Evie Pottieray: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
artikel Evie |
||
Baris 1:
'''Georgine Eveline Poetiray''' (lahir 3 Juli [[1918]] di [[Kota Surabaya|Surabaya]], meninggal pada 27 Agustus [[2016]] di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]])atau dikenal dengan Evie Poettieray adalah pejuang kemerdekaan dan merupakan pahlawan keturunan [[Maluku]] yang berjuang melawan Nazi di [[Belanda|Belanda.]] Selain itu, Evie diberi julukan oleh [[Soekarno]] sebagai [[Henriette Roland Holst|Henriëtte Roland Holst]] (penyair dan tokoh komunis).
'''Georgine Eveline Poetiray''' atau lebih dikenal Evie Pottieray adalah tokoh [[Maluku]] yang melawan [[Jerman Nazi|Nazi Jerman]] pada saat [[Perang Dunia II]] dan pejuang kemerdekaan di [[Belanda]]<ref name=":0">{{Cite web|title=Kisah Evie Poetiray, Perempuan Maluku yang Melawan Nazi di Belanda|url=https://tirto.id/kisah-evie-poetiray-perempuan-maluku-yang-melawan-nazi-di-belanda-debv|website=tirto.id|language=id|access-date=2021-03-11}}</ref>.▼
==
Evie
Pada saat Evie berusia 2 tahun, ayahnya meninggal dunia. Selang 9 tahun setelahnya, Sara Suzanne Huppe yang merupakan ibunya pun meninggal dunia. Evie dan saudari kandungnya, Reny poetiray, tumbuh besar di sebuah panti asuhan di [[Kota Surabaya|Surabaya]].
Pada tahun [[1973]], Evie berangkat ke [[Belanda]] menyusul saudari kandungnya untuk melakukan Studi Analisis Kimia di laboratorium [[Kanal-kanal Amsterdam|Keizersgracht]]. Evie selain melakukan Studi Analisis Kimia, Ia juga bergabung dengan Indonesische Christen Jongeren (IJC), organisasi penghimpun muda-mudi [[Indonesia]] penganut Kristen di [[Belanda|Belanda.]] ▼
▲Pada
Pada tahun [[1942]], secara diem-diam, adanya ajakan kepada Evie unutk bergabung dalam organisasi [[Indische Vereeniging|Perhimpunan Indonesia]] (PI) yang merupakan organisasi politik yang dilarang oleh Nazi semenjak [[1940]].
Selain itu juga, Evie ikut tergabung dan mengurus Roekoen Peladjar Indonesia (Reopi).
== Perjuangan Politik ==
Awal perjuangan Evie dimulai dengan aktivitas di [[Indische Vereeniging|Perhimpunan Indonesia (PI)]]. Ia mulai membaca baik surat kabar dan majalah illegal yang selanjutnya menggorganisir diskusi-diskusi yang dilarang dan menjadi penghubung antara organisasi PI dan IJC. Selain itu, Evie juga menjadi kurir sekaligus kontributor untuk terbitan-terbitan pers seperti [[Vrij Nederland]] (harafia Belanda bebas), [[Vriej Katheder]] (harafiah chotbah bebas), [[de Waaarheid]] (kebenaran, koran komunis), dan [[Het Parool|Het Parool.]]Selain ditugaskan untuk mengambil dan membagikan terbitan-terbitan illegal yang dilarang oleh pemerintah Nazi, Evie juga mecari alamat-alamat persembunyian dan memberikan bantuan.
Sepanjang [[1941]] sampai dengan [[1943]], berlokasi di rumahnya, Evie dan M. Siantoeri mengadakan 5 kali pertemuan semua orang Indonesia yang melawan Nazi di [[Belanda]]. Dibalik kedok konverensi IJC, mereka memanfaatkan dan mengatur pertemuan itu untuk musyawarah bersama orang-orang Indonesia baik yang non-anggota IJC,buronan Nazi, orang Islam maupun mahasiswa belanda yang aktif melawan Nazi.
Selama musim panas [[1943|1943,]] Evie menghilang dari peredaran dikarenakan adanya perintah untuk menghentikan kegiatannya. Ia pun bersembunyi di loteng yang terletak dibawah atap sebuah rumah yang terletak di [[Amsterdam Barat]] menyusul penangkapan dan interogasi seorang tokoh PI. Sepeninggalan Evie, rumahnya pun dimanfaatkan mahasiswa Indonesia sebagai tempat persembunyian bila terjadi penggrebekan.
Pada bulan november 1943 di [[Doorn (Utrecht)|Doorn]] (dekat [[Utrecht (provinsi)|Utrecht,]] Belanda tengah) PI mengadakan pertemuan rahasia bagi mahasiswa [[Indonesia]] dan beberapa orang tokoh politik [[Belanda]]. Diantara mahasiswa Indonesia, Evie tak mau ketinggalan untuk ikut serta dan duduk di samping [[Willem Drees|Willem Dres]](Politikus Belanda) yang digadang-gadang akan menjabat sebagai Perdana Menteri pada [[1950]] an .
▲
Pada [[Januari]] [[1945]], seorang anggota satuan NBS Indonesia bernama [[Irawan Soejono]] yang juga seorang mahasiswa yang bekerja unutk majalah illegal, dibunuh tentara [[Jerman]] di Leiden. Evie, Elly Soumokil serta satu orang teman perempuan lainnya dan ketiga teman laki-lakinya bergegas dengan sepeda ke [[Leiden]]. "''Kami duduk dibonceng di sepeda yang tidak berban. Salah satu dari perempuan itu, Elly Soumokil, punya bayi berumur tiga bulan, tapi dia harus dan ingin ikut ke [[Leiden]]. Dia titip anaknya itu ke sepupunya di [[Wilhelmina Gasthuis]] di [[Amsterdam]] dan dia pergi ke [[Leiden]]''," ujar Evie dalam ketika diwawancarai jurnalis [[Herman Keppy]] pada [[2008]]. Dan untuk menghormati perjuangannya. satuan NBS Indonesia menamai diri mereka "Irawan Brigade"<ref name=":0">{{Cite web|last=gatholotjo|date=2016-09-01|title=“Seorang pahlawan telah tiada: Evy Siantoeri-Poetiray: Soerabaja 3 djuli 1918 – Jakarta 27 agustus 2016” oleh Herman Keppy|url=https://gatholotjo.com/2016/09/01/seorang-pahlawan-telah-tiada-evy-siantoeri-poetiray-soerabaja-3-djuli-1918-jakarta-27-agustus-2016-oleh-herman-keppy/|website=Gatholotjo|language=id-ID|access-date=2021-03-14}}</ref>.
Pada Mei [[1945]], PI menerbitkan manifesto dua halaman berjudul "[[Verklaring van de Perhimpunan Indonesia aan het Nederlandse Volk]]!" alias "Deklarasi Perhimpoenan Indonesia kepada Rakyat [[Belanda]]".PI Selain merayakan kemenangan Sekutu dan capaian perjuangan anti-Nazi di [[Belanda]], pamflet PI tersebut juga menceritakan kiprah mereka selama [[Belanda]] dikuasai Nazi. Dalam pamflet PI juga dijelaskan mengenai bantuan orang-orang Indonesia dengan menyediakan bantuan terhadap orang-orang yang bersembunyi, menerbitkan surat kabar illegal, membentuk kelompok bersenjata sendiri sampai ikut kerja bawah tanah guna melawan Nazi.
Dalam deklarasi itu, PI juga menegaskan pandangannya agar [[Indonesia]] dan [[Belanda]] punya relasi baru berlandaskan kerja sama dan kesetaraan. PI menuntut "Indonesia yang merdeka dan demokratis, karena hanya dalam hal itu terpampang sebuah jaminan bahwa rakyat Indonesia akan memiliki pembangunan politik, ekonomi, dan sosial di tangan mereka". Hal ini bertujuan untuk memposisikan orang Indonesia sebagai rekan yang setara dan demokratis dalam resistensi melawan Nazi serta diharapakan agar pemerintahan Belanda membalas jasa dengan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|17 Agustus 1945]]. Tapi, Belanda tidak mengakuinya dan malah melancarkan [[Aksi Polisionil|agresi militer]]. PI bersama [[Partai Komunis Belanda]] (CPN) menentang kebijakan [[Belanda]] itu.
Pada Februari [[1946]], CPN menyelenggarakan demonstrasi di [[Amsterdam]]. Tokoh Sosial Demokrat [[Alderman Hufo de Dreu]] meminta Evie untuk berorasi mewakili PI.
Evie menegaskan kata-kata yang tak diantisipasi de Dreu sebelumnya. “Rakyat [[Belanda]], apakah kalian siap mengakui hak menentukan nasib sendiri rakyat [[Indonesia]]?” ujar Evie dalam pidatonya di [[Markthallen]], [[Amsterdam]], 2 Februari [[1946]]<ref name=":0" />.
Evie pun dikenal sebagai orator ulung sejak ikut berdemokrasi menuntut pengakulan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi Indonesia]] dalam sebuah demonstrasi Bersama partai komunis.
== Kehidupan Setelah Merdeka ==
Pada [[1946]], Evie kembali ke tanah air dan menikah dengan Marangi Siantoeri yang merupakan rekan dalam organisasi [[Indische Vereeniging|Perhimpunan Indonesia]] (PI)<ref>{{Cite book|last=co|first=Magdalene|date=2020|title=Perempuan Nusantara Di Tepi Sejarah|location=Jakarta|publisher=Pt Elex Media Komputindo|isbn=978-623-00-2063-6|pages=29|url-status=live}}</ref>.
== Kematian ==
Evie Poetieray meninggal di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], pada Sabtu 27 Agustus [[2016]] di usia 98 tahun di kediamannya<ref name=":0" />.
== Refrensi ==
|