Madihin: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Subbagian tk. satu dengan tiga "=") |
||
Baris 4:
[[Tajuddin Noor Ganie]] (2006) mendefinisikan Madihin dengan rumusan sebagai berikut: puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah [[folklor Banjar]] di Kalsel.
Masih menurut [[Ganie]] (2006), Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Pola formulaik persajakannya merujuk kepada pola sajak akhir vertikal a/a/a/a, a/a/b/b atau a/b/a/b. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis.
Baris 12:
Biasanya, kesenian madihin dimainkan pada malam hari, namun pada masa sekarang juga dapat lakukan di siang hari sesuai permintaan. Madihin biasanya dimainkan selama 1 sampai 2 jam. Jika dahulu madihin biasa dilakukan di tempat terbuka, seperti halaman atau lapangan yang luas, dengan panggung ukuran 4x3 meter, sekarang madihin sering dipertunjukkan di dalam gedung pertunjukan.
Dalam pertunjukannya, madihin mempunyai struktur baku bagi semua pemadihin, yaitu:
Baris 23:
4. Penutup, yakni menyampaikan kesimpulan, sambil menghormati penonton, mohon pamit, dan ditutup dengan pantun penutup.
Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar [[Bakarasmin)]] yang digelar dalam rangka memperintai hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar).
Baris 39:
Pada zaman dahulu kala, ketika etnis Banjar di Kalsel masih belum begitu akrab dengan sistem ekonomi uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan diberikan dalam bentuk natura (bahasa Banjar: [[Pinduduk)]]. Pinduduk terdiri dari sebilah jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
Madihin tidak hanya disukai oleh para peminat domestik di daerah Kalsel saja, tetapi juga oleh para peminat yang tinggal di berbagai kota besar di tanah air kita. Salah seorang di antaranya adalah Pak Harto, Presiden RI di era Orde Baru ini pernah begitu terkesan dengan pertunjukan Madihin humor yang dituturkan oleh pasangan Pamadihinan dari kota Banjarmasin Jon Tralala dan Hendra. Saking terkesannya, dia ketika itu berkenan memberikan hadiah berupa ongkos naik haji plus (ONH Plus) kepada Jon Tralala.
Baris 45:
Madihin mewakili [[Kalimantan Timur]] pada Festival Budaya Melayu.
Pada zaman dahulu kala, Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut [[Pulung]]. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasatmata yang mereka sapa dengan sebutan hormat [[Datu Madihin]].
|