== Silsilah tarekat ==
Syekh Abdul Qadir al-Jailani ini adalah urutan ke 17 darintaidari mata rantai emas mursyid tarekat ini. Garis silsilah tarekat Qadiriyah disebutkan berasal dari [[Ali bin Abi Thalib]], [[Husain bin Ali|Al-Husain]], [[Ali bin Husain|Ali Zainal Abidin]], [[Muhammad al-Baqir]], [[Ja'far ash-Shadiq]], [[Musa al-Kadzim]], [[Ali ar-Ridha]], selanjutnya melalui [[Ma'ruf al-Karkhi]], Abul Hasan Sarri as-Saqati, [[Junaid al-Baghdadi]], Abu Bakar as-Syibli, Abul Fadli Abdul Wahid at-Tamimi, Abul Faraj at-Tartusi, Abul Hasan Ali al-Hakkari, Abu Sa'id Mubarak al-Makhzumi, dan Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir al-Jailani.
== Cabang tarekat ==
Tarekat Qadiriyah ini dikenal luwes, yaitu bila murid sudah mencapai derajat syekh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan ia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelanial-Jailani sendiri, ''"Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikhsyekh dan [[Allah]]-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya."''{{cn}}
Mungkin karena keluwesannyakeluwesan tersebut, sehinggahingga kini terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qadiriyah di dunia [[Islam]]. Seperti [[Tarekat Banawa|Banawa]] yang berkembang pada [[abad ke-19]], [[Tarekat Ghawtsiyah|Ghawtsiyah]] ([[1517]]), [[Tarekat Junaidiyah|Junaidiyah]] ([[1515]] M), [[Tarekat Kamaliyah|Kamaliyah]] ([[1584]] M), dan lain-lain, semuanya berasal dari India. Di Turki terdapat [[tarekat Hindiyah|Hindiyah]], [[Tarekat Khulusiyah|Khulusiyah]], dan lain-lain. Dan di [[Yaman]] ada [[tarekat Ahdaliyah|Ahdaliyah]], [[Tarekat Asadiyah|Asadiyah]], [[Tarekat Mushariyyah|Mushariyyah]]. Sedangkan di Afrika di antaranya terdapat [[tarekat Ammariyah|Ammariyah]], [[Tarekat Bakka'iyah|Bakka'iyah]], dan lain sebagainya.{{Cn}}
== Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ==
Di Indonesia, pencabangan Tarekat Qadiriyah ini secara khusus oleh Syekh [[Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi|Ahmad Khatib as-Sambasi]] digabungkan dengan [[Tarekat Naqsyabandiyah]] menjadi [[Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah]]. Kemudian garis silsilahnya yang salah satunya melalui Syekh [[Abdul Karim al-Bantani|Abdul Karim Tanara al-Bantani]] berkembang pesat di seluruh Indonesia.
Syekh Ahmad Khatib memiliki banyak wakil, di antaranya adalah: Syekh Abdul Karim dari Banten, Syekh Ahmad Thalhah dari Cirebon, dan Syekh Ahmad Hasbullah dari Madura, Syekh Muhammad Isma'il Ibnbin AbdulhimAbdul Rahim dari Bali, Syekh Yasin dari Kedah Malaysia, Syekh Haji Ahmad dari Lampung dan Syekh Muhammad Makruf bin Abdullah al-Khatib dari Palembang. Mereka kemudian menyebarkan ajaran tarekat ini di daerah masing-masing.{{Cn}}
Penyebaran ajaran tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah di daerah Sambas Kalimantan Barat (asal syekhSyekh Ahmad Khatib) dilakukan oleh dua orang wakilnya yaitu syekhSyekh Nuruddin dari PhilipinaFilipina dan syekhSyekh Muhammad Sa'ad putra asli Sambas. Baik di Sambas sendiri, maupun di daerah-daerah lain di luar pulau Jawa, Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah tidak dapat berkembang dengan baik. Keberadaan tarekat ini di luar pulau Jawa, termasuk di beberapa negara tetangga berasal dari kemursyidan yang ada di pulau Jawa. Penyebab ketidakberhasilan penyebaran tarekat ini di luar pulau Jawa adalah karena tidak adanya dukungan sebuah lembaga permanen seperti pesantren.
Setelah syekhSyekh Ahmad Khatib wafat (1878), pengembangan Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah dilakukan oleh salah seorang wakilnya yaitu syekhSyekh Tolhah bin Talabudin bertempat di kampungKampung Trusmi, Desa Kalisapu, Cirebon. Selanjutnya Diaia disebut Guruguru Tarekattarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah untuk daerah Cirebon dan sekitarnya. Salah seorang muridnya yang bernama Syekh Abdullah MubarokMubarak bin Nur Muhammad yang kemudian dikenal sebagai pendiri [[Pondok Pesantren Suryalaya]]. Setelah berguru sekian lama, maka dalam usia 72 tahun,dia ia mendapat ''khirqah'' (pengangkatan secara resmi sebagai guru dan pengamal ) Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah dari gurunya Mama' Guru Agung Syekh Tolhah bin Talabudin (dalam silsilah urutan ke 35). Selanjutnya Pondok Pesantren Suryalaya menjadi tempat bertanya tentang Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.
Dengan demikian, Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad dalam silsilah Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah berada pada urutan ke 36 setelah syekh Tholhah bin Talabudin.
Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad di kalangan para ikhwan (murid-muridnya) lebih dikenal dengan panggilan "Abah Sepuh" karena usia diausianya memang sudah tua atau sepuh, saat itu usianya sekitar 116 tahun. Di antara murid-murid dia adamuridnya, yang paling menonjol dan memenuhi syarat untuk melanjutkan kepemimpinan dia. Murid tersebutkepemimpinannya adalah putranya sendiri yang ke-5, yaitu KH.A. Shohibulwafa Tajul Arifin, yang diangkat sebagai (wakil Talqin(''talqin'') dan sering diberi tugas untuk melaksanakan tugas-tugas kesehariankesehariannya. dia,Para olehikhwan karenatarekat itumemanggil paraKH.A. ikhwanShohibulwafa tarekatTajul memanggilArifin diadengan panggilan "Abah Anom " (Kyai Muda), karena usianya saat itu sekitar 35 tahun. Sepeninggal syekhSyekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad, peran sebagai mursyid Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah yang berpusat di Pondok Pesantren Suryalaya dilanjutkan oleh KH.A. Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom) sampai sekarang, diadan ia mempunyai wakil (''talqin'') yang cukup banyak dan tersebar di 35 wilayah, termasuk juga di Singapura dan Malaysia.
== Lihat pula ==
|