Antaludin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Tumenggung Antaluddin''' adalah seorang panglima perang dalam Perang Banjar dengan pusat perjuangan di kawasan Gunung Madang di [[kabupaten Hulu Sungai...'
 
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 3:
Pada masa itu [[Pangeran Hidayatullah]] dan [[Demang Lehman]] meminta kepada Tumenggung Antaluddin untuk membuat [[benteng]] pertahanan di Gunung Madang. Pasukan Pangeran Hidayatullah, Demang Lehman dan pasukan Tumenggung Antaluddin terkumpul di sekitar benteng ini pada bulan September 1860.
 
== Pertempuran Gunung Madang 3 September 1860 ==
Persiapan benteng pertahanan di Gunung Madang ini diketahui oleh [[Belanda]] sehingga datanglah serangan pasukan [[Belanda]] secara mendadak pada [[3 September]] [[1860]], sementara benteng belum selesai dibangun. Serdadu Belanda menyelusuri kampung [[Karang Jawa]] dan [[Ambarai]] dan langsung menuju Gunung Madang. Serdadu Belanda terkejut, ketika baru mendekati [[bukit]] itu serangan mendadak menyebabkan beberapa serdadu Belanda [[tewas]]. Sekali lagi serdadu Belanda mendekati bukit tetapi sebelum sampai serangan gencar menyambutnya, sehingga tentara Belanda mundur kembali ke benteng Amawang.
 
== Pertempuran Gunung Madang 4 September 1860 ==
Keesokan harinya tanggal [[4 September]] [[1860]] pasukan [[infantri]] dari batalyon ke-13 mengadakan serangan kedua kalinya. [[Serdadu]] Belanda ini dilengkapi dengan [[mortir]] dan berpuluh-puluh orang perantaian untuk membawa perlengkapan perang dan dijadikannya umpan dalam [[pertempuran]]. Serdadu Belanda melemparkan 3 biji [[granat]] tetapi tidak berbunyi, dan disambut dengan tembakan dari dalam benteng Gunung Madang. Di dalam benteng Gunung Madang terdapat pula beberapa orang perantaian yang lari memihak pasukan Pangeran Hidayatullah ketika terjadi pertempuran di [[Pantai Hambawang]] yang terjadi sebelumnya. Ketika Letnan de Brauw dan Sersan de Vries menaiki kaki Gunung Madang, dia hanya diikuti serdadu [[bangsa]] [[Eropah]] sedangkan serdadu bangsa [[bumiputera]] membangkang tidak ikut bertempur Letnan de Brauw kena tembak di pahanya, dan 9 orang serdadu Eropah terkapar kena tembak dari arah dalam benteng. Setelah Letnan de Brauw kena tembak, serdadu Belanda mundur dan kembali ke benteng di Amawang. Serangan ketiga dilakukan beberapa hari kemudian setelah Belanda memperoleh bantuan dari [[Banjarmasin]] dan [[Amuntai]].
 
== Pertempuran Gunung Madang 13 September 1860 ==
Pada tanggal [[13 September]] [[1860]] Belanda melakukan kembali serangannya terhadap benteng Gunung Madang. Serangan ini dipimpin oleh Kapten Koch dengan perlengkapan [[meriam]] dan mortir. Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin mempersiapkan menunggu serangan Belanda sedangkan Pangeran Hidayatullah mengatur [[strategi]] untuk menghadapinya. Pertempuran ini terjadi dalam jarak dekat, tetapi Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin dengan gagah berani menghadapinya. Ketika bunyi [[senapan]] dan meriam bergema, tiba-tiba [[roda]] meriamnya hancur kena tembakan. Kapten Koch mempertimbangkan untuk mundur kembali ke benteng Amawang. Kegagalan serangan Kapten Koch ini tersebar sampai ke Banjarmasin, sehingga G.M. Verspyck memerintahkan Mayor Schuak menyiapkan pasukan infantri dari [[batalyon]] ke 13 yang terdiri dari 91 opsir bangsa Eropah.
 
== Pertempuran Gunung Madang 18 September 1860 ==
Pada tanggal [[18 September]] [[1860]] [[Mayor]] Schuak membawa pasukan dengan dibantu Kapten Koch menyerang Gunung Madang. Belanda membawa sebuah howitser, sebuah meriam berat dan mortir. Menjelang pukul 11.00 siang hari Demang Lehman memulai menyambut serdadu Belanda dengan tembakan. G.M. Verspyck yang berani mendekati benteng dengan pasukannya, kena tembak oleh anak buah Tumenggung Antaluddin, akhirnya mengundurkan diri membawa [[korban]]. Selanjutnya Kapten Koch memerintahkan memajukan meriam. Dengan jitu peluru mengenai serdadu pembawa meriam itu, dan jatuh terguling. Setelah pasukan meriam gagal, dilanjutkan dengan pasukan infantri mendapat giliran maju. Kapten Koch yang memimpin pasukan infantri maju, kena tembak di dadanya dan jatuh tersungkur. Dengan jatuhnya Kapten Koch tersebut serdadu Belanda menjadi bingung dan kehilangan komando. Mereka dengan bergegas menggotong mayat Koch dan berlari meninggalkan medan pertempuran, langsung mengundurkan diri kembali ke benteng Amawang. Setelah serangan keempat ini gagal, Belanda mempersiapkan kembali untuk penyerangan yang kelima Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin juga mempersiapkan siasat apa yang diambil untuk menghadapi serangan secara besar-besaran keluar dan tidak terpusat bertahan dalam benteng saja. Demang Lehman mendapat bantuan dari Kiai Cakra Wati pejuang wanita yang selalu menunggang [[kuda]] yang berasal dari daerah Gunung Pamaton (Distrik Riam Kanan).
 
== Pertempuran Gunung Madang 22 September 1860 ==
Serangan kelima terjadi pada tanggal [[22 September]] [[1860]]. Belanda mempersiapkan dengan teliti, belajar dari kegagalan [[empat]] kali penyerangannya. Belanda mempersiapkan mendirikan [[bivak]]-bivak dan perlindungan pasukan penembak meriam dengan sistem pengepungan benteng Gunung Madang. Pertempuran baru terjadi keesokan harinya dengan tembakan meriam dan lemparan granat. Pada pagi hari itu pertempuran tidak begitu seru, tetapi menjelang pukul 11.00 malam hari, tiba-tiba Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin mengadakan serangan besar-besaran dengan meriam dan senapan. Tembakan itu terus menerus bersahutan sampai menjelang [[subuh]]. Karena serangan yang gencar itu Belanda kehilangan [[komando]] apalagi [[malam]] hari yang gelap gulita. Pasukan Belanda kocar-kacir. Situasi yang tegang ini dipergunakan Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin beserta pasukannya keluar benteng dan menyebar keluar meninggalkan benteng, dan selanjutnya berpencar. [[Kiai]] [[Cakrawati]] meneruskan perjalanan ke [[Gunung Pamaton]] yang kemudian terlibat pula dalam pertempuran di Gunung Pamaton. Alangkah kecewanya Belanda ketika dengan hati-hati memasuki benteng untuk menghancurkan kekuatan Demang Lehman dan pasukannya ternyata benteng sudah kosong, hanya ditemukan satu orang [[mayat]] yang ditinggalkan.