | title = Betawi ‘pencak silat’ lays low among locals | author = Indra Budiari | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 13 Mei 2016| url = http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/13/betawi-pencak-silat-lays-low-among-locals.html}}</ref> Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita ''[[Nyai Dasima]]'' yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. Cerita lainnya ialah ''Mirah dari Marunda'', ''Murtado Macan Kemayoran'', ''Juragan Boing'' dan yang lainnya.
 
=== Senjata tradisional ===
Senjata khas Jakarta adalah ''bendo'' atau [[golok]] yang bersarungkan dari kayu.
 
=== Rumah tradisional ===
Rumah tradisional/adat Betawi adalah [[rumah kebaya]]. Terdapat pula rumah tradisional lain seperti [[rumah panggung Betawi]].
 
== Kepercayaan ==
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama [[Islam]], tetapi yang menganut agama [[Kristen]]; [[Protestan]] dan [[Katolik]] juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa [[Portugis]]. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan [[Sunda Kalapa]] sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah [[Kampung Tugu]], [[Jakarta Utara]].<ref>{{cite news | title = Betawi or not Betawi? | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 26 Agustus 2010 | url = http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/26/betawi-or-not-betawi.html}}</ref>
 
== Perilaku dan sifat ==
[[Berkas:Baju Demang Betawi.png|jmpl|kiri|180px|Pakaian tradisional Betawi yang dikenal sebagai ''Baju Demang'' atau ''Ujung Serong'']]
Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Beberapa dari mereka adalah [[Muhammad Husni Thamrin]], [[Benyamin Sueb]], dan [[Fauzi Bowo]], [[Gubernur DKI Jakarta]] periode 2007-2012.
 
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun kadang-kadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orang tua (terutama yang beragama [[Islam]]) kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dengan pendatang dari luar Jakarta.
 
Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti [[lenong]], [[ondel-ondel]], [[gambang kromong]], dan lain-lain.
 
Memang tidak bisa dimungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri. Namun tetap ada optimisme dari masyarakat Betawi terhadap generasi mendatang yang justru akan menopang modernisasi tersebut.
 
== Profesi ==
Di [[Jakarta]], orang Betawi sekarang sebagai hasil asimilasi antar suku bangsa, sebelum era [[Orde Baru]], terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah ([[kampung]]) mereka masing-masing. Semisal di kampung [[Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat|Kemanggisan]] dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang ([[anggrek]], [[kamboja]] Jepang, dan lain-lain) dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
 
Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan [[Kuningan, Jakarta Selatan|Kuningan]] adalah tempat para peternak [[sapi perah]]. Kampung Kemandoran di mana tanah tidak sesubur Kemanggisan. Mandor, bek, jagoan silat banyak di jumpai disana semisal Ji'ih teman seperjuangan [[Si Pitung]] dari Rawabelong. Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda, meski kemampuan [[pencak silat]] mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustaz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.
 
Warga [[Tebet, Jakarta Selatan|Tebet]] aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran [[Senayan]], karena saat itu program [[Ganefo]] yang dicetuskan oleh Bung Karno menyebabkan warga Betawi eksodus ke Tebet dan sekitarnya untuk "terpaksa" memuluskan pembuatan kompleks olahraga [[Gelora Bung Karno]] yang dikenal sekarang ini.
<!-- Catatan: sembunyikan sementara opini. Naval Scene
Dan banyak lagi, namun secara umum hampir semua profesi yang ada biasa dilakukan oleh kaum Betawi juga. Namun karena secara umum warga Betawi bukan warga yang sektarian macam warga daerah lainnya, kaum Betawi adalah kaum yang egaliter, kosmopolitan, modern dalam arti sesungguhnya yaitu menghargai pluralitas baik budaya, ras, kuliner, bahkan agama dan kepercayaan sehingga menonjolkan rasa kedaerahan lebih mengarah pada nilai-nilai Islam yang menjadi dasar way of life-nya mereka.
-->
Karena salah satu asal-muasal berkembangnya suku Betawi adalah dari asimilasi (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.
<!--
Namun sekarang nilai-nilai kebetawian mencoba untuk "diangkat" oleh orang-orang non-Betawi, sehingga tata nilai, acuan mereka sangat subjektif dan justeru mencerminkan nilai-nilai sektarian, kedaerahan mereka. Mereka lupa, pada dasarnya tidak ada etnis Betawi. Yang ada adalah orang-orang dari:
1. Kampung Kemanggisan
2. Kampung Melayu
3. Kampung Rawa Belong
4. Kampung Kemandoran
5. Kampung Batusari
6. Kampung Slipi
7. Kampung Juraganan (Sekarang Permata Hijau)
8. Kampung Paseban
9. Kampung Kwitang
10. Kampung Tugu
11. Kampung Tomang
12. Dan lain-lain.
 
Artinya mereka membawa budaya, cara pandang, profesi, gaya bicara, bahasa, kuliner, keyakinan mereka masing-masing yang memang cenderung tidak jauh berbeda meski pada dasarnya berbeda.
-->
 
== Tokoh ==
[[Berkas:Mohammad Husni Thamrin 1961 Indonesia stamp.jpg|ka|240px|jmpl|[[Mohammad Hoesni Thamrin]], pahlawan nasional dari Betawi.]]
* [[Karis Alika Islamadina|Alika]] - penyanyi, anggota grup vokal wanita [[Princess]]
* [[Alya Rohali]] - aktris, presenter, [[Puteri Indonesia 1996]]
* [[Benyamin Sueb]] - seniman, aktris, penyanyi, presenter
* [[Ida Royani]] - aktris, penyanyi, designer
* [[Bokir]] - seniman lenong
* [[Deddy Mizwar]] - aktor, sutradara, tokoh perfilman, Wakil Gubernur Jawa Barat (2013-2018)
* [[Fauzi Bowo]] - Gubernur DKI Jakarta (2007-2012)
* [[Firman Muntaco]] - sastrawan
* [[Hassan Wirajuda]] - mantan Menteri Luar Negeri
* [[Ismail Marzuki]] - pahlawan nasional, seniman
* [[Dewi Rezer]] - artis
* [[Mandra]] - artis
* [[Mastur]] - artis
* [[Mat Solar]] - artis
* [[Dewi Sandra]] - artis, penyanyi
* [[Muhammad Husni Thamrin]] - pahlawan nasional
* [[Nasir (seniman lenong)|Nasir]] - seniman lenong
* [[Nawi Ismail]] - sutradara, tokoh perfilman
* [[Noer Alie]] - pahlawan nasional, ulama
* [[Omaswati]] - artis
* [[Ridwan Saidi]] - budayawan, politisi
* [[SM Ardan]] - sastrawan
* [[Asmirandah]] - aktris, penyanyi
* [[Intan Nuraini]] - aktris, penyanyi
* [[Zee Zee Shahab]] - aktris, presenter
* [[Aelke Mariska]] - aktris, model
* [[Surya Saputra]] - aktor, penyanyi
* [[Suryadharma Ali]] - Menteri Agama
* [[Tuty Alawiyah]] - mubalighat, tokoh pendidik, mantan menteri
* [[Ussy Sulistyowati]] - artis
* [[Zainuddin MZ]] - ulama
* [[David Nurbianto]] - Komedian
* Saefullah - Sekda DKI Jakarta (2014- Sekarang)
 
== Kuliner ==
{{main|Masakan Betawi}}
=== Masakan ===
Masakan khas Betawi antara lain [[gabus pucung]], [[Laksa|laksa betawi]]. [[sayur babanci]], sayur godog, [[soto Betawi]], ayam sampyok, [[kerak telor]], [[asinan Betawi]], [[soto tangkar]] dan [[nasi uduk]].<ref name="JPBetawi-cuisine">{{cite news|title=Weekly 5: A crash course in Betawi cuisine |author=Indah Setiawati |date=8 November 2013 |newspaper=The Jakarta Post |url=http://www.thejakartapost.com/news/2013/11/08/weekly-5-a-crash-course-betawi-cuisine.html|accessdate=5 August 2016}}</ref>
 
<gallery>
Berkas:Kerak Telor Betawi Vendor.jpg|[[Kerak telor]]
Berkas:Soto Betawi Jakarta Street Side Food.JPG|[[Soto Betawi]]
Berkas:Nasi Uduk Jengkol Daging Krecek.JPG|[[Nasi uduk]] [[Semur|semur jengkol]]
Berkas:Ketoprak Boplo.JPG|[[Ketoprak]]
Berkas:Asinan Betawi 2.jpg|[[Asinan Betawi]]
</gallery>
 
=== Kue-kue ===
Kue-kue khas Betawi misalnya [[kue cucur]], [[kue rangi]], [[kue talam]], kue kelen, [[kue kembang goyang]], [[kerak telor]], [[sengkulun]], [[putu mayang]], andepite, [[kue ape]], kue cente manis, kue pepe, kue dongkal, kue geplak, [[dodol betawi]], dan [[roti buaya]].
 
=== Minuman ===
Minuman khas Betawi contohnya adalah [[es selendang mayang]], es goyang, dan [[bir pletok]].
 
== Lihat pula ==
* [[Rumah panggung Betawi]]
* [[Pakaian pengantin Betawi]]
 
== Referensi ==
{{reflist|30em}}
 
== Bacaan lebih lanjut ==
* Castles, Lance ''The Ethnic Profile of Jakarta'', Indonesia vol. I, Ithaca: Cornell University April 1967
* Guinness, Patrick ''The attitudes and values of Betawi Fringe Dwellers in Djakarta'', Berita Antropologi 8 (September), 1972, hlm.&nbsp;78–159
* Knoerr, Jacqueline ''Im Spannungsfeld von Traditionalität und Modernität: Die Orang Betawi und Betawi-ness in Jakarta'', Zeitschrift für Ethnologie 128 (2), 2002, hlm.&nbsp;203–221
* Knoerr, Jacqueline ''Kreolität und postkoloniale Gesellschaft. Integration und Differenzierung in Jakarta'', Frankfurt & New York: Campus Verlag, 2007
* Saidi, Ridwan. ''Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya''
* Shahab, Yasmine (ed.), ''Betawi dalam Perspektif Kontemporer: Perkembangan, Potensi, dan Tantangannya'', Jakarta: LKB, 1997
* Wijaya, Hussein (ed.), ''Seni Budaya Betawi. Pralokarya Penggalian Dan Pengembangannya'', Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1976
 
== Pranala luar ==
{{Portal|Indonesia}}
* [https://www.youtube.com/watch?v=50OzLYixcQc Percakapan umum dan kehidupan sehari-hari orang Betawi]
* [https://www.youtube.com/watch?v=U4TxdPZT_Zk Si Jali-jali, lagu daerah Betawi]
 
{{Topik Jakarta}}
 
[[Kategori:Betawi| ]]
[[Kategori:Suku bangsa di Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Betawi]]