Dimyathi Syafi'ie: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Rescuing 0 sources and tagging 3 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
||
Baris 118:
== Keluarga ==
Selama memimpin [[Pondok Pesantren Kepundungan]], [[KH. Dimyathi Syafi'ie]] telah dikaruniai 2 putra dan 5 putri dari tiga istrinya.<ref name="Elegi Haji Kiai Dimyathi Syafi’ie">{{cite web |title=Elegi Haji Kiai Dimyathi Syafi’ie |url=http://banyuwangi.nu.or.id/2017/08/09/elegi-haji-kiai-dimyati-syafii/ |publisher=NU Banyuwangi |date=22 Juli 2017 |accessdate=9 Agustus 2017 }}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Karenanya Dimyathi kemudian menerapkan metode ini di pesantrennya yang telah ia bangun kembali.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Dua putra Beliau yakni KH. Hamadulloh Dimyathi dan KH. Hazim Fikri, sedangkan putrinya sebagian besar dipinang oleh Pengasuh Pondok Pesantren.<ref name="Elegi Haji Kiai Dimyathi Syafi’ie"/>
=== Keturunan ===
Baris 144:
Dalam sistem pendidikan di pesantrennya, KH Dimyathi lebih mengandalkan sistem sorogan. Sistem ini menjadikan santri-santrinya menyimak dengan saksama. Karena sorogan yang dipakai oleh KH Dimyathi adalah “sorogan tak langsung”.<ref name="NU Banyuwangi"/> Artinya para santri mengulangi membaca kitab yang telah dibaca oleh sang kyai beberapa hari sebelumnya.<ref name="NU Banyuwangi"/> Jadi para santri secara otomatis akan mendengarkan dengan saksama ketika sang Kyai sedang membacakan, karena mereka harus mengulanginya secara terjadwal.<ref name="NU Banyuwangi"/>
Sementara cara lain yang digunakan oleh KH Dimyathi di Pesantrennya adalah metode bandongan.<ref name="banyuwangi.nu.or.id">{{cite web |title=kisah Kiai Dimyati bersama santrinya melawan kompeni |url=http://banyuwangi.nu.or.id/2016/11/09/kisah-kiai-dimyati-bersama-santrinya-melawan-kompeni/ |publisher=NU Banyuwangi |date=21 Oktober 2016 |accessdate=9 November 2016 }}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Dalam mekanisme bandongan sang kyai bebas menerangkan agar para santri mengerti maksud-maksud tersirat dari teks-teks kitab yang sedang dipelajari.<ref name="banyuwangi.nu.or.id"/> Cara ini lazim digunakan di madrasah-madrasah [[Blambangan]] selatan sebagaimana juga pesantren-pesantren Nusantara lainnya.<ref name="banyuwangi.nu.or.id"/>
Selama mengasuh Pesantren, selain terlibat dalam perjuangan fisik secara langsung pada malam hari, KH Dimyathi juga sempat membuat karangan tentang akhlak [[karakter]] yang semestinya dimiliki oleh para remaja Islam.<ref name="NU Banyuwangi"/> Karangan ini berbentuk [[nadzam]] '''semacam pantun dalam bahasa Arab, yang menggunakan susunan rima ab ab. Nadzam karangan KH Dimyati ini berjudul '''Muidzotus Syibyan''' '''Nasihat untuk para Remaja'''<ref name="NU Online"/>
Baris 160:
Pada zaman-zaman perjuangan merebut kemerdekaan, banyak sekali korban yang harus dipertaruhkan oleh bangsa Indonesia.<ref name="NU Online"/> Tak terhitung lagi korban yang telah dipersembahkan demi sebuah emerdekaan.<ref name="NU Online"/> Bukan sekadar harta dan nyawa, tetapi juga perasaan terhinakan karena terus dikejar-kejar dan terusir dari kampung halaman.<ref name="NU Online"/>
Namun tentu saja banyak sekali para pahlawan yang justru memanfaatkannya untuk berjuang di dua ranah, yakni perjuangan fisik dengan mengangkat senjata dan perjuangan dakwah dengan mendidik generasi penerus bangsa.<ref name="Santri News">{{cite web |title=Kiai Banyuwangi dan Perang Kemerdekaan |url=http://www.santrinews.com/read.php?id=5928&judul=Kiai%20Banyuwangi%20dan%20Perang%20Kemerdekaan/ |publisher=Santri News |date=16 Agustus 2016 |accessdate=17 Agustus 2016 }}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Salah satu di antara sekian banyak para pahlawan bangsa yang berjuang di dalam dua medan perjuangan sekaligus ini adalah
KH Dimyathi Pengasuh [[Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb]] [[Kabupaten Banyuwangi]].<ref name="Santri News"/>
|