Gajah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 5 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
Add 6 books for Wikipedia:Pemastian (20210209)) #IABot (v2.0.8) (GreenC bot |
||
Baris 24:
== Etimologi ==
Dalam [[bahasa Indonesia]], [[bahasa Jawa|Jawa]], [[bahasa Sunda|Sunda]], [[bahasa Minangkabau|Minangkabau]], dan [[bahasa Aceh|Aceh]], hewan ini disebut "gajah". Kata ini sendiri berasal dari [[bahasa Sanskerta]], "''gaja''", yang merupakan kata dasar dari kata benda maskulin. Dalam kasus [[nominativus]] (sebagai subjek yang berdiri sendiri), "''gaja''" yang berbentuk tunggal seharusnya mengalami [[Deklinasi (linguistik)|deklinasi]] menjadi "''gajas''", tetapi kata ini kemudian terkena hukum bunyi s di akhir kata dan berubah menjadi h, sehingga menjadi "''gajah''".<ref>Hardiyanto dan Afendy Widayat, [http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/SANSKRIndWA.pdf Sumbangan Kosakata Bahasa Sanskerta terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia dan Jawa Baru], dimuat di jurnal diksi 1 Januari 2006, hlm. 12</ref> Sementara itu, gajah dikenal dengan sebutan "''elephant''" dalam [[bahasa Inggris]]. Kata "''elephant''" berasal dari bahasa [[Latin]] ''elephas'' (bentuk [[genitivus]] ''elephantis''), yang merupakan [[Latinisasi]] dari kata ἐλέφας, ''elephas'' (bentuk genitivus ἐλέφαντος, ''elephantos'') dalam [[bahasa Yunani]];<ref name="LSJ">{{LSJ|e)le/fas|ἐλέφας|ref}}</ref> kata tersebut kemungkinan berasal dari bahasa non-[[bahasa Indo-Eropa|Indo-Eropa]], yaitu [[bahasa Fenisia|Fenisia]].<ref name=etymology>{{cite web|author=Harper, D|title=Elephant|publisher=Online Etymology Dictionary|url=http://www.etymonline.com/index.php?term=elephant|accessdate=25 October 2012}}</ref> Kata ''e-re-pa'' dan ''e-re-pa-to'' digunakan di [[Peradaban Mykenai|Yunani Mikenai]] dalam aksara silabis [[Linear B]].<ref>{{cite web |url=http://www.academia.edu/2229199/Ivory_and_horn_production_in_Mycenaean_texts |title=Ivory and horn production in Mycenaean texts |last1=Lujan |first1=E. R. |last2=Bernabe |first2=A |work= |publisher=Academia |accessdate=22 January 2013}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.palaeolexicon.com/default.aspx?static=12&wid=189|title=elephant|publisher=Palaeolexicon, Word study tool of ancient languages|accessdate=19 January 2013}}</ref> Seperti di Yunani Mikenai, [[Homeros]] menggunakan kata tersebut untuk menyebut [[gading]], namun setelah masa [[Herodotos]] istilah tersebut juga merujuk pada hewan gajah.<ref name="LSJ"/> Pendahulu kata "''elephant''", yaitu ''olyfaunt'', baru muncul dalam bahasa [[Inggris Pertengahan]] sekitar tahun 1300, dan kata tersebut dipinjam dari kata dalam [[bahasa Prancis Kuno]], ''oliphant'' (abad ke-12).<ref name=etymology/> Di sisi lain, ''[[Gajah afrika|Loxodonta]]'', yang merupakan nama genus gajah afrika, berasal dari bahasa Yunani yang berarti "gigi bersisi miring".<ref>{{cite book|author = Kalb, J. E.; Mebrate, A.|title = Fossil Elephantoids from the Hominid-Bearing Awash Group, Middle Awash Valley, Afar Depression, Ethiopia|url = https://archive.org/details/fossilelephantoi0000kalb|publisher = The American Philosophical Society|year = 1993|pages =
== Taksonomi ==
Baris 144:
Gajah merupakan hewan [[poligini]],<ref>Sukumar, hlm. 89.</ref> dan [[kopulasi]] paling sering terjadi pada puncak musim hujan.<ref>Sukumar, hlm. 262.</ref> Gajah betina yang sedang mengalami [[siklus estrus]] mengeluarkan [[feromon]] di air seni dan sekresi vaginal lainnya untuk menunjukkan kesiapannya dalam berkawin. Gajah jantanan akan mengikuti pasangan potensial dan menilai keadaannya dengan melakukan [[respons flehmen]], yaitu ketika sang jantan mengumpulkan sampel kimiawi dengan menggunakan belalainya dan membawanya ke [[organ vomeronasal]].<ref>Sukumar, hlm. 98–99.</ref> Siklus oestrus gajah betina berlangsung selama 14–16 minggu dengan [[fase folikular]] selama 4–6 minggu dan [[fase luteal]] selama 8–10 minggu. Pada fase folikular, gajah mengalami dua kali peningkatan kadar [[hormon pelutein]], sementara sebagian besar mamalia hanya mengalami satu kali saja. Peningkatan pertama (atau anovulatori) dapat memberi sinyal kepada gajah jantan bahwa sang betina sedang mengalami siklus estrus dengan mengubah baunya, tetapi [[ovulasi]] baru terjadi pada peningkatan kedua (atau ovulatori).<ref>{{cite web|title=Elephant Reproduction Project: The Estrous Cycle of Elephants|publisher=Smithsonian National Zoo|accessdate=8 October 2012|url=http://nationalzoo.si.edu/scbi/ReproductiveScience/ElephantBreedRepro/EstrousCycle.cfm|archive-date=2012-06-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20120606110832/http://nationalzoo.si.edu/SCBI/ReproductiveScience/ElephantBreedRepro/EstrousCycle.cfm|dead-url=yes}}</ref> Tingkat kesuburan pada gajah betina mulai berkurang pada usia 45–50.<ref name=Kingdon53/>
Gajah jantan memiliki perilaku yang disebut “menjaga pasangan”, yaitu ketika mereka mengikuti betina yang sedang mengalami siklus estrus dan menjaganya dari jantan lain. Hal ini biasanya dilakukan oleh jantan yang sedang mengalami musth, dan betina secara aktif berupaya agar dijaga oleh mereka, terutama yang lebih tua.<ref>Sukumar, hlm. 113.</ref> Maka jantan yang lebih tua cenderung lebih berhasil secara reproduktif.<ref name=Sukumar179/> Musth tampaknya digunakan oleh gajah betina untuk mengetahui keadaan sang jantan, karena gajah jantan yang lemah atau terluka tidak memiliki musth yang normal.<ref>Sukumar, hlm. 117.</ref> Bagi betina muda, mendekatnya jantan yang lebih tua tampak mengintimidasi, sehingga kerabat-kerabatnya berada di dekatnya untuk memberi dukungan dan menentramkan.<ref name=Shoshani106/> Selama kopulasi, gajah jantan meletakkan belalainya di punggung betina.<ref>Kingdon, hlm. 69.</ref> Penis gajah sangat gesit dan dapat bergerak bebas.<ref name="FowlerMikota2006">{{cite book|author1=Murray E. Fowler|author2=Susan K. Mikota|title=Biology, Medicine, and Surgery of Elephants|url=http://books.google.com/?id=oCpiZA61tyQC&pg=PA353&dq=elephant+penis+mating#v=onepage&q=elephant%20penis%20mating&f=false|year=2006|publisher=John Wiley & Sons|isbn=978-0-8138-0676-1|page=353}}</ref> Sebelum bersanggama, penis gajah melengkung ke depan dan ke atas. [[Kopulasi]] berlangsung selama sekitar 45 detik tanpa gerakan pinggul atau jeda [[ejakulasi]].<ref>{{cite book|author=Estes, R.|title=The behavior guide to African mammals: including hoofed mammals, carnivores, primates|url=https://archive.org/details/isbn_0520080858|page=[https://archive.org/details/isbn_0520080858/page/266 266]|year=1991|publisher=University of California Press|isbn=978-0-520-08085-0}}</ref>
[[Perilaku homoseksual pada hewan|Perilaku homoseksual]] banyak ditemui pada gajah jantan maupun betina; bahkan menurut perkiraan, 45% perjumpaan seksual pada gajah asia di penangkaran merupakan perjumpaan sesama jenis.<ref name="Bagemihl">{{cite book|author=Bagemihl, B.|year=1999|title=Biological Exuberance: Animal Homosexuality and Natural Diversity|publisher=St. Martin's Press|pages=427–30|isbn=1-4668-0927-2}}</ref> Perilaku homoseksual pada gajah meliputi persetubuhan seperti pada interaksi heteroseksual.<ref name="Bagemihl"/> Gajah jantan sering membentuk "kawanan" yang terdiri dari seekor individu yang lebih tua dan satu atau kadang dua jantan yang lebih muda, dan perilaku seksual merupakan unsur penting dalam dinamika sosial kawanan tersebut.<ref name="Bagemihl"/> Tidak seperti hubungan heteroseksual yang berlangsung cepat, hubungan antara jantan dapat berlangsung selama bertahun-tahun.<ref name="Bagemihl"/> Seperti pada perjumpaan heteroseksual, jantan menunjukkan keinginannya untuk bersanggama dengan meletakkan belalainya di punggung jantan lain.<ref name="Bagemihl"/> Sementara itu, perilaku sesama jenis pada gajah betina telah didokumentasi di penangkaran ketika mereka me[[masturbasi]] satu sama lain dengan menggunakan belalai mereka.<ref name="Bagemihl"/>
Baris 224:
Dalam sejarah, gajah digunakan sebagai alat perang. Gajah dilengkapi dengan baju baja untuk melindunginya, dan di ujung taringnya dipasang besi atau kuningan tajam bila taring tersebut cukup besar. Gajah perang dilatih untuk mengambil tentara musuh dan melemparnya ke orang yang mengendarai gajah tersebut atau meletakkannya di tanah dan kemudian menusuknya.<ref name=Shoshani146/>
Salah satu sumber pertama yang menyebut penggunaan gajah dalam perang adalah epos ''[[Mahabharata]]'' (ditulis pada abad ke-4 SM, tetapi diduga mendeskripsikan peristiwa antara abad ke-11 hingga abad ke-8 SM). Namun, [[Pandawa]] dan [[Kurawa]] lebih banyak menggunakan kereta [[kuda]]. Sementara itu, pada masa [[Kerajaan Magadha]] (yang dimulai pada abad ke-6 SM), secara budaya gajah mulai menjadi lebih penting dari kuda, dan nantinya kerajaan-kerajaan di India banyak menggunakan gajah; 3.000 gajah digunakan oleh tentara [[Kekaisaran Nanda|Nanda]] pada abad ke-5 dan abad ke-4 SM, sementara 9.000 gajah dipakai oleh tentara [[Kekaisaran Maurya|Maurya]] antara abad ke-4 hingga abad ke-2 SM. ''[[Arthashastra]]'' (ditulis sekitar tahun 300 SM) menyarankan kepada pemerintah Maurya agar mencagarkan beberapa hutan untuk gajah liar yang kemudian akan digunakan dalam angkatan bersenjata; buku tersebut juga mengusulkan agar hukuman mati diberlakukan bagi siapapun yang membunuh gajah di cagar tersebut.<ref>Sukumar, hlm. 59–64.</ref> Penggunaan gajah dalam perang menyebar dari Asia Selatan ke [[Iran|Persia]]<ref name=Shoshani146/> dan Asia Tenggara.<ref name=SEA/> Bangsa Persia mulai menggunakannya pada masa [[Kekaisaran Akhemeniyah]] (antara abad ke-6 hingga abad ke-4 SM),<ref name=Shoshani146/> sementara negara-negara di Asia Tenggara kemungkinan menggunakan gajah perang untuk pertama kalinya pada abad ke-5 SM dan berlanjut hingga abad ke-20.<ref name="SEA">{{cite book|author=Griffin, B|year=2004|contribution=Elephants: From the Sacred to the Mundane|title=Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor, Volume 1|url=https://archive.org/details/southeastasiahis00ooik|editor=Gin Ooi, K.|pages=
[[Aleksander Agung]] melatih tentaranya untuk melukai gajah dan membuat mereka panik selama peperangan melawan Persia dan India. [[Ptolemaios I Soter|Ptolemaios]], yang merupakan salah satu jenderal Aleksander, menggunakan gajah perang asia selama masa kekuasannya di [[Mesir Kuno|Mesir]] (yang dimulai pada tahun 323 SM). Penerusnya, [[Ptolemaios II Philadelphus|Ptolemaios II]] (yang mulai berkuasa pada tahun 285 SM), memperoleh persediaan gajah perang dari [[Nubia]]. Semenjak itu, gajah perang digunakan di wilayah [[Laut Tengah]] dan [[Afrika Utara]] pada periode klasik. Raja Yunani [[Pyrrhos dari Epiros|Pyrrhos]] menggunakan gajah saat menyerang [[Romawi]] pada tahun 280 SM. Meskipun mampu membuat takut kuda-kuda Romawi, gajah tidak berperan penting dan Pyrrhos pada akhirnya mengalami kekalahan. Jenderal [[Qart Hadast]] [[Hannibal]] menyeberangi [[Pegunungan Alpen]] dengan gajah-gajahnya selama [[Perang Punisia Kedua|perang melawan Romawi]] dan berhasil mencapai [[lembah Po]] pada tahun 217 SM, tetapi kemudian banyak gajah yang mati akibat penyakit.<ref name=Shoshani146>Wylie (2000), hlm. 146–48.</ref>
Baris 251:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Wajangfiguur voorstellende een olifant TMnr 4833-20.jpg|jmpl|[[Wayang kulit]] yang menggambarkan gajah.]]
Gajah juga menjadi subjek kepercayaan religius. [[Suku Mbuti]] percaya bahwa roh leluhur mereka yang sudah meninggal berdiam di dalam tubuh gajah.<ref name=Shoshani158>McNeely, hlm. 158–60.</ref> Suku-suku Afrika lain juga percaya bahwa kepala suku mereka akan [[reinkarnasi|bereinkarnasi]] menjadi seekor gajah. Pada abad ke-10, suku [[Igbo-Ukwu]] mengubur pemimpin mereka bersama dengan taring gajah.<ref>Wylie, hlm. 79.</ref> Walaupun peran gajah dalam kepercayaan suku-suku di Afrika hanya bersifat [[totemisme|totemik]],<ref>Sukumar, hlm. 87.</ref> di Asia gajah memiliki lebih banyak peranan. Di [[Sumatra]], gajah dikaitkan dengan [[petir]]. Demikian pula dengan Hinduisme, yang percaya bahwa gajah terkait dengan [[badai petir]] karena [[Airawata]], bapak semua gajah, melambangkan petir dan [[pelangi]].<ref name=Shoshani158/> Salah satu dewa terpenting dalam Hinduisme, yaitu [[Ganesha]] yang berkepala gajah, memiliki peringkat yang sama dengan dewa-dewa tertinggi lain, yaitu [[Siwa]], [[Wisnu]], dan [[Brahma]].<ref>Sukumar, hlm. 64.</ref> Ganesha dikaitkan dengan penulis dan pedagang dan diyakini dapat memberi keberhasilan dan mengambulkan keinginan seseorang.<ref name=Shoshani158/> Sementara itu, dalam [[Buddhisme]], [[Gautama Buddha|Buddha]] dikatakan sebagai gajah putih yang bereinkarnasi menjadi manusia.<ref>Sukumar, hlm. 62.</ref> Dalam tradisi [[Islam]], tahun 570, yaitu tahun ketika Nabi [[Muhammad]] lahir, dikenal sebagai [[Tahun Gajah]].<ref>{{cite book|author=Haykal, M. H.|year=2008|title=The Life of Muḥammad|publisher=Islamic Book Trust|page=52|isbn=978-983-9154-17-7}}</ref> Bangsa Romawi sendiri mengira gajah merupakan hewan yang menyembah matahari dan bintang.<ref name=Shoshani158/>
Dalam [[budaya populer]] Barat, gajah merupakan lambang eksotik, terutama karena tidak ada hewan sejenis yang akrab dikenal oleh penonton di Barat (sama seperti [[jerapah]], [[kuda nil]], dan [[badak]]).<ref name="Van Riper 73"/> Penggunaan gajah sebagai lambang [[Partai Republik (Amerika Serikat)|Partai Republik Amerika Serikat]] dimulai setelah digambarnya [[gajah Republikan|kartun pada tahun 1874]] oleh [[Thomas Nast]].<ref>{{cite web|url=http://www.harpweek.com/09Cartoon/BrowseByDateCartoon.asp?Year=2003&Month=November&Date=7|title=Cartoon of the Day: "The Third-Term Panic"|publisher=HarpWeek|accessdate=1 September 2008}}</ref> Gajah juga dijadikan tokoh fiksi, terutama dalam cerita untuk anak-anak, yang menggambarkan gajah sebagai tokoh dengan perilaku yang patut dicontoh. Mereka biasanya menjadi penganti manusia dengan nilai-nilai manusia yang ideal. Banyak kisah yang menceritakan gajah muda yang kembali ke komunitas yang berhubungan erat, seperti kisah "''The Elephant's Child''" dari ''[[Just So Stories]]'' karya [[Rudyard Kipling]], kisah ''[[Dumbo]]'' oleh [[The Walt Disney Company]], dan ''The Saggy Baggy Elephant'' oleh Kathryn and Byron Jackson. Pahlawan gajah lain meliputi [[Babar si Gajah|Babar]] oleh [[Jean de Brunhoff]], [[Elmer the Patchwork Elephant|Elmer]] oleh [[David McKee]], dan [[Horton si Gajah|Horton]] oleh [[Dr. Seuss]].<ref name="Van Riper 73">{{cite book|author=Van Riper, A. B.|title=Science in Popular Culture: A Reference Guide|url=https://archive.org/details/scienceinpopular0000vanr|publisher=Greenwood Press|year=2002|pages=
Beberapa referensi budaya menekankan besar tubuh dan keunikan eksotik gajah. Contohnya, dalam bahasa Inggris, istilah "''white elephant''" (gajah putih) merupakan istilah untuk sesuatu yang mahal, tidak berguna, dan aneh.<ref name="Van Riper 73"/> Ungkapan "''elephant in the room''" (gajah di dalam ruangan) merujuk kepada kebenaran yang begitu jelas tetapi diabaikan.<ref>{{cite book|title=Cambridge Academic Content Dictionary Paperback with CD-ROM|publisher=Cambridge University Press|page=298|isbn=978-0-521-69196-3}}</ref> Dalam [[bahasa Indonesia]], peribahasa yang mirip dengan ungkapan tersebut adalah "gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan terlihat", yang berarti kesalahan sendiri tidak terlihat tetapi kesalahan orang lain terlihat jelas.<ref>{{cite book|title=Koleksi Peribahasa & Pantun Indonesia Terlengkap|publisher=Indonesia Cerdas|year=2009|page=76|isbn=9786028276184}}</ref> Sementara itu, kisah [[orang-orang buta dan seekor gajah]] dari [[anak benua India]] pada zaman kuno mengajarkan bahwa realita dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda.<ref>{{cite book|author=Nevid, J. S.|year=2008|title=Psychology: Concepts and Applications|publisher=Wadsworth Publishing|page=477|isbn=0-547-14814-3}}</ref>
Baris 261:
== Daftar pustaka ==
{{Refbegin|60em}}
* {{Cite book|editor=Shoshani, J.|year=2000|title=Elephants: Majestic Creatures of the Wild|url=https://archive.org/details/elephants00shos|publisher=Checkmark Books|isbn=0-87596-143-6}}
** --- {{Cite book|author=Shoshani, J.; Shoshani, S. L|title=What is an Elephant?|pages=14–15}}
** --- {{Cite book|author=Shoshani, J|title=Comparing the Living Elephants|pages=36–51}}
Baris 279:
** --- {{Cite book|author=Martin, E. B|title=The Rise and Fall of the Ivory Market|pages=202–07}}
** --- {{Cite book|author=Shoshani, J|title=Why Save Elephants?|pages=226–29}}
* {{Cite book|author=Sukumar, R.|year=2003|title=The Living Elephants: Evolutionary Ecology, Behaviour, and Conservation|url=https://archive.org/details/livingelephantse00suku_0|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-510778-4}}
* {{Cite book|author=Kingdon, J.|year=1988|title=East African Mammals: An Atlas of Evolution in Africa, Volume 3, Part B: Large Mammals|publisher=Academic Press|isbn=0-12-408355-2}}
* {{Cite book|author=Wylie, D.|year=2009|title=Elephant|publisher=Reaktion Books|isbn=978-1-86189-397-0}}
|