Kedokteran hewan di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
RianHS (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:Horse examination by Indonesian Agricultural Quarantine Agency officer.jpg|jmpl|kanan||upright=1.2|Seorang [[dokter hewan]] sedang memeriksa kuda impor dalam rangka [[Asian Games 2018]].]]
Di [[Indonesia]], praktik ilmu [[kedokteran hewan]] telah berlangsung dan berkembang selama ratusan tahun. Layanan [[dokter hewan]] serta pendidikannya telah dirintis sejak zaman penjajahan Belanda. Per tahun 2019, terdapat 11 universitas yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran hewan. Para dokter hewan memiliki [[Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia]] (PDHI) sebagai [[organisasi profesi]].
 
Baris 40 ⟶ 41:
Keberadaan rabies membuat Pemerintah Hindia Belanda membuat ordonansi (peraturan) tentang penyakit anjing gila sepanjang 1905–1915. ''Staatsblad'' Tahun 1906 Nomor 283, misalnya, mewajibkan pemilik anjing untuk melaporkan jumlah anjingnya dan memberi identitas berupa medali, serta membayar pajak anjing.<ref>{{Cite web|last=Hanggoro|first=Hendaru Tri|date=11 Oktober 2018|title=KTP dan Pajak Anjing|url=https://historia.id/urban/articles/ktp-dan-pajak-anjing-PM1rw|website=Historia|language=|access-date=23 April 2021}}</ref> Sementara itu, peraturan pertama yang khusus mengatur kesehatan hewan adalah ''Staatsblad'' Tahun 1912 Nomor 432 tentang Peninjauan Kembali Ketentuan-Ketentuan tentang Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan. Ordonansi ini mengatur [[otoritas veteriner]] di Nusantara dalam Pasal 34 Ayat 1 yang jika diterjemahkan, artinya, "Kewenangan Medis Veteriner atau ''Veeartsnijkundige'' berupa keahlian dan kewenangan dimiliki oleh dokter hewan secara melekat sesudah lulus dari fakultas kedokteran hewan di Indonesia maupun di Negeri Belanda".{{sfn|Sitepoe|2017|p=3}} Selain itu, ''Staatsblad'' Tahun 1915 nomor 732 yang mengesahkan [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]] (KUHP) juga mengatur tentang kehewanan.{{efn|Ada 11 pasal dalam KUHP yang berkenaan dengan hewan, yaitu Pasal 101, 271, 302, 406, 407, 490, 494, 501, 540, 541, dan 549}}{{sfn|Sitepoe|2017|p=76}} Menurut KUHP, definisi ternak hanya mencakup [[hewan pemamah biak]], [[hewan berkuku ganjil|hewan berkuku satu]], dan [[babi]] sehingga dokter ternak hanya menangani hewan-hewan tersebut.{{sfn|Sitepoe|2017|p=6-7}}
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Veeartsenijschool te Buitenzorg TMnr 10013158.jpg|jmpl|kanan|upright=1.2|Sekolah kedokteran hewan di Bogor (foto diambil antara tahun 1900 hingga 19401900–1940).]]
Pada tahun 1907, atas usul Melchior Treub, Direktur Departemen Pertanian, Kerajinan, dan Perdagangan (''Landbouw, Nijverheid en Handel'') Belanda mendirikan Laboratorium Veteriner (Veeartsenijkundig Laboratorium; saat ini menjadi Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor) untuk menangani wabah sampar sapi.{{sfn|Sigit|2003|p=2}} Di laboratorium ini juga dibuka pendidikan dokter hewan bumiputra selama empat tahun yang bernama ”Cursus tot Opleiding van Inlandsche Veearstsen”.{{sfn|Sigit|2003|p=2}}<ref name="prio">{{Cite journal|last=Priosoeryanto|first=Bambang Pontjo|last2=Arifiantini|first2=Iis|date=2014|title=The history of the veterinary profession and education in Indonesia|url=https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25029757|journal=Argos (Utrecht, Netherlands)|issue=50|pages=342–345|issn=0923-3970|pmid=25029757}}</ref> Siswa-siswanya berasal dari lulusan [[Hogereburgerschool|HBS]] atau [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|MULO]] (setingkat [[Sekolah menengah pertama|SMP]]), dan sekolah-sekolah lain yang dianggap sederajat. Dua siswa pertamanya merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertanian (Middelbare Landbouwschool atau MLS) yang setara dengan SMA sehingga mereka langsung diterima di tingkat III.{{sfn|Sigit|2003|p=2}}
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Veeartsenijkundig Laboratorium te Buitenzorg TMnr 10013162.jpg|jmpl|kiri|upright=1.2|Praktikum di sekolah kedokteran hewan Bogor]]
Awalnya, kursus ini berada di bawah pengawasan Koningsberger, Kepala Kebun Raya dan Museum Zoologi Bogor. Pada tahun 1908, L. de Blieck menjadi pimpinan laboratorium veteriner dan tahun berikutnya ia juga diberi tugas memimpin kursus.{{sfn|Sigit|2003|p=2}} Pada tahun 1910 terjadi perubahan nama, ”Inlandsche Veeartsenschool” (Sekolah Dokter Hewan Bumiputra) dipilih untuk menggantikan nama kursus, sedangkan jabatan kepala sekolah (sekaligus kepala laboratorium) berubah menjadi direktur.<ref name="prio"/> Seorang siswa asal [[Minahasa]], Johannes Alexander Kaligis, lulus pada tahun 1910 sebagai dokter hewan Indonesia yang pertama.<ref name=":0"/>{{sfn|Dharmojono|2019|p=60}} Pada tahun 2010, seratus tahun setelah kelulusan Kaligis, dilakukan perayaan satu abad dokter hewan Indonesia.<ref name=":0"/>
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Dipbak van Veeartsenijkundig Instituut te Buitenzorg TMnr 10013161.jpg|jmpl|kanan|upright=0.8|Bak celup untuk men[[disinfeksi]] ternak di sekolah kedokteran hewan Bogor.]]
Pada tahun 1914, nama pendidikan diubah lagi menjadi Sekolah Kedokteran Hewan Hindia Belanda (Nederlands Indische Veeartsenschool, disingkat NIVS).<ref name="prio"/> Sekolah ini menerima berbagai golongan, tidak hanya siswa bumiputra. NIVS lalu mengalami kemunduran karena kembali disatukan dengan laboratorium menjadi Institut Veteriner (Veeartsenijkundig Instituut, disingkat VI).{{sfn|Sigit|2003|p=2}} Namun pada tahun 1919, NIVS kembali dipisahkan dari institut dan berdiri sendiri.{{sfn|Sigit|2003|p=2}} [[Bahasa Jerman]] ikut diajarkan supaya siswa-siswanya dapat membaca buku-buku kedokteran hewan berbahasa Jerman. Lulusan NIVS yang berkinerja baik diberi kesempatan melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan di [[Utrecht (provinsi)|Utrecht]], Belanda, dengan langsung menjadi mahasiswa tingkat III.{{sfn|Sigit|2003|p=2}}{{sfn|Dharmojono|2019|p=61}} Selain Kaligis, dokter hewan Indonesia yang lulus dari Utrecht yaitu Soeparwi (kelak menjadi dekan pertama Fakultas Kedokteran Hewan UGM), Iskandar Titus, dan A.A. Ressang.<ref name=":0"/>{{sfn|Dharmojono|2019|p=61}}