'''Klenteng''' atau '''kelenteng''' ([[bahasa Hokkian]]: 廟, ''bio'') adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut [[Buddhismekepercayaan tradisional Tionghoa]] di [[Indonesia]] pada umumnya. TempatDikarenakan ibadahdi Tionghoa yang beragama Buddha paling aw adalah Kwan Im TengIndonesia, yangpenganut kemudiankepercayaan beradaptasitradisional sesuaiTionghoa pengucapansering masyarakatdisamakan lokalsebagai menjadi klenteng. Berbeda dengan Lithang, tempat ibadahpenganut agama [[Konghucu]], yangmaka gagasan untuk menjadikannya agama baru Dimulai 1900 menurut Choppel (The Origin of Confusianisme as Organized Religion in Java 1900-1923). Lithang pertama adalah Boen Bio (1906) di Surabaya,klenteng dengan hanyasendirinya Konghucu di altar Utama tanpa ada dewa-dewa. Claudine dan Lombard dalam Kklenteng-Klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Batavia hanya menulis satu entry untuk dewa agama Konghucu yaitu Konghucu. Keliru ketika klentengsering dianggap sama dengan tempat ibadah agama Konghucu. KecualiDi dalambeberapa konteks Tri Dharma atau Sam Kauwdaerah, yakniklenteng praktikjuga 3disebut ajarandengan (Tao,istilah Buddha,'''tokong'''.<ref>[http://www.artikata.com/arti-354794-tokong.php Konghucu)Definisi di'tokong'] satu tempat ibadah''artikata.com'', Tri Dharma di Jakarta dan sekitarnya cenderungDiakses pada Tri9 NabiMaret (Lao2011.</ref> Tze,Istilah Buddha,ini dandiambil Konghucu)dari dalambunyi satusuara altarlonceng denganyang liturgidibunyikan Tripada Dharmasaat untukmenyelenggarakan kebaktiannya, sementara Jawa Timur polanya kebaktian di kompartemen dan tata cara masing-masing (Buddha dan Konghucu), dalam satu TITDupacara.
Di beberapa daerah, klenteng juga disebut dengan istilah '''tokong'''.<ref>[http://www.artikata.com/arti-354794-tokong.php Definisi 'tokong'] ''artikata.com'', Diakses pada 9 Maret 2011.</ref> Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara.
Kelenteng adalah istilah “''generic''” untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur Tionghoa, dan sebutan ini hanya dikenal di pulau Jawa, tidak dikenal di wilayah lain di Indonesia, sebagai contoh di Sumatra mereka menyebutnya bio; di Sumatra Timur mereka menyebutnya ''am'' dan penduduk setempat kadang menyebut ''pekong'' atau ''bio''; di Kalimantan di orang Hakka menyebut kelenteng dengan istilah ''thai Pakkung'', ''pakkung miau'' atau ''shinmiau''. Tapi dengan waktu seiring, istilah ‘kelenteng’ menjadi umum dan mulai meluas penggunaannya.<ref>http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/3743-menghayati-kelenteng-sebagai-ekspresi-masyarakat-tionghoa-bagian-kedua</ref>