Febriana kerap menerima intimidasintimidasi akibat tulisan-tulisannya yang membahas tragedi pembantaian masal 1965 dan juga kritis terhadap kebijakan pemerintah Indonesia di Papua. Pada 2016, Febriana diusir oleh sejumlah orang dari [[Front Pembela Islam|Front Pembela Islam (FPI)]] ketika sedang mewawancarai narasumber dalam sebuah simposium dengan topik terkait [[Partai Komunis Indonesia|Partai Komunis Indonesia (PKI)]].<ref>{{Cite web|date=2016-06-02|title=Setelah Diusir, Wartawan Rappler Kuliahi FPI soal Sejarah PKI|url=https://www.suara.com/news/2016/06/02/232412/setelah-diusir-wartawan-media-asing-kuliahi-fpi-soal-sejarah-pki|website=suara.com|language=id|access-date=2021-01-20}}</ref> Pada 2019, Febriana menjadi korban [[doxing]] oleh sejumlah akun anonim di media sosial [[Twitter]].<ref name=":0">{{Cite web|date=2019-09-05|title=Jurnalis Aljazeera Febriana Firdaus Diintimidasi karena Artikel soal Papua|url=https://www.suara.com/news/2019/09/05/200109/jurnalis-aljazeera-febriana-firdaus-diintimidasi-karena-artikel-soal-papua|website=suara.com|language=id|access-date=2021-01-20}}</ref> Pembocoran informasi pribadi yang berujung ancaman terhadap keselamatan dirinya tersebut membuat Febriana menunda sejumlah laporan investigasi terkait situasi konflik di Papua.<ref name=":0" />