Husein bin Abu Bakar Al-Habsyi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 47:
Husein yang memandang bahwa Muslim juga harus berjuang di lapangan sosial-politik, dan bukan semata dakwah verbal, memutuskan bergabung dengan Masyumi di Surabaya. Dia melihat Masyumi merupakan wadah yang efektif mempersatukan bangsa, terutama umat Islam, dalam melawan agresi Belanda.
[[Berkas:Husein al Habsyi di Tus.jpg|jmpl|Husein al-Habsyi di Kompleks Makam Ferdowsi dalam rangka ziarah ke Imam Ghazali, Masyhad (Tus), Iran. 1973]]
Setelah Kemerdekaan 1945, Masyumi berubah menjadi partai politik. Husein sempat menduduki jabatan teras di pimpinan pusat partai sebagai Ketua Komisi Hak Asasi Manusia. Dia juga mewakili Masyumi di Konstituante hasil Pemilu 1955. Karena kemahirannya berbahasa asing dan pengalamannya di luar negeri, Husein mendapat kepercayaan Ketua Umum Partai [[Masyumi]], [[Mohammad Natsir]], untuk membantunya berkorespondensi dengan sejumlah cendekiawan dan aktivis Islam internasional, seperti [[Abul Hasan Al-Nadwi]] dan [[Abul A’la Al-Maududi]].
Baris 60:
Husein kemudian mendirikan Yayasan Penerbitan Islam bersama sejumlah aktivis muda seperti [[Omar Hashim]]. Di yayasan ini, Husein menerjemahkan Injil Barnabas (injil non-kanonik yang dianggap sesuai dengan ajaran Islam tentang Yesus) ke dalam bahasa Indonesia bersama Abu Bakar Basymeleh dan menerbitkan karya-karya ilmiah keislaman serta Kristologi. Melalui yayasan ini, Husein juga menerbitkan sejumlah karya kritis yang membedah pemikiran Ahmad Hassan, ulama sekaligus guru Mohammad Natsir.
Dalam periode ini, Husein berhubungan dengan tokoh-tokoh internasional dengan saling bersurat dan kemudian bertemu. Salah satunya adalah juara dunia dan petinju legendaris [[Amerika Serikat]], [[Muhammad Ali]]. Ketika Ali ditahan, dicabut seluruh gelar tinjunya, dan dilarang bertanding karena menolak dikirim ke [[Vietnam]] untuk berperang pada 1967, Husein menyuratinya dan memberinya dukungan. Saat kemudian berkunjung ke Indonesia pada 1973, Ali secara khusus menyambangi Husein. Selain Ali, Husein juga berkorespondensi dengan [[Yusuf al-Qaradawi
[[File:Husein al Habsyi bersama Muhammad Ali.jpg|thumb|Husein al Habsyi bersama [[Muhammad Ali]] di Indonesia (1968)]]
Di masa Orde Baru, Husein adalah salah satu penceramah yang berani menolak kebijakan pemerintahan Presiden [[Soeharto]]. Ketika Orde Baru gencar mengincar investasi asing, Husein meminta umat agar tidak mudah menjual tanah mereka kepada investor asing untuk kepentingan megaproyek. “Jangan jual tanah kalian kepada investor asing agar kalian tidak jadi miskin di tanah kelahiran kalian sendiri,” adalah pernyataan yang kerap dia sampaikan dalam ceramah-ceramahnya.
|