Kedokteran hewan di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
RianHS (bicara | kontrib)
Copy edit
Baris 1:
Di [[Indonesia]], praktik ilmu [[kedokteran hewan]] telah berlangsung dan berkembang selama ratusan tahun. Layanan [[dokter hewan]] serta pendidikannya telah dirintis sejak zaman penjajahan Belanda. Per tahun 2019, terdapat 11 universitas yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran hewan. Para dokter hewan memiliki [[Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia]] (PDHI) sebagai [[organisasi profesi]].
 
Sebagian dokter hewan di Indonesia membuka layanan praktik, baik bagisecara hewan kesayanganmandiri maupun hewan ternakberkelompok. Sebagian lainnya bekerja untuk [[Pemerintah Indonesia]], perusahaan swasta, atau organisasi nirlaba dengan memberikan jasa medisnya atau menjadi konsultan, peneliti, dan pengajar. Sebagian dokter hewan juga menjadi wiraswasta di bidang usaha yang berkaitan dengan kesehatan hewan, misalnya usaha peternakan dan pengolahan pangan asal hewan.
 
== Pendidikan ==
Baris 7:
Di Indonesia, pendidikan kedokteran hewan dipelajari di tingkat universitas. Pendidikan ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pendidikan sarjana (S1) yang biasanya ditempuh selama delapan semester. Setelah menyelesaikan tahap ini, seseorang akan mendapatkan gelar [[Sarjana Kedokteran Hewan]] (S.K.H.). Tahap kedua adalah pendidikan profesi (koasistensi) yang biasanya memerlukan waktu 1,5 hingga 2 tahun. Setelah menyelesaikan koasistensi, seseorang akan mendapatkan gelar dokter hewan (drh).
 
Jumlah universitas yang memiliki fakultas atau program studi kedokteran hewan di Indonesia adalah 11 buah. Mereka terkumpul dalam Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI). Kesebelas universitas itu adalah:
# [[Universitas Syiah Kuala]] (Unsyiah) — [[Kota Banda Aceh|Banda Aceh]], [[Aceh]]
# [[Institut Pertanian Bogor]] (IPB) — [[Bogor]], [[Jawa Barat]]