[[Berkas:Gottfried Wilhelm von Leibniz.jpg|jmpl|ka|[[Gottfried Leibniz]] mencetuskan istilah 'teodisi' untuk menyelaraskan keberadaan [[Tuhan]] dengan ketidaksempurnaan dunia.]]
'''Teodisi''' ({{IPAc-en|θ|iː|ˈ|ɒ|d|ɪ|s|i}}adalah pandangan filosofis untuk menjawab alasan dari [[bahasaTuhan Yunani]]yang ''theos''Mahabaik "tuhan"mengizinkan +adanya ''dike''kejahatan "keadilan")di adalahdunia, upayasehingga untukmampu menyelesaikan isu dari [[masalah kejahatan]]. Beberapa ilmu teodisi juga membahas [[Masalah kejahatan|masalah pembuktian kejahatan]] dengan mencoba untuk "menyelaraskan keberadaan [[Tuhan]] yang maha pengampunMahapengampun, mahakuasaMahakuasa, dan maha tahu,Mahatahu dengan keberadaan [[kejahatan]] atau penderitaan di dunia". Istilah ini dicetuskan pada tahun 1710 oleh filsuf [[Jerman]] [[Gottfried Leibniz]] dalam karyanya yang berjudul ''[[Théodicée]]'', walaupun sebelumnya berbagai solusi untuk masalah kejahatan telah diajukan. Filsuf Britania [[John Hick]] menyatakan bahwa terdapat tiga tradisi utama dalam teodisi: teodisi [[Plotinus]], [[teodisi Agustinus]], dan [[teodisi Ireneus]]. Filsuf lain menyatakan bahwa teodisi adalah disiplin modern karena Tuhan dalam kepercayaan dunia kuno biasanya tidak sempurna.