Suku Anak Dalam Batin Sembilan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 1:
{{copy edit|date=Oktober 2017}}
'''Suku Anak Dalam Batin Sembilan''' adalah kelompok [[suku]] lokal yang salah satunya bermukim di Desa Tanjung Lebar, Kecamatan Sungai Bahar, [[Kabupaten Muaro Jambi]], [[Provinsi Jambi]]. Keberadaan SAD Batin Sembilan telah ada sejak sebelum masa kemerdekaan juga sejak Desa Tanjung Lebar masih berstatus sebagai dusun sebelum tahun 1981. Semenjak diberlakukan Undang-Undang Desa pada tahun 1979, banyak perubahan yang dihadapi oleh SAD Batin Sembilan seiring dengan perubahan status dusun menjadi desa tersebut. Perubahan tersebut disusul oleh adanya gelombang besar kedatangan masyarakat pendatang akibat adanya kebijakan [[transmigrasi]] dan perhutani, perusahaan, maupun penduduk wilayah lain yang datang dengan sendirinya untuk membuka ladang baru.<ref name=":0">Mubarok, Ahmad Ihksan. 2017. Kesadaran Adat sebagai Perlawanan di Wilayah Sembilan Batin. Skripsi Program Studi S1 Antropologi Universitas Gadjah Mada. Lihat melalui <nowiki>http://lib.ugm.ac.id</nowiki></ref>
== Asal usul ==
SAD Batin Sembilan diyakini sebagai keturunan Sembilan bersaudara anak dari [[Raden Ontar]]. Raden Ontar sendiri dikenal sebagai anak dari Pangeran Nagosari dan cucu dari Maruhun Sungsang Romo yang memiliki darah Mataram Hindu. Pangeran Nagosari kemudian menikah dengan Putri Bayan Lais yang merupakan putri dari Pangeran Bagas Gayur yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung sekaligus keturunan dari Putri Berdarah Putih dari Gunung Kembang, Kabuaten Sarolangun.<ref>Hidayat, Riyan. 2012. Membangkitkan Batang Terendam (Sejarah Asal Usul, Kebudayaan dan Pejuangan Hak SAD Batin 9), Jambi: Yayasan Setara Jambi</ref>
Anak Raden Ontar yang berjumlah Sembilan itu adalah Singo Jayo, Singo Jabo, Singo Pati, Singo Inu, Singo Besak, Singo Laut, Singo Delago, Singo Mengalo, dan Singo Anum. Setelah dewasa, kesembilan anak itu diperintahkan oleh Raden Ontar untuk menguasai sembilan anak sungai berbeda yang ada di [[Jambi]]. Kesembilan anak sungai tersebut
Saat ini, keturunan SAD Batin Sembilan telah berkembang menjadi kelompok-kelompok kecil yang menguasai sungai-sungai tersier di wilayah Jambi. Konsekuensi dari perkembangan kelompok mereka adalah memunculkan beragam cerita lisan yang berbeda antar kelompok mengenai nenek moyang dan wilayah kekuasan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Hampir setiap kelompok SAD Batin Sembilan memiliki cerita yang berbeda mengenai legenda asal usul nenek moyang mereka.
Baris 14:
Selain itu, SAD Batin Sembilan juga telah hidup menetap dalam kurun waktu lama serta membuka hubungan atau komunikasi dengan pihak di luar kelompok suku mereka. Sikap terbuka yang mereka miliki tidak lepas dari peran penjajah [[Kolonial Belanda]] yang membuka jalan di daerah pemukiman mereka untuk kegiatan eksplorasi [[minyak bumi]]. Keberadaan industri minyak bumi tersebut menjadikan banyak pendatang yang kemudian menetap di daerah pemukiman SAD Batin Sembilan.<ref name=":1">http://repository.upnyk.ac.id/2258/1/Abstrak.pdf</ref> Hal itu menyebabkan interaksi mereka dengan pihak luar menjadi semakin intens.
Meskipun demikian, SAD Batin Sembilan tidak serta merta sepenuhnya terpengaruh dengan hal-hal yang dibawa komunitas dari komunitas mereka. Mereka justru banyak belajar untuk menyerap pengetahuan dan pengaruh yang dibawa pihak luar untuk mempertahankan eksistensi mereka sebagai SAD. Hal itu juga justru menjadikan mereka mampu mempertahankan dan merekonstruksi adat
== Struktur Sosial SAD Batin Sembilan ==
Eksistensi struktur sosial SAD Batin Sembilan banyak mengalami perubahan, terutama yang disebabkan oleh batas administratif pemerintahan dan pembagian wilayah yang ada. Kendati demikian, SAD Batin Sembilan masih banyak yang
Jabatan tertinggi dalam struktur sosial SAD Batin Sembilan ditempati oleh seseorang yang memiliki nama depan ''Depati''. Istilah ''depati'' digunakan oleh SAD Batin Sembilan untuk menyebut seseorang yang menjadi penguasa dari suatu wilayah ''batin'' (sungai). Selain ''Depati,'' SAD Batin Sembilan juga mengenal istilah ''Pesirah''. Istilah ''pesirah'' memiliki konteks historis tersendiri, yaitu ketika pembubaran Kesultanan Jambi oleh Belanda pada tahun 1906. Setelahnya, wilayah Jambi dibagi menjadi 12 marga berdasarkan hukum adat. ''Pesirah'' adalah sebutan untuk ketua di setiap marga tersebut.
Baris 23:
Sistem pangkat di SAD Batin Sembilan tersebut berkaitan dengan status sosial seseorang berdasarkan kedudukannya sebagai penguasa atas suatu wilayah. Dampaknya adalah, ketika muncul industry ekstraktif<ref name=":1" /> tertentu yang beroperasi di wilayah mereka dan menguasai hak-hak ulayat, struktur sosial asli dalam SAD Batin Sembilan tersebut mulai dibangkitkan kembali. Kelompok-kelompok kecil seperti kelompok SAD Sungai Lalan yang mempunyai kepentingan atas wilayah tersebut mulai belajar untuk kembali membangun struktur sosial mereka.<ref name=":0" />
Sebagai misal, kelompok SAD Sungai Kandang terlebih dahulu merekonstruksi struktur sosial asli mereka sebelum SAD lainnya. Mereka membuat hukum adat yang dinamakan “''Selemak Semanis”'' yang diiringi dengan pembuatan suatu lembaga adat yang diinisiasi oleh ''Temanggung, Depati, Menti,'' dan ''Ulubalang.'' Setiap jabatan tersebut diisi oleh wakil dari kelompok-kelompok kecil yang setiap saat dapat berubah-ubah. Lebih jauh lagi, Himpunan Masyarakat Adat SAD Batin Sembilan juga membuat penyelarasan struktur sosial dalam menghadapi
== Aturan Adat ==
|