Daerah istimewa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>" - Kesalahan pranala pipa)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: di zaman → pada zaman (WP:BAHASA)
Baris 31:
 
=== UU 1/1957 ===
Undang-undang 1/1957 mengenai pokok-pokok pemerintahan daerah merupakan undang-undang yang disusun sebagai pelaksanaan pasal 131 dan 132 UUD Sementara 1950.<ref>"'''Pasal 131''' ''(1)''. Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom), dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara. ''(2)''. Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri. ''(3)''. Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah tangganya. '''Pasal 132''' ''(1)''. Kedudukan daerah-daerah Swapraja diatur dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk susunan pemerintahannya harus diingat pula ketentuan dalam pasal 131, dasar-dasar permusyawaratan dan perwakilan dalam sistem pemerintahan negara. ''(2)''. Daerah-daerah Swapraja yang ada tidak dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang yang menyatakan bahwa kepentingan umum menuntut penghapusan dan pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada Pemerintah. ''(3)''. Perselisihan-perselisihan hukum tentang peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat 1 dan tentang menjalankannya diadili oleh bad an pengadilan yang dimaksud dalam pasal 108.” '''Pasal 131-132 UUD Sementara 1950'''</ref> Dalam undang-undang ini, syarat utama daerah istimewa adalah daerah yang berkedudukan sebagai daerah swapraja dan dengan mengingat pentingnya posisi daerah tersebut dalam kepentingan nasional dan perkembangan masyarakat.<ref>“Daerah Swapraja menurut pentingnya dan perkembangan masyarakat dewasa ini, dapat ditetapkan sebagai Daerah Istimewa tingkat ke I,II atau III atau Daerah Swatantra tingkat ke I, II atau III, yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri.” '''Pasal 2 ayat (2) UU 1/1957'''</ref> Keistimewaannya tetap berada pada kepala daerahnya.<ref>“Kepala Daerah Istimewa diangkat dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu dijaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan serta adat istiadat dalam daerah itu ….” '''Pasal 25 ayat (1) UU 1/1957'''</ref>.<ref>“… Ad. d. Berlainan dengan Kepala Daerah biasa, maka Kepala Daerah Istimewa itu tidak dipilih oleh dan dari anggota-anggota DPRD. melainkan diangkat oleh Pemerintah Pusat dari keturunan keluarga yang berkuasa di Daerah itu dipada zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai Daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan serta adat-istiadat dalam daerah itu. Ketentuan ini pada pokoknya sama bunyinya dengan apa yang ditentukan dalam Undang-undang Republik Indonesia No.22 tahun 1948. Jadi keistimewaannya dari suatu Daerah Istimewa masih tetap terletak dalam kedudukan Kepala Daerahnya. Berhubung dengan itu, maka mengenai perwakilan Kepala Daerah, serta penghasilan dan segala "emolumenten" yang melakat kepada jabatan Kepala Daerah itu agak berbeda pula daripada apa yang telah diuraikan mengenai hal tersebut bagi Kepala Daerah biasa. Seperti telah tercantum dalam Rancangan Undang-undang tersebut maka dalam suatu Daerah Istimewa dapat pula diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa. Hal ini misalnya dapat terjadi, apabila Daerah Istimewa itu terbentuk sebagai gabungan dari beberapa bekas Swapraja-Swapraja, seperti misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesuai dengan sistem yang telah diuraikan di atas, maka Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa adalah Ketua dan Wakil Ketua serta anggota dari DPD. Berhubung dengan itu, maka apabila diangkat Wakil Kepala Daerah Istimewa tersebut, maka dengan sendirinya ialah yang mewakili Kepala Daerah Istimewa. Sedangkan apabila Wakil Kepala Daerah Istimewa ini juga berhalangan, maka Kepala Daerah Istimewa diwakili oleh seorang anggota DPD. yang dipilih oleh dan dari anggota DPD. Apabila dalam Daerah Istimewa itu tidak diangkat Wakil Kepala Daerah Istimewa, maka perwakilan Kepala Daerah Istimewa diatur seperti perwakilan Kepala Daerah biasa. Selain daripada itu, karena Kepala Daerah Istimewa ini diangkat oleh penguasa Pemerintah Pusat yang berwajib, maka: (1). ia tidak dapat ditumbangkan oleh DPRD., sedangkan (2). mengenai gaji dan segala "emolumenten" yang melekat kepada jabatan Kepala Daerah itu, tidak ditetapkan oleh Daerah itu sendiri, melainkan oleh Pemerintah Pusat." '''Penjelasan Umum UU 1/1957'''</ref> Selain itu dapat pula diangkat wakil kepala daerah.<ref>“Untuk Daerah Istimewa dapat diangkat dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa yang diangkat dan diberhentikan oleh penguasa yang mengangkat/memberhentikan Kepala Daerah Istimewa, dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut dalam ayat (1)” '''Pasal 25 ayat (2) UU 1/1957'''</ref> Penetapan daerah swapraja menjadi daerah istimewa sebenarnya pemberian bentuk baru kepada swapraja tersebut sekaligus merupakan penghapusan pemerintahan swapraja itu.<ref>“Mengenai Daerah Istimewa, setiap kali suatu daerah Swapraja itu dibentuk menjadi Daerah Istimewa, maka pada azasnya kita telah memberikan status baru kepada daerah Swapraja tersebut, yang bentuk susunan pemerintahannya menurut pasal 132 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara harus disesuaikan dengan dasar-dasar yang dimaksud dalam pasal 131 Undang-undang Dasar Sementara. Kepada daerah Swapraja itu mestilah diberikan pemerintahan berotonomi menurut undang-undang, sehingga tidak dibolehkan suatu daerah Swapraja terbebas dari pemerintahan otonomi yang bersifat demokratis menurut undang-undang itu, dimana kepada rakyat diserahkan hampir semua kekuasaan Swapraja itu, sehingga tinggal lagi urusan-urusan adat yang dapat dipertahankan dalam tangan Kepala Swapraja dan orang-orang besarnya selama rakyatnya bertakluk kepada hukum-adatnya. Tiap-tiap kali daerah Swapraja dibentuk menjadi Daerah Istimewa atau Daerah Swatantra biasa, maka hal itu '''berarti hapusnya daerah Swapraja''' yang bersangkutan, sehingga akibat-akibat dari penghapusan itu haruslah pula diatur tersendiri, jadi diantaranya mengenai Kepala-kepala/pembesar-pembesar dan pegawai-pegawai lainnya dari Swapraja-Swapraja, yang sedapat-dapatnya dimasukkan pula ke dalam formasi pegawai Daerah Istimewa/Swatantra itu sesuai dengan syarat-syarat kecakapannya dan lain-lain.” Penjelasan UU 1/1957</ref>
 
=== UU 18/1965 ===