Piil Pesenggiri: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Yordansyah (bicara | kontrib) Penyermpurnaan pengertian halaman falasafah Piil Pesenggiri |
Yordansyah (bicara | kontrib) |
||
Baris 4:
Dalam upaya membantu penaklukan Mahapatih [[Majapahit]] [[Gajah Mada|Gajahmada]] terhadap kerajaan [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] [[Bali]]. Uparaja [[Adityawarman]] membawa 2500 pasukan menyerang Pulau Bali. Pasukan besar tersebut direkrut dari [[Kota Palembang|Palembang]] hingga [[Lampung]]. Pada mulanya penyerbuan dilakukan sebagaimana perang pada umumnya, yakni menggunakan kekerasan seluas-luasnya yang dinilai efektif dalam mengintimidasi dan menaklukan musuh. Namun perlawanan masyarakat Bali yang salah satunya dipimpin oleh ''Arya Pasunggiri'' sangatlah hebat, sehingga mampu menahan serangan [[Adityawarman]] beberapa hari. Maka ketika ''Arya Pasunggir''i menyerah kalah, [[Adityawarman]] tidak memberi ampun dan langsung membunuhnya. Peristiwa pembunuhan ''Arya Pasunggiri'' yang sudah menyerah namun tetap dibunuh membuat Ratu [[Majapahit]] [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] marah.
''Peristiwa Passungiri'' membuat [[Gajah Mada|Gajahmada]] akhirnya merubah strategi perang penaklukan [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] [[Bali]], melalui jalan diplomasi. Dengan pendekatan-pendekatan kultural, dialogis dan bermartabat, pada akhirnya [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] dapat ditaklukan dan kemudian menjadi bagian dari Majapahit. Strategi diplomasi Mahapatih Majapahit [[Gajah Mada|Gajahmada]] dalam menaklukan Bedahulu Bali tersebut menjadi perhatian bagi para prajurit pasukan Sumatera Selatan. Yang sebagian besar diantara merupakan para pelajar dan pendidik dari mandala pengetahuan Budha warisan masa [[Sriwijaya]]. Strategi diplomasi tersebut dibawa kembali ke Sumatera Selatan dalam bentuk pengetahuan, yang kemudian diajarkan secara turun-temurun dalam bentuk sastra tradisional dan kitab adat. Pada akhirnya strategi diplomasi menjadi ajaran luhur dan prinsip hidup bagi masyarakat [[Lampung]].
'''Piil Pesinggiri''' merupakan pandangan hidup atau [[adat]] yang di pakai oleh orang [[Lampung]] atau [[masyarakat]] Lampung sebagai pandangan hidup.<ref name=":0" /> Kata Piil bersumber dari [[Bahasa Arab]] yang berarti perilaku dan Pesinggiri yang berarti bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, tahu hak dan kewajiban.<ref name=":1">{{Cite web|url=http://staff.unila.ac.id/abdulsyani/2013/04/02/falsafah-hidup-masyarakat-lampung-sebuah-wacana-terapan/|title=FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT LAMPUNG SEBUAH WACANA TERAPAN {{!}} Socius + Logos|last=abdulsyani|language=en-US|access-date=2020-06-06}}</ref>▼
== Pokok Ajaran ==
# '''Pesenggiri''', mengandung ajaran: Tidak mudah menyerah, tidak mengenal takut dan pantang mundur dalam menghadapi tantangan yang datang didalam kehidupan. Keberanian adalah merupakan bagian dari harga diri.
# '''Juluk-Adok''', mengandung ajaran: Selalu menggunakan nama-nama panggilan yang baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Panggilan yang baik bukan saja membuat orang lain terhormat, tetapi juga menunjukan diri yang bermartabat.
▲'''Piil Pesinggiri''' merupakan pandangan hidup atau [[adat]] yang di pakai oleh orang [[Lampung]] atau [[masyarakat]] Lampung sebagai pandangan hidup.
Unsur piil pesinggiri adalah :
Baris 12 ⟶ 19:
# Nengah-Nyampur, yang bermakna menyelesaikan sesuatu dengan musyawarah mufakat dan dengan penuh rsa tanggung jawab.
# Sakai Sambayan, yang bermakna saling tolong menolong dan saling menghargai antara satu sama lain.
# Tittie-Gemattie, yang bermakna bersikap sopan santun dan mengutamakan kebaikan
Nilai-nilai piil pesinggiri merupakan pandangan atau aturan sebagai [[undang-undang]] tidak hanya sekedar berupa pemikiran atau [[konsep]], melainkan sebagai sistem [[nilai]] yang dirujuk dan diinternalisasi oleh masyarakat. Hal penting dan signifikan dari piil pesinggiri yang sejajar dengan konsep kehormatan dan harga diri yang sangat penting, karena memiliki kesucian, prestise, kemuliaan dan keagungan (''sacred, prestige, radiance, glory, presence'').
== Catatan Kaki ==
|