Timor Leste: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Azis Mutholib (bicara | kontrib)
Penambahan budaya dan suku campuran.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 86:
Menurut Laporan Pembangunan PBB 2006, hanya kurang dari 5% dari penduduk Timor berbicara bahasa Portugis secara fasih. Meskipun demikian, validitas laporan ini dipertanyakan oleh para anggota institut linguistik nasional Timor, yang mempertahankan pendapat bahwa bahasa Portugis diucapkan hingga 25% dari penduduk Timor. Seiring dengan bahasa lokal lainnya, bahasa [[Tetum]] merupakan bahasa yang paling umum digunakan untuk berkomunikasi, sementara itu bahasa Indonesia masih banyak digunakan di media dan sekolah dari SMA hingga perguruan tinggi. Sebagian besar kata dalam bahasa Tetum berasal dari bahasa Portugis, tetapi juga terdapat kata-kata serapan dari bahasa Indonesia, contohnya adalah notasi bilangan.
 
== Budaya &dan Sukusuku ==
{{utama|Budaya Timor Leste}}Timur Leste tidak memiliki budaya resmi, Budaya masyarakat timur Leste bergantung dengan budaya Timor-timor. Yaitu campuran suku dengan [[Indonesia]], Salah satunya adalah '''Suku Marobo.'''
 
'''Suku Marobo''' adalah suku yang bertempat tinggal di beberapa desa di Bobonaro, kota [[kota Maliana]], [[Timor Leste]], khususnya desa Ilatlaun, Atuaben, dan Soileso. Pada 1990 diketahui bahwa jumlah populasinya sekitar 3.000 jiwa. Suku Marobo masih mempunyai tali saudara dengan suku Kemak dan menggunakan bahasa Kemak, sehingga sering juga disebut orang Kemak Marobo.Selain bahasa Kemak, suku Marobo juga menggunakan bahasa lain, yaitu bahasa Bunak atau Tenun Terik sebagai ''[[lingua franca]]'' untuk berkomunikasi dengan bangsa lain yang ada di sekitarnya. Jenis bahasa mereka adalah jenis bahasa orang laut yang terancam punah, bersamaan dengan bahasa-bahasa milik suku bangsa Punan, Asmat, Mentawai, dan Sakai.{{Butuh rujukan}}
 
Seorang antropolog Prancis bernama Brigitte Clamagirand pernah menetap di pemukiman suka Marobo. Ia membuat dokumentasi yang menggambarkan masyarakat Marobo mempunyai keahlian di seni tenun. Suku Marobo memang terkenal atas tenun (atau 'tais', sebuah jenis tenun Timor Leste). Sayangnya, pengetahuan tenun dengan masyarakat Marobo sendiri terputus saat Indonesia menduduki Timor pada 1975.{{Butuh rujukan}}
 
== Catatan ==