Bangsa Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pinerineks (bicara | kontrib) Membalikkan revisi 17750009 oleh Pinerineks (bicara) Tag: Pembatalan Dikembalikan |
Pinerineks (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual VisualEditor |
||
Baris 6:
Istilah "orang Indonesia" (bahasa Inggris: ''Indonesians'') pada mulanya digunakan oleh peneliti-peneliti Eropa sebagai kategori [[ras manusia]]. Antropolog Eropa memberikan dua pengertian tentang ras Indonesia, pertama sebagai satu kesatuan (sebagaimana ras Eropa atau ras kulit putih), dan kedua sebagai suatu kumpulan kategori budaya dan [[Kelompok etnik|etnisitas]] yang beragam. Istilah "orang Indonesia" dalam pengertian ras manusia mencuat pada 1850-an ketika [[George Windsor Earl]] dalam esainya yang berjudul "''On the leading characteristic of Papuan, Australian, and Malayu-Polynesian nations''" (bahasa Indonesia: ''Tentang Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia'') yang berusaha menggolongkan penduduk [[Kepulauan Melayu|Kepulauan Hindia]] sebagai ras kulit cokelat. Meski Earl pada akhirnya lebih memilih menggunakan istilah ''[[Sejarah nama Indonesia|Melayunesia]]'', penggunaan nama ''Indunesia'' atau ''Indonesia'' diteruskan oleh sejumlah peneliti setelahnya. Pemilihan ini berdasarkan pada keinginan mereka untuk menggambarkan kategori manusia yang murni geografis. Penggunaan istilah ras Indonesia kemudian didukung oleh banyak peneliti lain, sehingga istilah ras Indonesia menjadi sebutan bagi seluruh penduduk pribumi yang mendiami kepulauan ini, kepulauan yang kemudian nyaris seluruhnya menjadi jajahan Belanda.<ref name=":0">{{Cite book|last=Iriye|first=A.|last2=Saunier|first2=P.|date=2016-04-30|url=https://books.google.co.id/books?id=bKAYDAAAQBAJ&pg=PA349&dq=%22indonesian+race%22&hl=su&sa=X&ved=2ahUKEwjc3P6AuuTtAhUScCsKHb3TAvkQ6AEwA3oECAMQAg#v=onepage&q=%22indonesian%20race%22&f=false|title=The Palgrave Dictionary of Transnational History: From the mid-19th century to the present day|publisher=Springer|isbn=978-1-349-74030-7|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|last=Winet|first=Evan Darwin|date=2010-03-10|url=https://books.google.co.id/books?id=GqTtCwAAQBAJ&pg=PA40&dq=%22indonesian+race%22&hl=su&sa=X&ved=2ahUKEwjc3P6AuuTtAhUScCsKHb3TAvkQ6AEwAXoECAEQAg#v=onepage&q=%22indonesian%20race%22&f=false|title=Indonesian Postcolonial Theatre: Spectral Genealogies and Absent Faces|publisher=Springer|isbn=978-0-230-24667-6|language=en}}</ref><ref name="uhpress">. [http://web.archive.org/20040625134846/www.uhpress.hawaii.edu/books/seasiatext/excerpt.html#names David Chandler, et al. 2005. "''The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History''", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)]</ref>
Pada dua dasawarsa awal abad ke-20, istilah Indonesia ini kemudian dimanfaatkan para cendekiawan untuk membangun rasa kebersamaan dan nasionalisme. Keindonesiaan memberikan mereka titik temu, walau berasal latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda. Pada kalangan pelajar dan cendekiawan inilah istilah Indonesia pertama kali digunakan sebagai kesatuan kesadaran berbangsa. Walaupun istilah ini lantas digunakan untuk siapa saja yang menolak [[kolonialisme]] Belanda, sehingga orang keturunan Tionghoa, India, Arab, dan Eropa yang membela kemerdekaan Indonesia dapat dikategorikan sebagai orang Indonesia, pada penerapannya kalangan tersebut sering kali dipinggirkan. Salah satu seruan populis dalam [[Darmo Kondo|''Darmo Kondo'']] bertanggal 13 November 1918 menyatakan bahwa tanah Jawa akan segera jatuh ke tangan orang Eropa, Tionghoa dan Arab.<ref name=":0" /> Sementara itu, [[Perhimpunan Indonesia]] menyokong gagasan tentang ras Indonesia, sehingga orang-orang keturunan Eropa, Arab, India dan Tionghoa tidak dianggap sebagai bagian dari bangsa Indonesia.<ref>{{Cite book|date=2006|url=https://books.google.co.id/books?id=xUvjAAAAMAAJ&q=%22ras+indonesia%22&dq=%22ras+indonesia%22&hl=su&sa=X&ved=2ahUKEwit1-alzOTtAhWwILcAHao-DKIQ6AEwBnoECAcQAg|title=Sinergi Indonesia|publisher=Lembaga Kajian Sinergi Indonesia|language=id
Pemahaman rasialis tentang "bangsa Indonesia" lambat laun bergeser dan pudar. [[Mohammad Yamin|Muhammad Yamin]] dan [[Amir Sjarifoeddin|Amir Sjarifuddin]], misalnya, mengatakan bahwa menjadi Indonesia tidak ada sangkut-pautnya dengan ras, melainkan pada kesamaan sikap dan keadaan.<ref>{{Cite book|last=Elson|first=Robert Edward|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=VoE_kJ4le2IC&pg=PR128&dq=%22ras+indonesia%22&hl=su&sa=X&ved=2ahUKEwit1-alzOTtAhWwILcAHao-DKIQ6AEwA3oECAQQAg#v=onepage&q=%22ras%20indonesia%22&f=false|title=The Idea of Indonesia|publisher=Penerbit Serambi|isbn=978-979-024-105-3|language=id}}</ref> Sanggahan senada juga disampaikan oleh [[Siauw Giok Tjhan]] dari [[Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia|Baperki]] yang berpendapat bahwa ras Indonesia itu tidak ada, yang ada adalah bangsa (bahasa Inggris: ''nation'') Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa. Orang [[Tionghoa-Indonesia]] haruslah mendapatkan status sebagai salah satu suku di Indonesia, yang bersama suku lain, membangun keanekaragaman Indonesia.<ref>{{Cite book|last=Soyomukti|first=Nurani|date=2012|url=https://books.google.co.id/books?id=uWMlMwEACAAJ&dq=soekarno+&+cina&hl=su&sa=X&ved=2ahUKEwjD4oGt3uTtAhUNYysKHZdyAvkQ6AEwAHoECAIQAQ|title=Soekarno & Cina: nasionalisme Tionghoa dalam revolusi Indonesia, Soekarno dan poros Jakarta-Peking, sikap Bung Karno terhadap etnis Tionghoa di Indonesia|publisher=Garasi|isbn=978-979-25-4910-2|language=id}}</ref>
|