Perubahan iklim dan gender: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 43:
== Kritik terhadap studi perubahan iklim dan gender ==
Beberapa peneliti memandang studi perubahan iklim dan gender yang ada saat ini masih didominasi oleh pandangan dikotomis laki-laki dan perempuan dan masih kurang mempertimbangkan aspek interseksionalnya.<ref name=":1" /> Kajian [[interseksionalitas]] sebenarnya telah lama digunakan untuk memahami permasalahan gender secara lebih komprehensif. Para peneliti tersebut meyakini bahwa isu perubahan iklim dan gender sifatnya kompleks dan multidimensional. Menurut mereka, isu perubahan iklim dan gender bukan hanya masalah kekuatan dominan laki-laki melawan kelompok perempuan yang terdominasi dan lebih rentan, tapi juga tentang apa yang terjadi dalam kelompok rentan itu sendiri.<ref name=":1" /> Dikotomi laki-laki dan perempuan juga cenderung mengabaikan kompleksitas isu dan bagaimana kerentanan serta kemampuan adaptasi itu bersifat dinamis.<ref>{{Cite book|last=Pelling|first=Mark|date=2010-10-18|url=https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=g6Z9AgAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&ots=t7Wo4bPMWs&sig=z8J7J0UyKzXKAhiRcfFm-3GbURY&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false|title=Adaptation to Climate Change: From Resilience to Transformation|publisher=Routledge|isbn=978-1-134-02202-1|language=en}}</ref><ref name=":9" /> Laki-laki dan perempuan bukan kategori yang homogen.<ref name=":9" /><ref name=":4" /> Selain faktor gender, ada faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhi identitas perempuan, seperti ras/kelompok etnik, kelas, kasta, usia, status perkawinan, pendidikan, tingkat pendapatan, agama, dan lokasi geografis.<ref name=":4" /><ref>{{Cite journal|last=Djoudi|first=H.|last2=Brockhaus|first2=M.|date=2011-06-01|title=Is adaptation to climate change gender neutral? Lessons from communities dependent on livestock and forests in northern Mali|url=https://www.ingentaconnect.com/content/cfa/ifr/2011/00000013/00000002/art00002|journal=International Forestry Review|volume=13|issue=2|pages=123–135|doi=10.1505/146554811797406606}}</ref> Sehingga, menurut sejumlah pakar, tidak tepat jika memandang perempuan semata-mata sebagai korban dari perubahan iklim<ref name=":1" /> dan laki-laki memikul beban yang lebih ringan, karena kenyataannya tidak seperti itu.<ref name=":4" /> Wanita di Asia dan Afrika, misalnya, tidak kekurangan rasa agensi mereka.<ref name=":9" /> Namun, dalam kondisi di bawah tekanan dan keterbatasan pekerjaan, agensi mereka diarahkan ke kepentingan bertahan hidup dan mencari solusi jangka pendek.<ref name=":9" /> Hasil studi di India menunjukkan bahwa perempuan berpeluang menjadi agen perubahan yang proaktif dalam pengendalian perubahan iklim.<ref name=":17">{{Cite journal|last=Yadav|first=S.S.|last2=Lal|first2=Rattan|date=2018-02-01|title=Vulnerability of women to climate change in arid and semi-arid regions: The case of India and South Asia|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0140196317301532|journal=Journal of Arid Environments|language=en|volume=149|pages=4–17|doi=10.1016/j.jaridenv.2017.08.001|issn=0140-1963}}</ref>
== Studi kasus di sejumlah negara ==
Baris 55:
=== India ===
[[Indeks Pembangunan Manusia]] 2020 menempatkan India di posisi ke-131 dari 189 negara dengan penilaian rendah untuk aspek kesetaraan gender. Mereka berada di peringkat ke-123 dalam Indeks Pembangunan Gender.<ref>{{Cite web|last=Krishnan|first=Revathi|date=2020-12-17|title=India slips two spots to 131 on human development index 2020, ranks low on gender equality|url=https://theprint.in/india/india-slips-two-spots-to-131-on-human-development-index-2020-ranks-low-on-gender-equality/568742/|website=ThePrint|language=en-US|access-date=2021-06-08}}</ref> Menurut [[Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa|UNDP]], kesenjangan gender dalam perubahan iklim di India diperparah oleh norma-norma sosial, stigma, mobilitas terbatas, angka buta huruf yang tinggi, sumber daya finansial yang rendah, pembatasan hak, serta pengabaian terhadap aspirasi perempuan dalam penyusunan kebijakan perubahan iklim.<ref name=":16" /> Salah satu kelompok perempuan paling rentan adalah mereka yang hidup di daerah kering dan semi-kering di India. Akibat beban kerja berlebih, perempuan di kawasan tersebut banyak yang tidak dapat mengakses pendidikan.<ref name=":17" /> Kondisi ini semakin parah dengan munculnya dampak-dampak perubahan iklim, seperti kekeringan dan keterbatasan air bersih untuk kepentingan memasak, air minum, sanitasi, dan kepentingan produktif lainnya.<ref name=":17" />
Avantika Singh, akademisi ilmu politik di [[Universitas Delhi]], mengemukakan bahwa diskursus kebijakan yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional untuk Perubahan Iklim di India masih buta gender dan sarat dengan maskulinisasi.<ref name=":12">{{Cite journal|last=Singh|first=Avantika|date=2020-06-01|title=Introspecting Gender Concerns in National Action Plan for Climate Change of India|url=https://doi.org/10.1177/0019556120922833|journal=Indian Journal of Public Administration|language=en|volume=66|issue=2|pages=179–190|doi=10.1177/0019556120922833|issn=0019-5561}}</ref> Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari anggota dewan yang didominasi oleh laki-laki dengan kewenangan yang besar, serta tidak adanya upaya melakukan pendekatan ke bawah, termasuk menjaring suara perempuan yang berpengalaman dalam hal ini. Untuk memformulasi kebijakan perubahan iklim ini, tidak ada pelibatan perwakilan dari Kementerian Pengembangan Perempuan dan Anak, praktisi yang bekerja di masyarakat bawah, maupun LSM perempuan.<ref name=":12" />
=== Tiongkok ===
Menurut sejumlah peneliti, kebijakan perubahan iklim dan gender di Tiongkok telah mengalami perkembangan cukup baik selama sepuluh tahun terakhir, meski mungkin masih ditemui kelemahan dan cenderung terfragmentasi.<ref name=":18">{{Cite journal|last=Zhou|first=Yuan|last2=Sun|first2=Xiaoyan|date=2020-01-01|title=Toward gender sensitivity: women and climate change policies in China|url=https://doi.org/10.1080/14616742.2019.1687001|journal=International Feminist Journal of Politics|volume=22|issue=1|pages=127–149|doi=10.1080/14616742.2019.1687001|issn=1461-6742}}</ref> Sebelumnya, mereka dikritik karena menunjukkan komitmen yang lemah terhadap pengurangan emisi dan penanganan perubahan iklim.<ref name=":18" /> Perubahan sikap ini, menurut peneliti, mungkin dipicu oleh laporan kenaikan jumlah [[karbon dioksida]] (<chem>CO2</chem>), [[metana]] (<chem>CH4</chem>), dan [[dinitrogen monoksida]] (<chem>N2O</chem>) oleh Administrasi Meteorologi Tiongkok.<ref name=":18" />
== Daftar rujukan ==
|