[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Wichelboek_TMnr_A-1389.jpg|jmpl|Pustaha Agung]]
'''Pustaha Agung''' adalah salah satu [[pustaha]] terbesar yang pernah dibuat. danKata sekarang'Agung' beradamerujuk pada pustaha tersebut sebagai koleksi pustaha terbesar di [[Tropenmuseum]], [[Belanda]].
Pustaha Agung adalah salah satu pustaha tertua di dunia. Panjangnya lebih dari 50 cm, tingginya 42 sentimeter, merupakanbisa pustahajadi yang terbesar di dunia.<ref name=":0">{{Cite web|last=|first=|date=|title=The great pustaha - Nationaal Museum van Wereldculturen - Google Arts & Culture|url=https://artsandculture.google.com/exhibit/the-great-pustaha/AQ2ZzxcN|website=Google Arts & Culture|language=en|access-date=30 September 2020}}</ref> Pustaha Agung telah dipamerkan sejak awal pendirian museum. Sebelum Tropenmuseum resmi dibuka, pengunjung dapat mengunjungi Pameran Peringatan 25 tahun masa pemerintahan [[Wilhelmina dari Belanda|Ratu Wilhelmina]] pada tahun 1923. Meskipun museum masih dalam pembangunan, benda-benda sudah dipajang di atas meja di galeri museum, termasuk Pustaha Agung.{{Sfn|Westerkamp|(2009)|p=168}}
== Sejarah ==
Pustaha Agung telah disimpan sejak tahun 1850-an, tetapi usia sebenarnya bisa jadi lebih tua. Isinya diterjemahkan ke dalam [[bahasa Belanda]] oleh Pastor H.J.A. Promes in 1968. Pustaha Agung berisi nama-nama pendeta dan desa tempat mereka tinggal. Dengan mempelajari nama desa-desa tersebut, dapat diasumsikandiperkirakan bahwa ilmu tersebutsihir dalam pustaha berpindahmenyebar dari barat [[Danau Toba]] ke barat daya, sampai ke desa Lobu Siregar di [[Siborongborong, Tapanuli Utara|Siborongborong]]. [[Datu]] yang menulis dan memiliki Pustaha Agung, bernama Guru Tumurun Hata ni adji, namora Simandjuntak tinggal di desa ini.{{Sfn|Westerkamp|(2009)|p=165}}
Pustaha dibawa ke Belanda oleh ahlilinguis bahasabernama [[Herman Neubronner van der Tuuk]]. Van der TuukDia lahir di [[Malaka (disambiguasi)|Malaka]] (pada 1824). Pada usia 12 tahun, ia menempuh pendidikan di [[Belanda]]. SebagaiDia seorang ahli bahasa, dia pergi ke Sumatra untukkemudian ditugaskan keoleh [[Nederlands Bijbelgenootschap|Lembaga Alkitab Belanda]] ke [[Sumatra]] untuk untuk menerjemahkan [[Alkitab]] ke dalam [[bahasa Batak]]. Pada tahun 1851, ia tiba di Sumatera Utara. Pada tahun 1852, ia pindah ke kota pelabuhan [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]] di Sumatera Utara di pantai barat Sumatera. Dari sana ia melakukan perjalanan ke pedalaman [[tanah Batak]] ditempat mana iadia menemukan bahasa Batak dalamdituturkan bentuknyaoleh yang[[Bahasa palingibu|penutur murnijati]]. Van der Tuuk mungkin orang Eropa pertama yang melihat [[Danau Toba]]. Van der Tuuk mengumpulkan berbagai kerajinan Batak selama tinggal antara tahun 1851 dan 1857, termasuk Pustaha Agung.{{Sfn|Westerkamp|(2009)|p<ref name=165}}":0" />
Pada tahun 1857, Van der Tuuk terpaksa kembali ke Barus setelah hampir dibunuh oleh [[Sisingamangaraja XII|Sisingamangaraja]]. IaSetelah kembaliitu ke Belanda pada tahun 1857 dandia tidak pernah kembali ke Sumatera. Di Belanda, Van der Tuuk menyelesaikan empat jilid kamus Batak-NederduitschBelanda dan menerjemahkan sejumlah [[Alkitab#Daftar Kitab dalam Alkitab Kristen|kitab daridalam Alkitab]]. DiaVan merindukander Tuuk kembali ke [[Hindia Belanda]] sehinggadan akhirnya menetap di [[Bali United F.C.|Bali]]. Pada tahun 1894, Van der Tuuk meninggal karena [[disentri]] pada usia 70 tahun di sebuah rumah sakit militer di [[Kota Surabaya|Surabaya]].{{sfn|Tropenmuseum|(2012)|p=11|ps=, "Upon his return, he worked on translating the books of the Bible into Batak and on publishing his Batak-Dutch Dictionary (1861)."}} Pada tahun 1862, sebelum ke Bali, van der Tuuk menyumbangkan koleksinya ke Museum Etnografi Masyarakat Zoologi Natura Artis Magistra di Amsterdam, sekarang dikenal sebagai Kebun Binatang ARTIS. Saat itu kebun binatang biasa memajang koleksi etnografis. Artefak biasanya diperoleh dari kolektor pribadi, administrator, agen perdagangan, pelancong, penjelajah, misionaris, perusahaan, dan masyarakat ilmiah. Tidak ada bidang minat tertentu, semua benua diwakili dalam sekelompok item etnografi yang tidak diklasifikasikan.{{Sfn|Westerkamp|(2009)|p=168}}
== Bentuk ==
Jika ditutup, pustaha berbentuk binatang yang berdiri di atas keempat kukunya. Bagian atas dihiasi dengan ukiran gambar binatang mirip ular berkepala singa. Di bagian bawah ada empat kaki atau kuku. Achim Sibeth, penulis ''The Batak'', berkomentar bahwa hewan tersebut adalah representasi dari [[Naga Padoha]], seekor ular air purba yang menguasai dunia bawah.{{Sfn|Westerkamp|(2009)|p=177}} Mitos penciptaan Batak menceritakan bahwa pada zaman purba ketika dunia adalahmasih berbentuk lautan, ular mengaduk pasir dari dasar samudra untuk menciptakan pulau-pulau pertama yang menciptakanmenjadi pulau-pulau di Indonesia.<ref name=":0" /> Ahli lain berpendapat bahwa sosok tersebut mewakili singa, diserap dari [[Bahasa Sanskerta|bahasa Sansekerta]] saat kontak pertama dengan pedagang Hindu di daerah Batak selatan. Dalam budaya Batak, singa adalah makhluk mitos yang rumit yang terkaitberhubungan dengan ular betina. Contoh representasi singa dapat ditemukan pada kepala binatang dari kayu yang dikoleksi oleh Tassilo Adam, seorang pengusaha kebun berkebangsaan Jerman dan penyuka budaya [[Suku Batak Toba|Batak Toba]].{{Sfn|Westerkamp|(2009)|p<ref name=171}}":0" />
Halaman-halaman pustaha dilipat seperti [[buku musik]] yang digunakan dalam organ jalan mekanis. 56Lima halamanpulih enam halamannya terbuat dari kulit batang [[Gaharu (pohon)|gaharu]]. Panjang halaman kulit kayu mencapai 17 meter jika dibuka. Tinta terbuat dari campuran getah batang pohon rebusyang direbus dan bahan lainnya. Tusuk bambu, tanduk kerbau atau butiranlembaran daun aren digunakan untuk menulis. Pustaha Agung berisi deskripsi semua jenis mantra dan mantra yang dibutuhkan oleh datu. Contoh mantra dalam pustaha adalah mantra untuk menghancurkan desa lain; mantra untuk menghilangkan lawan; untuk menimbulkan cinta; dan cerita tentang penciptaan dunia.{{sfn|Westerkamp|(2009)|p=10164-165}}
Pustaha Agung selalu ditampilkan tanpa dibuka di museum, menekankan aspek fisiknya yang mirip binatang. Hal ini cenderung memberi [[stereotipe]]menggambarkan orang Batak sebagai orang barbar,yang primitif,tertinggal dan galak[[Barbarisme|barbar]].{{sfn|Sinclair|(2012)|p=131|ps=, "It has always been shown unopened, with emphasis on its physical aspect - a large magical creature carved on it - and surrounded by objects, thereby tending to stereotype the Batak as ferocious, primitive and heathen."}} ▼
Tali rotan dipasang di kaki depan dan melalui lubang di perut. Tali ini digunakan untuk membawa pustaha seperti tas.{{sfn|Westerkamp|2009|pp=163-81}}
▲Pustaha Agung selalu ditampilkan tanpa dibuka di museum, menekankan aspek fisiknya yang mirip binatang. Hal ini cenderung memberi [[stereotipe]] orang Batak sebagai orang barbar, primitif, dan galak.{{sfn|Sinclair|(2012)|p=131|ps=, "It has always been shown unopened, with emphasis on its physical aspect - a large magical creature carved on it - and surrounded by objects, thereby tending to stereotype the Batak as ferocious, primitive and heathen."}}
== Referensi ==
|