Djaelani Naro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 101:
Sebagai ketua umum PPP, Naro dicalonkan sebagai calon wakil presiden untuk masa jabatan kelima Soeharto. Naro tampaknya didukung oleh dukungan pribadi angkatan bersenjata. Penantangnya adalah [[Sudharmono]], yang dicalonkan [[Golkar]], dan didukung secara resmi oleh [[ABRI]], Utusan Daerah, dan [[Partai Demokrasi Indonesia]]. Para pendukung Sudharmono membujuknya untuk mundur dari pencalonan, agar Sudharmono diangkat sebagai wakil presiden oleh Soeharto, dan sidang MPR bisa selesai tepat waktu.<ref>{{harvnb|Pour|1993|p=535}}</ref>
 
Soeharto mengintervensi pembahasan calon wakil presiden dengan mengatakan bahwa "calon yang memperkirakan dirinya tidak akan memperoleh suara mayoritas untuk pemilu harus mundur". [[B.M. Diah]] menjelaskan, pernyataan Soeharto mengharapkan pengunduran diri calon tersebut "memberi lebih banyak ruang bagi mereka yang pasti terpilih dengan suara terbanyak".<ref>{{harvnb|Pour|1993|p=547}}</ref> Namun, Naro tetap bersikeras untuk mencalonkan diri, dengan alasan bahwa Soeharto tidak memberinya isyarat untuk mundur.<ref name="Pour 1993 548">{{harvnb|Pour|1993|p=548}}</ref>
 
Pada 10 Maret, menjelang pemilihan wakil presiden di MPR, tiga orang PPP bertemu dengan Soeharto. Keesokan paginya, Fraksi PPP mengirimkan surat kepada Ketua MPR yang menyatakan mundurnya pencalonan Naro sebagai Wakil Presiden. Surat itu dibacakan saat sidang MPR pemilihan wakil presiden.<ref name="Pour 1993 548"/> Hal ini membuat Sudharmono menjadi satu-satunya calon wakil presiden, dan dilantik pada malam yang sama.<ref name="Pour 1993 549">{{harvnb|Pour|1993|p=549}}</ref>