Ahmad Bahauddin Nursalim: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
JOKO YULIYANTO (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis; karir --> karier
Baris 22:
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sarang, Gus Baha’ menikah dengan seorang anak Kiai yang bernama Ning Winda pilihan pamannya dari keluarga [[Pondok Pesantren Sidogiri]], [[Pasuruan]], [[Jawa Timur]]. Ada cerita menarik dengan pernikahan beliau. Jadi sebelum lamaran, Gus Baha’ menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu. Beliau mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yang glamor, melainkan kehidupan yang sangat sederhana. Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berpikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. Tentu maksud beliau agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Namun mertuanya hanya tersenyum dan mertuanya hanya mengatakan "klop" alias sami mawon kalih kulo (sama saja dengan saya).
 
Kesederhanaan Gus Baha’ dibuktikan saat beliau berangkat ke [[Pondok Pesantren Sidogiri]] untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. Gus Baha’ berangkat sendiri ke [[Kota Pasuruan|Pasuruan]] dengan menumpang bus kelas ekonomi. Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil. Setelah menikah, Gus Baha’ mencoba hidup mandiri dengan keluarga barunya. Gus Baha’ menetap di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]]. Selama di Jogja, beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecilnya.<ref>{{Cite news|last=Yahya|first=Iip D|date=14 Februari 2019|title=Kisah Gus Baha: Nasab, Perkawinan hingga KarirKarier Intelektual|url=https://alif.id/read/iip-d-yahya/kisah-gus-baha-nasab-perkawinan-hingga-karirkarier-intelektualnya-b215367p/|work=Alif|access-date=31 Desember 2020}}</ref>
 
Semenjak Gus Baha’ menetap di Yogyakarta, banyak santri-santri beliau di Karangmangu yang merasa kehilangan. Hingga pada akhirnya mereka menyusul Gus Baha’ ke Yogya dan urunan atau patungan untuk menyewa rumah di dekat rumah beliau. Tiada tujuan lain selain untuk tetap bisa mengaji kepada beliau. Ada sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin al-Anwar maupun MGS yang ikut ke Yogya. Saat di Yogya inilah kemudian banyak masyarakat sekitar rumah Gus Baha’ yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau.