Arianisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Distinguish2|"[[Ras Arya|Aryanisme]]", yang adalah ideologi rasial}}
 
'''Arianisme''' adalah [[Kristologi|doktrin Kristologi]]<ref name="Steinacher" /><ref>{{Cite encyclopedia |title=Arianism |encyclopedia=Encyclopædia Britannica |url=https://www.britannica.com/topic/Arianism}}</ref><ref name="JE">{{Cite encyclopedia |url=http://www.jewishencyclopedia.com/articles/1757-arianism/ |title=ARIANISM |last=Kohler |first=Kaufmann |author-link=Kaufmann Kohler |last2=Krauss |first2=Samuel |encyclopedia=[[Jewish Encyclopedia]] |publisher=[[Kopelman Foundation]] |access-date=15 Mai 2020 |quote=Salah satu [[Bidaan dalam Kekristenan|bidah]] [[Gereja negara Kekaisaran Romawi|Kristen]], dicetuskan Arius, Uskup Aleksandria (wafat 336), yang mengajarkan bahwa Sang Putra tidak sehakikat ({{lang-el|ὁμοούσιος}}, ''homoousios''; {{lang-la|consubstantialis}}) dengan Sang Bapa, sehingga menimbulkan skisma di dalam Gereja, yang berdampak pada nasib orang Yahudi di berbagai negeri. Mengingat fakta bahwa kebanyakan [[suku Jermanik|suku rumpun Jermanik]]—misalnya [[Goth|Orang Goth]] Barat dan orang Goth Timur, maupun [[orang Franka]], [[Langobardi|orang Lombardi]], [[Suebi|orang Suevi]], dan [[Vandal|orang Vandal]]—dibaptis menjadi umat Kristen Arian, dan bahwa suku-suku ini menetap di daerah-daerah yang tersebar di bekas wilayah Kekaisaran Romawi, sejumlah besar orang Yahudi, yang sebelumnya sudah menetap di daerah-daerah tersebut, berada di bawah pemerintahan orang Kristen Arian. Berbeda dengan pemerintahan di daerah-daerah kekuasaan Gereja yang ortodoks, pemerintahan orang Kristen Arian secara bijak menoleransi dan bersikap lunak kepada umat beragama lain. Kebijakan ini terutama berpangkal pada rasa keadilan sederhana yang merupakan ciri khas alami pada kanak-kanak, tetapi dapat pula ditelusuri sumbernya sampai taraf tertentu kepada pokok-pokok kesesuaian tertentu antara doktrin Kristen Arian dan ajaran agama Yahudi, yakni pokok-pokok yang sepenuhnya absen dalam ajaran agama Kristen yang ortodoks. Ajaran Kristen Arian yang menitikberatkan hubungan subordinasi Sang Putra—yakni Mesias—dengan Allah Bapa jauh lebih mendekati [[Mesias dalam agama Yahudi|doktrin Yahudi mengenai Mesias]] daripada gagasan keilahian penuh Sang Putra yang dinyatakandicanangkan di [[Konsili Nicea|Nikea]].}}</ref> [[anti-Tritunggal|nontrinitarian]]<ref name="Steinacher">{{Cite book |url=https://books.google.com/books?id=8RsGDAAAQBAJ&printsec=frontcover |title=Arianism: Roman Heresy and Barbarian Creed |last=Berndt |first=Guido M. |last2=Steinacher |first2=Roland |date=2014 |publisher=[[Routledge]] |isbn=978-14-09-44659-0 |quote=Arius hendak menggarisbawahi [[Transenden|transensensi]] dan esanya [[Allah Bapa|keilahian Allah]] [...]. Bagi Arius [[Monoteisme|hanya Allah]] yang tidak berawal, tidak diperanakkan, dan kekal. Dengan terminologi [[teologi negatif]], Arius menekankan monoteisme [[anti-Tritunggal|lewat berbagai macam cara baru]]. Allah hanya dapat dipahami sebagai [[Dewa pencipta|creator]]. Ia menyangkal kesamakekalan [[Logos (Kekristenan)|Logos]] dengan Allah karena jika benar demikian maka Allah akan hilang keunikan-Nya. Hanya Allah saja yang kekal, dan oleh karena itu tidak senantiasa merupakan Sang Bapa. [...] Berlandaskan ayat-ayat [[kitab Amsal]] ({{Alkitab|Amsal 8:22–25}}), Arius merumuskan dalilnya bahwa Sang Putra diciptakan. Bagi Arius, Logos sepenuhnya berada di sisi Yang Ilahi, tetapi lebih rendah daripada Allah.}}</ref> yang berpendirian bahwa [[Yesus Kristus]] adalah [[Anak Allah|Putra Allah]], yang diperanakkan [[Allah Bapa]],<ref name="Steinacher" /> dan berbeda dari Allah Bapa (oleh karena itu lebih rendah daripada Allah). Selain itu, Putra Allah juga adalah [[Allah Putra]] tetapi tidak sama kekalnya dengan Allah Bapa.<ref name="Steinacher" /><ref name="ehrmanblogariusalexander">{{Cite web |url=https://ehrmanblog.org/the-controversies-about-christ-arius-and-alexander/ |title=The Controversies about Christ: Arius and Alexander |last=Ehrman |first=Bart D. |authorlink=Bart D. Ehrman |website=The Bart Ehrman Blog}}</ref> Teologi Arian mula-mula dianggap berasal dari [[Arius]]<ref name="Steinacher" /><ref name="JE" /> ([[circa|''ca.'']] 256–336 M), seorang [[presbiter]] di [[Aleksandria|kota Aleksandria, Mesir]]. Istilah ''kaum Arian'' berasal dari nama Arius, dan (sama seperti istilah ''orang Kristen'') bukan sebutan yang mereka gunakan untuk menyebut diri sendiri, melainkan [[eksonim dan endonim|sebutan dari orang-luar]].<ref>{{Cite book |title=Archetypal heresy : Arianism through the centuries |last=Wiles, Maurice, 1923–2005. |date=1996 |publisher=Clarendon Press |isbn=9780191520594 |location=Oxford |pages=5 |oclc=344023364}}</ref> Ajaran-ajaran Arius dan para pendukungnya mengenai kodrat [[Tritunggal]] dan kodrat Kristus pada hakikatnya bertentangan dengan pandangan-pandangan teologis yang dianut umat Kristen [[Homoousion|Homoousian]]. [[Kristologi|Konsep Kristus]] Arian didasarkan atas keyakinan bahwa Putra Allah tidak senantiasa ada, tetapi diperanakkan di dalam waktu oleh Allah Bapa, dan oleh karena itu Yesus tidak sama kekalnya dengan Allah Bapa.<ref name="Steinacher" /><ref name="ehrmanblogariusalexander" />
 
Pertikaian terjadi antara kedua tafsir (Arianisme dan Homoousianisme) yang sama-sama didasarkan pada teologi ortodoks kala itu, masing-masing berusaha untuk memecahkan dilema teologinya.<ref name="ehrmanblogariusalexander"/> Dengan demikian, sejak semula kedua tafsir yang sama-sama ortodoks ini sengaja memicu konflik guna menarik perhatian para pakar dan merumuskan ajaran ortodoks yang baru.<ref name="ehrmanblogariusalexander"/> [[Homoousios|Homoousianisme]] secara resmi dikukuhkan sebagai tafsir yang benar oleh dua [[Konsili Ekumenis]] yang pertama. [[Konsili Nicea I|Konsili Nikaia Pertama]] pada 325 menyatakan Arianisme sebagai bid'ah.<ref name="Ferguson2013"/> Seluruh mazhab utama dalam agama Kristen sekarang ini menganggap Arianisme sebagai paham yang [[Heterodoksi|heterodoks]] dan [[ajaran sesat|sesat]].<ref>Ben Witherington III, The Living Word of God: Rethinking the Theology of the Bible (Waco, TX: Baylor University Press, 2009), hal.241.</ref>