Jaksa Pepitu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 47:
Pada tahun 1715, Pangeran Arya Cirebon telah mengambil Surya Dita yang merupakan seorang mantan mantri di [[kesultanan Kanoman]] untuk menjadi bawahannya, peraturan yang dipakai oleh Pangeran Arya Cirebon ialah peraturan berkenaan dengan ''sentana'' (keluarga kesultanan) yang diperbolehkan untuk berpindah dukungan ke penguasa yang lainnya dengan kemauannya sendiri<ref name=mason/>.
Permasalahan kemudian mengemuka berkenaan dengan lahan persawahan yang dimiliki oleh Surya Dita, haruskah lahan tersebut ikut berpindah ke Pangeran Arya Cirebon atau tetap dibawah kontrol [[kesultanan Kanoman]] yang pada masa itu diwakilkan oleh [[Pangeran Raja Depati Kusuma | Pangeran Raja Depati Kusuma Agung]]. Pada persidangan ''[[Jaksa Pepitu]]'' di tahun 1717 para jaksa tidak memiliki suara bulat dalam menentukan hasil persidangan, terlebih ketika jaksa yang mewakili Sultan Sepuh menemukan bahwa hasil suara mayoritas tersebut pada keputusannya memiliki unsur yang bertentangan dengan hukum yang berlaku sehingga keputusan tersebut dapat dikatakan tidak sah.
Residen Cirebon pada masa itu mendesak agar dicarikan segera solusi atas permasalahan tersebut, kemiripan dengan kasus Japura dengan Kanci pada tahun 1710-1711 terlihat jelas. Para jaksa terlihat bingung dalam menjawab desakan residen Cirebon atas solusi dan menghindari penolakan dari pihak yang kalah seandainya solusi yang ditawarkan berbeda dengan hukum dan kebiasaan yang berlaku, mengingat kebalikan dari pendirian para pangeran dari keluarga Sepuh pada kebulatan suara keputusan jaksa, tampak jelas bahwa prinsip-prinsip hukum tradisional digunakan sebagai alasan yang tepat bagi para pangeran untuk mengejar kepentingan ekonomi<ref name=mason/>.
|