SMP Negeri 1 Magelang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Kesalahan pranala pipa)
Baris 47:
SMP Negeri 1 Magelang menempati gedung sekolah bekas peninggalan zaman Belanda yang hingga kini telah beberapa kali direnovasi. SMP Negeri 1 Magelang memiliki berbagai cerita bersejarah yang berkaitan dengan perjuangan zaman penjajahan. SMP Negeri 1 Magelang memiliki luas 7.717 m yang terletak di Jalan Pahlawan 66 Kota Magelang. Dari segi wilayah, sekolah ini berada di Kampung Botton, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang. Lembaga pendidikan ini berdiri pada masa penjajahan Jepang, yaitu tahun 1942. Pada masa itu lebih dikenal dengan nama SMP Botton, karena letaknya berada di Kampung Botton. Sekolah menengah pada masa penjajahan Jepang diberi nama "Syoto Chu Gakko" (Prastowo, 1945: 17).
 
Di Kota Magelang pada masa Hindia Belanda hanya terdapat empat Sekolah tingkat menengah, yaitu MULO (''[[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|]]''Meer Uitgebreid Lager Onderwijs'']]), Sekolah Yayasan Kristen, Sekolah Menengah milik Perguruan [[Sekolah Taman Siswa|Taman Siswa]] dan Sekolah Menengah tingkat atas [[Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren|MOSVIA (''Middlebare Opleiding School Vor Inlandiche Ambtenaren'')]]. MOSVIA adalah Sekolah yang mendidik calon-calon Pamong Praja. Saat dibukanya SMP Magelang yang terletak di Jalan Botton (sekarang Jalan Pahlawan) sekolah tersebut baru mempunyai 4 kelas, dengan jumlah guru 4 orang, yaitu Bapak Soetedjo Atmodipoerwo (merangkap direktur), Bapak Soediman, Bapak Mardiyo dan Bapak P. Siagian (Prastowo, 1945: 18). Mata Pelajaran yang disajikan adalah pelajaran-pelajaran umum disamping Bahasa Jepang serta Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Kegiatan Belajar Mengajar pada saat itu harus disesuaikan dengan Kurikulum dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh penguasa Jepang.
 
Dibandingkan dengan Sekolah lain, SMP Negeri 1 Magelang memiliki nilai perjuangan yang ikut serta dalam meraih dan mempertahankan Kemerdekaan dari penjajah Jepang. Hal ini terbukti bahwa di lokasi lingkungan sekolah, terdapat tugu Pahlawan "Rantai Kencana", untuk mengenang 3 orang siswa yang gugur membela gurunya yang pada waktu itu disekap oleh tentara Jepang. Siswa yang gugur antara lain Prapto Kecik, Soeprayitno dan Surono (Panitia Reuni, 1995: 9 ). Nama rantai kencana diambil dari organisasi siswa, yang pada saat ini setaraf dengan [[Organisasi Siswa Intra Sekolah|OSIS]]. Pencetusan nama Rantai Kencana merupakan hasil musyawarah pada pertemuan antara perwakilan siswa yang bernama Nakula Soenarta (kini Prof. Dr. Dipl. Ing. dan [[Profesor|Guru Besar]] Teknik Mesin [[Fakultas Teknik Universitas Indonesia|Fakultas Teknik UI]]) dengan Bapak Soetedjo Atmodipoerwo (direktur).