Hadis Daif: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kesalahan pengetikan dan penambahan konten
Tag: Pengembalian manual Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 33:
== Macamnya ==
Terdapat berbagai tingkatan derajat hadis lemah, mulai dari yang lemahnya ringan hingga yang parah bahkan palsu. [[Ibnu Hibban]] telah membagi hadits dhaif menjadi 49 (empat puluh sembilan) jenis.<ref>Muqadimmah Ibnu Shalah</ref> Di antara macam-macam tingkatan hadis yang dikategorikan lemah, seperti:
* '''''Mursal''''':
* '''''Mursal''''': Hadis yang disebutkan oleh [[Tabi'in]] langsung dari Rasulullah {{saw}} tanpa menyebutkan siapa [[shahabat]] yang melihat atau mendengar langsung dari Rasul. Digolongkan sebagai hadis lemah karena dimungkinkan adanya Tabi'in lain yang masuk dalam jalur riwayatnya (namun tidak disebutkan). Jika dapat dipastikan perawi (periwayat) yang tidak disebutkan tersebut adalah seorang shahabat maka tidak tergolong sebagai hadis lemah.
ما سقط من آخر اسناده من بعد التابعي
* '''''Mu'dhol''''': Hadis yang dalam [[sanad]]nya ada dua orang rawi atau lebih yang tidak dicantumkan secara berurut.
Artinya, “Hadits yang dihilangkan perawi setelah [[Tabi’in]] (sahabat) dari akhir sanadnya."
* '''''Munqathi''''' (terputus): Semua hadis yang sanadnya tidak bersambung tanpa melihat letak dan keadaan putusnya sanad. Setiap hadis Mu'dhal adalah Munqathi, namun tidak sebaliknya.
* '''''Mursal''''': Hadis yang disebutkan oleh [[Tabi'in]] langsung dari Rasulullah {{saw}} tanpa menyebutkan siapa [[shahabat]] yang melihat atau mendengar langsung dari Rasul. Digolongkan sebagai hadis lemah karena dimungkinkan adanya Tabi'in lain yang masuk dalam jalur riwayatnya (namun tidak disebutkan). Jika dapat dipastikan perawi (periwayat) yang tidak disebutkan tersebut adalah seorang shahabat maka tidak tergolong sebagai hadis lemah. Misalnya, Imam Muslim bin Hajjaj pernah meriwayatkan hadits dari Muhammad bin Rafi’, dari Hujain, dari Al-Laits, dari ‘Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Sa’id bin Musayyab, bahwa Rasulullah pernah melarang jual beli dengan cara muzabanah, yaitu jual beli tanpa takaran. Redaksi haditsnya sebagai berikut: عن سعيد ابن المسيب أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع المزابنة
* '''''Mudallas''''': Seseorang yang meriwayatkan dari rawi ''fulan'' sementara hadis tersebut tidak didengarnya langsung dari rawi [[fulan]] tersebut, namun ia tutupi hal ini sehingga terkesan seolah ia mendengarnya langsung dari rawi fulan. Hadis mudallas ada dua macam, yaitu Tadlis Isnad (menyembunyikan sanad) dan tadlis Syuyukh (menyembunyikan personal).
Artinya, “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara muzabanah.” Ulama menghukumi hadits di atas dengan mursal karena Sa’id bin Musayyab adalah seorang tabi‘in yang tidak mungkin bertemu Rasulullah SAW. Pasti Sa’id bin Musayyab mendengar hadits itu dari sahabat. Tetapi dalam rangkaian sanad hadits di atas tidak disebutkan nama sahabat yang menjadi perantara antara Sa’id bin Musayyab dan Rasulullah.
* '''''Mu'dhal''''':
ما سقط من إسناده اثنان فأكثر على التوالي
* '''''Mu'dhol''''': "Hadis yang dalam [[sanad]]nya ada dua orang rawi atau lebih yang tidak dicantumkan secara berurut."
Maksudnya, dalam rangkaian sanad ada dua perawi yang dihilangkan, syaratnya harus berturut-turut. Kalau tidak berturut-turut, misalnya di awal sanadnya ada perawi yang hilang, kemudian satu lagi di akhir sanad, maka ini tidak bisa dinamakan hadits mu’dhal.
* '''''Munqathi''''' (terputus):
ما لم يتصل إسناده على أي وجه كان انقطاعه
* '''''Munqathi''''' (terputus): Semua hadis yang sanadnya tidak bersambung tanpa melihat letak dan keadaan putusnya sanad. Setiap hadis Mu'dhal adalah Munqathi, namun tidak sebaliknya.
* '''''Mudallas''''': Hadis mudallas ada dua macam, yaitu Tadlis Isnad (menyembunyikan sanad) dan tadlis Syuyukh (menyembunyikan personal). Tadlis Isnad adalah: أن يروي الراوي عمن قد سمع منه ما لم يسمع منه من غير أن يذكر أنه سمعه منه Artinya, “Perawi hadits meriwayatkan hadits dari gurunya, tetapi hadits yang dia sampaikan itu tidak didengar langsung dari gurunya tanpa menjelaskan bahwa dia mendengar hadits darinya.” Maksudnya, seorang rawi mendapatkan hadits dari orang lain, tetapi dia meriwayatkan dengan mengatasnamakan gurunya, di mana sebagian hadits dia terima dari gurunya tersebut. Padahal untuk kasus hadits itu dia tidak mendengar dari gurunya, tetapi dari orang lain. Tadlis Syuyukh adalah: أن يروي الراوي عن شيخ حديثا سمعه منه، فيسميه أو يكنيه أو ينسبه أو يصفه بما لا يعرف به كي لا يعرف Artinya, “Seorang perawi meriwayatkan hadits yang didengar dari gurunya, tetapi dia menyebut gurunya tersebut dengan julukan yang tidak populer, tujuannya supaya tidak dikenal orang lain.” Perawi sengaja menyebut gurunya dengan nama atau gelar yang tidak populer supaya orang lain tidak tahu siapa guru sebenarnya. Karena kalau disebut nama asli gurunya, bisa jadi guru perawi itu tidak tsiqah (dipercaya) dan haditsnya nanti menjadi bermasalah. Untuk menutupi kekurangan itu, dia mengelabui orang dengan menyebut nama yang tidak populer untuk gurunya.
* '''''Mu'an'an''''': Hadis yang dalam sanadnya menggunakan lafal ''fulan 'an fulan'' (riwayat seseorang dari seseorang).
* '''''Mudhtharib''''' (guncang): Hadis yang diriwayatkan melalui banyak jalur dan sama-sama kuat, masing-masingnya dengan lafal yang berlainan/bertentangan (serta tidak bisa diambil jalan tengah).
* '''''Syadz''''' (ganjil): Hadis yang menyelisihi riwayat dari orang-orang yang ''tsiqah'' (tepercaya). Atau didefinisikan sebagai hadis yang hanya diriwayatkan melalui satu jalur namun perawinya tersebut kurang tepercaya jika ia bersendiri dalam meriwayatkan hadis.
* '''''Munkar''''': Hadis yang diriwayatkan oleh perawi kategori lemah yang menyelisihi periwayatan rawi-rawi yang tsiqah.
* '''''Matruk''''': هو الحديث الذي في اسناده راو متهم بالكذب Artinya, “Hadits yang terdapat di dalam sanadnya rawi yang terduga kuat berdusta.” Mahmud Thahan menjelaskan, perawi hadits diduga kuat berdusta karena dua alasan: pertama, hadits tersebut tidak diriwayatkan kecuali darinya dan bertentangan dengan kaidah umum atau prinsip umum beragama; Kedua, di dalam sanad hadits ditemukan seorang perawi yang dalam kehidupan sehari-harinya suka berbohong. Cara mengetahui perawi hadits berdusta atau tidak adalah dengan merujuk kitab biografi perawi hadits yang sudah didokumentasikan oleh ulama hadits. Kitab biografi tersebut menjelaskan nama lengkap perawi, guru dan muridnya, biografi kehidupannya, termasuk kredibilitas dan kekuatan hafalannya. Di antara buku biografi perawi hadits yang populer adalah Siyar A’lamin Nubala karya Adz-Dzahabi, Al-Jarhu wat Ta’dil karya Abu Hatim Ar-Razi, dan lain-lain.
* '''''Matruk''''': Hadis yang di dalam sanadnya ada perawi yang tertuduh berdusta.
Ada banyak defenisi hadits munkar, tetapi yang paling populer ada dua defenisi: هو الحديث الذي في اسناده راو فحش غلطه أو كثرت غفلته أو ظهر فسقه Artinya, “Hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang sering salah atau suka lupa, dan tampak kefasikannya.” Ada juga yang mendefenisikan dengan: هو ما رواه الضعيف مخالفا لما رواه الثقة Artinya, “Hadits yang diriwayatkan perawi dhaif bertentangan dengan perawi yang tsiqah.” Dari dua defenisi di atas dapat dipahami bahwa hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang sering lupa, sering melakukan kesalahan, dan berbuat fasik terang-terangan. Akibatnya, hadits yang diriwayatkannya itu bertentangan dengan perawi yang tsiqah (kredibel).
* '''''Maudhu''''''(Hadis palsu): Hadis yang dipalsukan atas nama Nabi, di dalam rawinya ada rawi yang diketahui sering melakukan kedustaan dan pemalsuan.
* '''''Maudhu''''''(Hadis palsu): Maudhu’ termasuk hadits yang paling parah kedhaifannya, bahkan sebetulnya maudhu’ bukanlah hadits karena tidak termasuk dari perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasul. Sebab itu, sebagian ulama tidak memasukkan maudhu’ sebagai kategori hadits dhaif. Dalam musthalah hadits, maudhu’ berati: هو الكذب المختلق المصنوع المنسوب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم Artinya, “Berita bohong yang dibuat-buat dan disandarkan kepada Rasulullah.” Contoh hadits maudhu’ ialah hadits yang dibuat Muhammad bin Sa’id As-Syami. Dia mengatakan bahwa Humaid meriwayatkan hadits dari Anas, kemudian dari Rasulullah yang berkata: أنا خاتم النبيين لا نبي بعدي إلا أن يشأ الله Artinya, “Aku penutup para Nabi. Tidak ada Nabi setelahku, kecuali bila Allah menghendaki.” Pernyataan di atas bukanlah perkataan Rasulullah, tetapi perkataan yang dibuat Muhammad bin Sa’id. Ini termasuk contoh hadits maudhu’ dan tidak boleh disebarluaskan kecuali dibarengi dengan penjelasan status haditsnya.
Ketiga macam hadits dhaif di atas: maudhu’, matruk, dan munkar termasuk tingkatan hadits dhaif yang paling parah. Artinya, tidak boleh dijadikan landasan dalam beramal, meskipun untuk fadhail a’mal, keutamaan amal ibadah tertentu untuk motivasi.
* '''''Bathil''''': Sejenis Hadis palsu yang (jelas-jelas) menyelisihi prinsip-prinsip [[syariah]].
* '''''Mudraj''''': Perkataan yang diucapkan oleh selain Nabi yang ditulis bergandengan dengan Hadits Nabi. Sehingga dapat dikira sebagai bagian dari hadis. Umumnya berasal dari perawi hadisnya, baik itu sahabat ataupun yang dibawahnya, diucapkan untuk menafsirkan, menjelaskan atau melengkapi maksud kata tertentu dalam lafal hadis.