Konten dihapus Konten ditambahkan
k Suntingan Unknown557 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Symphonium264
Tag: Pengembalian
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
Secara terminologi hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu- gugat oleh siapapun.
{{bedakan|Pacet}}
{{Automatic taxobox
| fossil_range = {{Fossil_range |437|0|[[Silur]] – kini}}
| image = Sucking leech.jpg
| image_caption = ''[[Hirudo medicinalis]]'' mengisap darah
| image2 = Europäischer-Platt-Egel cropped.jpg
| image2_caption = ''[[Helobdella]]'' sp.
| taxon = Hirudinea
| authority = [[Jean-Baptiste Lamarck|Lamarck]], 1818
}}
'''Lintah''' adalah kelompok hewan dalam keluarga cacing bersegmen ([[Annelida]]) yang berbadan pipih serta memiliki alat pengisap darah di ujung kepala dan ujung ekornya. Sekitar tiga perempat spesies lintah hidup sebagai [[parasit]] yang mengisap darah inangnya, sedangkan sisanya merupakan [[pemangsa]]. Secara taksonomi, hewan ini dikelompokkan sebagai subkelas '''Hirudinea'''. Hewan ini berkerabat dengan [[Oligocheata]] (seperti [[cacing tanah]]) yang sama-sama memiliki tubuh lunak, berotot, beruas, dapat memendek serta memanjang, memiliki [[klitelum]], serta bersifat [[hermafrodit]]. Lintah dibedakan dari kerabatnya tersebut oleh kedua alat pengisapnya, serta oleh ketaksesuaian antara cincin-cincin tubuh luarnya dengan ruas-ruas tubuh dalamnya. Tubuhnya berotot dan relatif padat. Berbeda dengan Annelida lainnya yang memiliki [[selom]] (rongga tubuh) berukuran besar, selom lintah telah berubah menjadi saluran-saluran kecil.
 
Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 1 menyebutkan bahwa “HAK ASASI MANUSIA (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kebanyakan lintah hidup di habitat air tawar, sementara sebagian kecil hidup di darat atau di air laut. Spesies yang paling umum dikenal di antaranya adalah lintah medis (''[[Hirudo medicinalis]]'') yang bersifat [[Hematofagi|hematofagus]] (pemakan darah). Spesies ini melekatkan pengisapnya di tubuh inang, lalu mengeluarkan senyawa [[peptida]] bernama [[hirudin]] untuk mencegah penggumpalan darah sebelum mengisapnya. Spesies ini memiliki rahang untuk menembus kulit inangnya, sedangkan sebagian spesies lain memiliki [[probosis]] (semacam belalai) yang dapat dijulurkan dan menusuk kulit seperti tombak. Sebagian kecil spesies lintah tidak mengisap darah tetapi memangsa hewan-hewan [[avertebrata]] kecil.
 
Pengaturan HAM dalam ketata- negaraan RI terdapat dalam perundang- undangan yang dijadikan acuan normatif dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Minimal terdapat beberapa bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM: Konstitusi (UUD); Ketetapan MPR; Undang-undang dan Pemerintah serta Keputusan Presiden. Meskipun telah terdapat aturan dasar yang memberikan perlindungan terhadap HAM, akan tetapi dalam sejarah perlindungan HAM di Indonesia masih terjadi berbagai pelanggaran HAM.
Lintah berkembang biak dengan bertelur dan menyimpan telur-telurnya dalam sarung khusus; lintah air tawar biasanya melekatkan telur ini ke suatu benda di bawah permukaan air. Salah satu kelompok lintah air tawar, [[Glossiphoniidae]], mengerami telurnya. Lintah darat sering meletakkan sarung telurnya di tempat tersembunyi di bawah kayu, dalam celah-celah, atau di tanah yang lembap. Hampir 700 spesies lintah telah diketahui; sebagian besar lintah hidup di air tawar, selebihnya sekitar 100 hidup di air laut dan sekitar 90 hidup di darat.
 
Pihak yang bertanggung jawab dalam penegakan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM sampai saat ini masih menjadi perbincangan yang tidak berke- sudahan. Namun dalam kaitan ini minimal ada dua pandangan Pertama menyatakan bahwa yang harus bertanggung jawab memajukan HAM adalah Negara: Pandang kedua, menyatakan bahwa tanggung jawab perlindungan, penghormatan dan pemajuan HAM tidak saja dibeban kepada Negara, melainkan juga kepada individu warga Negara.
Hingga abad ke-19, lintah umum digunakan untuk mengisap darah pasien. Dalam ilmu pengobatan di berbagai budaya sejak zaman kuno, hal ini dianggap dapat menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu. Dalam bidang kedokteran modern, penggunaan lintah dibatasi untuk mengobati beberapa penyakit sendi seperti [[epikondilitis]] dan [[osteoartritis]], [[varikosa]], dan untuk pemulihan setelah [[bedah mikro]]. Hirudin yang dihasilkan lintah digunakan sebagai obat [[antikoagulan]] untuk menyembuhkan beberapa kelainan terkait penggumpalan darah.
 
Hak atas rasa aman adalah hak konstitusional setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Hak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama dijamin di dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
 
Hilangnya rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan menjadi penyebab semakin banyaknya tindakan intoleransi dan ekstremisme yang mengatasnamakan agama. Hal ini disampaikan tiga lembaga negara yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
 
"Persoalan intoleransi bahkan hingga ekstremisme dengan kekerasan, perlahan mengancam hak asasi manusia, kewajiban negaralah yang harusnya mempromosikan hal ini," ujar Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Bulung Hapsara dalam konferensi pers Sidang HAM keempat yang baru saja dilakukan oleh tiga lembaga tersebut.
 
Ketiga lembaga sepakat bahwa perempuan dan anak menjadi dua kelompok yang paling rentan menjadi korban dari tindakan intoleransi dan ekstremisme. Anak-anak dan perempuan bahkan bisa dijadikan pelaku dan terdampak dalam pusaran intoleransi dan ekstremisme.
 
"Demikian juga anak, rentan terpapar infiltrasi intoleransi, radikalisme dan ekstremisme. Bukan hanya sebagai korban namun seringkali dilibatkan sebagai pelaku,
 
ada beberapa faktor kunci yang memperkuat kekerasan mengatasnamakan agama  antara lain:
 
intoleransi politik, kurangnya kesadaran akan pentingnya pemerintahan yang baik, rasa diasingkan serta keinginan untuk diakui, dan minimnya pemahaman keagamaan yang damai dan toleran.
 
"Salah satu contoh kebijakan diskriminatif dan banyak melahirkan berbagai pelanggaran HAM serta sikap intoleransi adalah kebijakan rumah ibadah,"
 
Kebijakan semacam ini dianggap menggerus kebebasan beragama. Persoalan rumah ibadah menjadi salah satu masalah yang banyak diadukan, selain diskriminasi dan persekusi yang dialami kelompok minoritas, baik etnis, seksual, agama, dan kepercayaan.
 
== Ragam dan asal usul ==