Perubahan iklim dan gender: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 19:
Perubahan iklim memiliki dampak yang signifikan terhadap [[pertanian]] dan [[ketahanan pangan]]. Perempuan perdesaan dalam hal ini merupakan salah satu kelompok yang paling terdampak. Mereka umumnya bekerja di ladang milik keluarga sebagai tenaga tidak berbayar, melakukan hampir semua pekerjaan mulai dari menanam hingga memanen.<ref name=":4">{{Cite web|last=FAO|date=2012|title=Gender and climate change research in agriculture and food security for rural development: training guide|url=http://www.fao.org/3/md280e/md280e.pdf|website=FAO|access-date=2021-06-02}}</ref> Wanita dewasa dan anak perempuan juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan [[ternak]] dan mengumpulkan air permukaan untuk keperluan rumah tangga.<ref name=":4" /> Iklim yang berubah dan kekeringan mengharuskan mereka mencari sumber air di tempat yang jauh dan ini menambah beban mereka yang telah berat.<ref>{{Cite web|last=FAO|title=Gender-differentiated impacts of climate change|url=http://www.fao.org/climate-smart-agriculture-sourcebook/enabling-frameworks/module-c6-gender/chapter-c6-1/en/|website=FAO|access-date=2021-06-02}}</ref>
Di masyarakat agraris tradisional, peran laki-laki lebih dominan karena mereka adalah pemilik lahan dan ternak, mereka juga bertanggung jawab menyiapkan lahan pertanian dan mengurusi transportasi hasil panen.<ref name=":4" /> Relasi kuasa yang tidak seimbang ini membuat perempuan tidak bisa banyak berperan dalam pengambilan keputusan, misalnya mengenai pilihan tanaman dan penentuan waktu panen. Mereka juga kesulitan mengakses sumber daya untuk bertani yang antara lain berupa lahan, ternak, peralatan pertanian, [[pupuk]], tenaga buruh tani, dan akses ke pelatihan.<ref name=":4" /> Akibatnya, perempuan nampak kurang memiliki peran dalam produksi pangan secara keseluruhan. Menurut [[Organisasi Pangan dan Pertanian|FAO]], kebijakan dan adaptasi perubahan iklim di bidang pertanian dan pangan yang responsif gender diperlukan untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan akses pada sumber daya.<ref name=":4" />
=== Bidang transportasi ===
[[Transportasi]] menyumbang emisi [[Karbondioksida|karbon dioksida]] sebesar 24,5% di seluruh dunia.<ref>{{Cite web|title=gender cc - women for climate justice|url=https://www.gendercc.net/gender-climate/transport.html|website=www.gendercc.net|access-date=2021-06-02}}</ref> Laki-laki dan perempuan memiliki pola perjalanan yang berbeda sehingga menghasilkan emisi karbon dioksida yang juga berbeda. Berdasarkan hasil penelitian di lima negara, yaitu
=== Bidang energi ===
Kemiskinan energi (''energy poverty'') menjadi salah satu isu penting dalam perubahan iklim dan gender, terutama di negara berkembang. Perempuan di negara berkembang memiliki akses ke energi yang terbatas. Para ilmuwan meyakini bahwa masalah akses ke energi
Transisi dari energi [[bahan bakar fosil]] ke energi yang lebih rendah [[karbon]] juga tidak serta merta menyelesaikan masalah akses energi. Menurut sejumlah studi, perempuan berpotensi menjadi objek kebijakan jika tidak ada intervensi yang berbasis gender. Oleh karenanya, para peneliti merekomendasikan adanya kebijakan yang berbasis keadilan sosial dan gender saat mengenalkan energi terbarukan di masyarakat negara berkembang.<ref name=":6" />
== Perbedaan gender tentang persepsi mengenai perubahan iklim ==
Pandangan seseorang mengenai perubahan iklim dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain ras, kelompok etnik, status sosial ekonomi (pendidikan dan tingkat pendapatan), dan gender. Terkadang juga ditambah dengan pandangan dan orientasi politik. Faktor-faktor tersebut
Beberapa studi menemukan adanya kesenjangan gender dalam pandangan mengenai isu lingkungan dan perubahan iklim. Hasil sebuah penelitian di [[Amerika Serikat]] menyatakan bahwa perempuan memiliki tingkat kepedulian yang sedikit lebih tinggi terhadap isu perubahan iklim dan memiliki pandangan pro iklim yang lebih kuat daripada laki-laki.<ref name=":7">{{Cite web|last=Ballew|first=Matthew|last2=Marlon|first2=Jennifer|date=2019-11-20|title=Gender Differences in Public Understanding of Climate Change|url=https://climatecommunication.yale.edu/publications/gender-differences-in-public-understanding-of-climate-change/|website=Yale program on climate change communication|access-date=2021-06-05|last3=Leiserowitz|first3=Anthony|last4=Maibach|first4=Edward}}</ref> Perempuan di AS memiliki persepsi yang lebih kuat bahwa perubahan iklim akan berdampak pada kehidupan pribadi mereka dan masyarakat AS. Namun, mereka sedikit lebih ragu tentang apakah mayoritas ilmuwan mempercayai bahwa perubahan iklim tengah terjadi saat ini.<ref name=":7" />
== Perbedaan gender tentang pendekatan kebijakan perubahan iklim ==
Menurut sejumlah penelitian, representasi perempuan dalam parlemen
=== Partisipasi perempuan dalam kebijakan penanganan bencana alam ===
Kajian mengenai [[
== Kritik terhadap studi perubahan iklim dan gender ==
Beberapa peneliti memandang studi perubahan iklim dan gender yang ada saat ini masih didominasi oleh pandangan dikotomis laki-laki dan perempuan dan masih kurang mempertimbangkan aspek interseksionalnya.<ref name=":1" /> Kajian [[interseksionalitas]] sebenarnya telah lama digunakan untuk memahami permasalahan gender secara lebih komprehensif. Para peneliti tersebut meyakini bahwa isu perubahan iklim dan gender sifatnya kompleks dan multidimensional. Menurut mereka, isu perubahan iklim dan gender bukan hanya masalah kekuatan dominan laki-laki melawan kelompok perempuan yang terdominasi dan lebih rentan, tapi juga tentang apa yang terjadi dalam kelompok rentan itu sendiri.<ref name=":1" /> Dikotomi laki-laki dan perempuan juga cenderung mengabaikan kompleksitas isu dan bagaimana kerentanan serta kemampuan adaptasi itu bersifat dinamis.<ref>{{Cite book|last=Pelling|first=Mark|date=2010-10-18|url=https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=g6Z9AgAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&ots=t7Wo4bPMWs&sig=z8J7J0UyKzXKAhiRcfFm-3GbURY&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false|title=Adaptation to Climate Change: From Resilience to Transformation|publisher=Routledge|isbn=978-1-134-02202-1|language=en}}</ref><ref name=":9" /> FAO juga mengingatkan bahwa perempuan bukanlah entitas yang homogen. Selain faktor gender, ada faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhi identitas perempuan, seperti ras/kelompok etnik, kelas, kasta, usia, status perkawinan,
== Studi kasus kebijakan iklim di sejumlah negara ==
=== Indonesia ===
Pengarusutamaan gender telah mulai dilakukan di Indonesia. Namun, keterlibatan dan partisipasi dalam pertemuan dan keputusan-keputusan terkait perubahan iklim di tingkat nasional masih didominasi oleh laki-laki.<ref name=":10">{{Cite book|last=Murdiyarso|first=Daniel|last2=Herawati|first2=Hety|date=2005-01-01|url=https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=TTjpGjXXAegC&oi=fnd&pg=PA176&dq=climate+change+and+gender+indonesia&ots=RmsF8NSrVv&sig=_Oxa2nL7XRkVQUxdoz0Zg1Vtfx8&redir_esc=y#v=onepage&q=climate%20change%20and%20gender%20indonesia&f=false|title=Carbon Forestry, who Will Benefit? Proceedings of Workshop on Carbon Sequestration and Sustainable Livelihoods|publisher=CIFOR|isbn=978-979-3361-73-4|language=en}}</ref> "Dokumen kebijakan perubahan iklim yang dibuat masih netral gender dan mekanisme dan struktur institusi dalam penanganan perubahan iklim dikembangkan tanpa adanya masukan memadai dari perempuan".<ref name=":10" /> Dalam level implementasi di tingkat lokal, para pelaksana kebijakan belum sepenuhnya mampu memahami apa itu pengarusutamaan gender dan urgensinya.<ref name=":11">{{Cite web|last=Atmadja|first=Stibniati|last2=Lestari|first2=Hiasinta|date=2020-12-01|title=Making climate finance work for women and the poor: Insights from national climate finance mechanisms in Indonesia|url=https://www.cifor.org/publications/pdf_files/infobrief/7871-infobrief.pdf|website=CIFOR|access-date=2021-06-09|last3=Djoudi|first3=Houria|last4=Liswanti|first4=Nining|last5=Tamara|first5=Ade}}</ref>
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh sejumlah peneliti di [[Center for International Forestry Research|CIFOR]] terhadap [[mekanisme pendanaan iklim]] di Indonesia, ditemukan adanya kesenjangan di level nasional dan lokal. Di tingkat nasional, pengambil kebijakan telah mendukung kesetaraan gender sementara mereka yang mengimplementasikan di tataran bawah masih belum memahami pentingnya isu ini dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.<ref name=":11" /> Para peneliti tersebut melakukan analisa terhadap lima mekanisme pendanaan dalam aspek integrasi tujuan kesetaraan gender dan pengentasan kemiskinan, yaitu Dana Desa, Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLUP3H), Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan BPDLH. Peneliti juga menyatakan bahwa mekanisme bantuan ini berpotensi membantu maupun menghambat upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di kalangan perempuan dan masyarakat miskin. Hal ini bergantung pada bagaimana perencanaan, perancangan, pengelolaan, dan pengawasan program ini dilakukan. Selain itu,
=== India ===
Avantika Singh, akademisi ilmu politik di [[Universitas Delhi]], mengemukakan bahwa diskursus kebijakan yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional untuk Perubahan Iklim di India masih buta gender dan sarat dengan maskulinisasi.<ref name=":12">{{Cite journal|last=Singh|first=Avantika|date=2020-06-01|title=Introspecting Gender Concerns in National Action Plan for Climate Change of India|url=https://doi.org/10.1177/0019556120922833|journal=Indian Journal of Public Administration|language=en|volume=66|issue=2|pages=179–190|doi=10.1177/0019556120922833|issn=0019-5561}}</ref> Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari dewan yang didominasi oleh laki-laki dengan
== Daftar rujukan ==
|