Stasiun Majalaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Delta Serayu (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Menolak perubahan teks terakhir (oleh Delta Serayu) dan mengembalikan revisi 17148330 oleh RaFaDa20631
Tag: Pengembalian manual
Baris 31:
 
Asal-usul proyek pembangunan ''shortcut'' atau jalur pintas Majalaya–Cicalengka ini sangat kurang jelas. Meski begitu, Iman Subarkah menyatakan dalam bukunya yang berjudul ''Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita'' bahwasannya
pembangunan lintas ini dimaksudkan untuk menghubungkan [[Stasiun Majalaya]] yang berada di [[Jalur kereta api Dayeuhkolot–Majalaya|lintas Dayeuhkolot–Majalaya]] dengan [[Stasiun Cicalengka]] yang berada di [[Jalur kereta api Padalarang–Kasugihan|lintas Padalarang–Kasugihan]]. Dengan begitu, maka
daerah [[Bandung]] Selatan akan terkoneksi dengan daerah [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]] melalui kereta api. Bahkan, ketika itu beliaulah yang diberi tugas untuk mengawasi pelaksanaan pembangunan jalur ''shortcut'' ini.<ref>{{Citebook|title=Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita 1867 - 1992|first=Iman|last=Subarkah|page=52 dan 53|publisher=Yayasan Pusat Kesejahteraan Karyawan Kereta Api|location=Bandung|year=1992}}</ref>
 
Awalnya tahun 1942, Jepang sempat memiliki konsep akan adanya jalur ''shortcut'' yang menghubungkan [[Cicalengka]] dengan [[Majalaya, Bandung|Majalaya]] tanpa harus memutar jauh melalui [[Bandung]] dan [[Dayeuhkolot, Bandung|Dayeuhkolot]]. Akan tetapi, [[Jepang]] tidak kunjung merealisasikan niat tersebut. Hingga Juni 1945, Jepang mengerahkan ribuan tahanan perangnya yang berasal dari kamp di daerah Cimahi ke Majalaya dengan menggunakan kereta api. Seluruh tahanan tersebut terdiri atas anak laki-laki dan pria dewasa yang sebagian besar berasal dari [[Belanda|Negeri Kincir Angin]]. Pengerahan tahanan perang ini tak lain dan tak bukan ditujukan untuk membangun jalur pintas kereta api Cicalengka–Majalaya. Pembangunan jalur pintas ini awalnya dimulai dari Majalaya. Selang beberapa minggu kemudian, Jepang mengerahkan tahanan perang lagi di Cicalengka. Disana, mereka mulai membangun tanggul-tanggul di area persawahan untuk dijadikan ''railbed''.<ref name="Jan de Bruin">{{Citebook|title=Het Indische Spoor In Oorlogstijd De spoor- en tramwegmaatschappij in Nederlands-Indië in de vuurlinie 1873-1949|first=Jan de|last=Bruin|year=2003|publisher=Uquilair B.V.|page=122-?}}</ref>
 
Selama pekerjaan berlangsung, banyak tahanan perang meninggal karena dipaksa bekerja keras, belum lagi dengan panasnya terik matahari dan krisis air bersih yang disebabkan oleh kemarau panjang, gizi buruk, hingga mewabahnya beragam penyakit dikalangan para pekerja yang semakin memperkeruh keadaan.<ref name="Jan de Bruin"/><ref>{{Citeweb|url=http://archief.gastdocenten.com/mannenkampen-medio-1942-1945/|website=archief.gastdocenten.com|title=Mannenkampen, medio 1942 – 1945, Spoorweg Tjitjalenka|first=H.A.M.|last=Liesker}}</ref>