Aflatoksin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Saya menjelaskan lebih detail.
Saya menjelaskan lebih detail dan memperbaiki penulisan
Baris 3:
Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa dan memiliki iklim tropis serta kelembapan yang tinggi. Hal ini berpengaruh kepada rentannya cemaran aflatoksin dalam pangan dan pakan ternak termasuk akan terdapat pada produk ternaknya (telur, daging, dan hati) dan juga dapat menurunkan mutu produk. Sehingga, cemaran aflatoksin di Indonesia sangat mungkin terjadi. Pada tahun 2003 dilaporkan bahwa produk olahan kacang tanah dari Indonesia ditolak di mancanegara karena menganding aflatoksin diluar batas yang diizinkan<ref>{{Cite journal|last=Kasno|first=A|title=Pencegahan Infeksi A. flavus dan Kontaminasi Aflatoksin Pada Kacang Tanah|journal=-}}</ref>.
 
== Batas Cemaran AfaltoksinAflatoksin ==
 
=== Menurut Badan PengawasanPengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2018<ref name=":1">{{Cite web|date=2018|title=Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Batas Maksimum Cemaran Kimia dalam Pangan Olahan.|url=http://eservice.insw.go.id/files/atr/06.%20PerBPOM%20No%208%20Tahun%202018.pdf}}</ref> ===
Dalam bentuk pencegahan penyakit-penyakit baru yang disebabkan aflatoksin. Pemerintah mengeluarkan aturan terkait batasan cemaran aflatoksin dalam pangan. Hal ini guna untuk menjaga kualitas apangan maupun sumber daya manusia di Indonesia. Berikut adalah batas cemaran aflatoksin menurut Badan PengawasanPengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dikeluarkan tahun 2018.
{| class="wikitable"
| rowspan="2" |No.
Baris 75:
 
=== 1. Aflatoksin B<sub>1</sub> (AFB<sub>1</sub>)  dan Aflatoksin B<sub>2</sub> (AFB<sub>2</sub>) ===
[[Berkas:(–)-Aflatoxin B1 Structural Formulae V.1.svg|jmpl|Struktur kimia Aflatoksin B<sub>1</sub>|pus]]
[[Berkas:(–)-Aflatoxin B1 Structural Formulae V.1.svg|ka|220x220px|jmpl|Struktur kimia (–)-aflatoksin B<sub>1</sub>]]Dalam urutannya dari aflatoksin yang lain, aflatoksin B<sub>1</sub> ini berada di posisi pertama. Aflatoksin ini merupakan toksin yang sangat kuat, sehingga memberikan pengaruh tinggi terhadap tubuh yaitu berupa [[karsinogen]] ataupun mengganggu fungsi organ tubuh lainnya.  Dimana, aflatoksin ini merupakan peyebab dalam pemicu kanker, dan kanker yang ditimbulkan biasanya kanker hati. Hati berperan dalam proses pencernaan. Karena, aflatoksin biasanya terdapat dalam pangan. Senyawa-senyawa toksin tersebut diberi nama sesuai dengan karakteristik warna fluoresensi pada saat pendeteksian menggunakan gelombang ultraviolet (λ = 365 nm) setelah pemisahan senyawa menggunakan [[kromatografi lapis tipis]] (''thin layer chromatography'')<ref name=":2">{{Cite journal|last=Rahmianna|first=A. A., Ginting, E., & Yusnawan, E|date=2015|title=Kontaminasi Aflatoksin dan Cara Pengendaliannya Melalui Penanganan Prapanen dan Pascapanen|url=https://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/06/18._OK_Anna_Afla_329-351-1.pdf|journal=Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi}}</ref>.
[[Berkas:AFB2.png|pus|jmpl|Struktur Kimia Aflatoksin B<sub>2</sub>]]
[[Berkas:(–)-Aflatoxin B1 Structural Formulae V.1.svg|ka|220x220px|jmpl|Struktur kimia (–)-aflatoksin B<sub>1</sub>]]Dalam urutannya dari aflatoksin yang lain, aflatoksin B<sub>1</sub> ini berada di posisi pertama. Aflatoksin ini merupakan toksin yang sangat kuat, sehingga memberikan pengaruh tinggi terhadap tubuh yaitu berupa [[karsinogen]] ataupun mengganggu fungsi organ tubuh lainnya.  Dimana, aflatoksin ini merupakan peyebab dalam pemicu kanker, dan kanker yang ditimbulkan biasanya kanker hati. Hati berperan dalam proses pencernaan. Karena, aflatoksin biasanya terdapat dalam pangan. Senyawa-senyawa toksin tersebut diberi nama sesuai dengan karakteristik warna fluoresensi pada saat pendeteksian menggunakan gelombang ultraviolet (λ = 365 nm) setelah pemisahan senyawa menggunakan [[kromatografi lapis tipis]] (''thin layer chromatography'')<ref name=":2">{{Cite journal|last=Rahmianna|first=A. A., Ginting, E., & Yusnawan, E|date=2015|title=Kontaminasi Aflatoksin dan Cara Pengendaliannya Melalui Penanganan Prapanen dan Pascapanen|url=https://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/06/18._OK_Anna_Afla_329-351-1.pdf|journal=Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi}}</ref>.
 
Selain aflatoksin B<sub>1</sub> (AFB<sub>1</sub>) ada juga aflatoksin B<sub>2.</sub> Aflatoksin ini merupakan toksin turunan dari aflatoksin B<sub>1</sub>. Sama halnya aflatoksin B1, aflatoksin ini juga menunjukkan fluoresensi warna biru (''blue''). Toksin ini terbentuk ketika adanya penurunan pH, sehingga aflatoksin B<sub>1</sub> tidak terdeteksi. Selain itu, aflatoksin B<sub>2</sub> (AFB<sub>2</sub>) juga dapat menyebabkan berbagai penyakit sama halnya dengan aflatoksin B<sub>1</sub> (AFB<sub>1</sub>). Sehingga, kehadiran aflatoksin ini juga perlu dihindari agar tidak terbentuknya zat karsinogen dalam tubuh.
 
=== 2. Aflatoksin G<sub>1</sub> (AFG<sub>1</sub>) dan Aflatoksin G<sub>2</sub> (AFG<sub>2</sub>) ===
[[Berkas:(–)-Aflatoxin G1 Structural Formula V.2.svg|jmpl|Struktur kimia (–)-aflatoksin G<sub>1</sub>|pus]]
[[Berkas:AFG2.png|pus|jmpl|Struktur Kimia Aflatoksin G<sub>2</sub>]]
Selain aflatoksin aflatoksin B<sub>1</sub> (AFB<sub>1</sub>)  dan aflatoksin B<sub>2</sub> (AFB<sub>2</sub>) adapun jenis lain yaitu aflatoksin G<sub>1</sub> (AFG<sub>1</sub>) dan aflatoksin G<sub>2</sub> (AFG<sub>2</sub>). Senyawa-senyawa toksin tersebut diberi nama sesuai dengan karakteristik warna fluoresensi pada saat pendeteksian menggunakan gelombang ultraviolet (λ = 365 nm) setelah pemisahan senyawa menggunakan [[kromatografi lapis tipis]] (''thin layer chromatography'')<ref name=":2" /> . Toksin ini memiliki fluoresensi berwarna hijau (''green''). Aflatoksin G<sub>1</sub> dan aflatoksin G<sub>2</sub> hanya dihasilkan oleh ''Aspergillus parasiticus.''
 
=== 3. Aflatoksin M<sub>1</sub> (AFM<sub>1</sub>) dan Alfatoksin M<sub>2</sub> (AFM<sub>2</sub>) ===
[[Berkas:AFM1.png|pus|jmpl|Struktur Kimia Aflatoksin M<sub>1</sub>]]
[[Berkas:AFM2.png|pus|jmpl|Struktur Kimia Aflatoksin M<sub>2</sub>]]
 
Aflatoksin M<sub>1</sub> dan aflatoksin M<sub>2</sub> merupakan [[metabolit]] aflatoksin B<sub>1</sub> dan aflatoksin B<sub>2</sub> yang terhidroksilasi dan dapat dijumpai dalam susu dan olahan susu yang diperoleh dari hewan yang mengonsumsi pakan yang tercemar aflatoksin<ref name=":3">{{Cite journal|last=Miskiyah|first=M., Winarti, C., & Broto, W|date=2016|title=Kontaminasi mikotoksin pada buah segar dan produk olahannya serta penanggulangannya|url=https://media.neliti.com/media/publications/123220-ID-kontaminasi-mikotoksin-pada-buah-segar-d.pdf|journal=Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian}}</ref>.  Toksin ini umumnya terbentuk pada [[hewan ruminansia]]. Contoh hewan ruminansia diantaranya yaitu sapi. Ketika aflatoksin B<sub>1</sub> masuk ke dalam rumennya, maka aflatoksin ini akan diubah menjadi aflatoksin M<sub>1</sub> dan [[residu]] ini juga akan terdapat pada produknya yaitu susu<ref>{{Cite journal|last=Sisriyenni|first=Dwi|last2=Suryahadi|first2=Suryahadi|last3=G Wiryawan|first3=Komang|last4=Evvyernie|first4=Dwierra|last5=Pantaya|first5=Dadik|date=2021-03-31|title=Isolasi dan karakterisasi bakteri yang berpotensi mengikat aflatoksin di rumen sapi|url=http://dx.doi.org/10.25047/jipt.v4i2.2515|journal=Jurnal Ilmu Peternakan Terapan|volume=4|issue=2|pages=51–59|doi=10.25047/jipt.v4i2.2515|issn=2579-9479}}</ref>. Contohnya ketika sapi mengonsumsi pakan yang mengandung aflatoksin B<sub>1</sub> maka produksinya termasuk susu akan terdampak hasil hidrolisisnya yaitu aflatoksin M<sub>1</sub> dalam susu. Selain itu, terdapat aflatoksin M<sub>2</sub> (AFM<sub>2</sub>) toksin turunan dari aflatoksin M<sub>1</sub> (AFM<sub>1</sub>). Selain susu, toksin ini juga terdapat dalam olahan susu atau turunannya.  Kedua aflatoksin ini juga memiliki dampak yang buruk jika dikonsumsi. Hal ini menyebabkan adanya juga batasan cemaran untuk aflatoksin M<sub>1</sub> (AFM<sub>1</sub>) dan alfatoksin M<sub>2</sub> (AFM<sub>2</sub>). Aflatoksin M<sub>1</sub> memungkinkan terjadinya karsinogen, genotoksik, dan hepatoksik<ref>{{Cite journal|last=Pietri|first=A., & Piva, G|date=2012|title=Aflatoxins in foods.|url=http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.979.1212&rep=rep1&type=pdf|journal=Italian Journal of Public Health|volume=4|issue=1}}</ref>.
 
Baris 89 ⟶ 96:
 
=== 1.      Kacang- kacangan ===
[[Kacang-kacangan]] merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung banyak sekali manfaat. Selain itu, kacang-kacangan sangat mudah ditemukan juga memiliki banyak varian jenis. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa adanya aflatoksin dalam kacang-kacangan. Terdapat aflatoksin yang melebihi anjuran Badan PengawasanPengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu pada kacang kedelai<ref>{{Cite journal|last=Utami|first=T., Nugroho, F. H. A., Usmiati, S., Marwati, S., & Rahayu, E. S|date=2012|title=PENURUNAN KADAR AFLATOKSIN B1 PADA SARI KEDELAI OLEH SEL HIDUP DAN SEL MATI Lactobacillus acidophilus SNP-2 [Reduction of Aflatoxin B1 in Soymilk by Viable and Heat-killed Lactobacillus acidophilus SNP-2]|journal=Jurnal Teknologi dan Industri Pangan|volume=23|issue=1|pages=58}}</ref>. Selain itu ditemukan aflatoksin dalam kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang kedelai, dan olahannya <ref name=":2" />. Oleh karena itu Badan PengawasanPengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan batasan cemaran aflatoksin dalam kacang maupun produk olahannya. Kacang dan olahannya dapat tercemar saat proses produksi, panen, ataupun penyimpanan. Hal yang tidak memenuhi standar memungkinkan adanya cemaran aflatoksin dalam jenis pangan ini. Pada kejadian pertama kali ditemukan toksin ini yaitu adanya aflatoksin dalam kacang yang diberikan dalam pakan hewan kalkun.
 
=== 2.      Sereal ===
Baris 95 ⟶ 102:
 
=== 3.      Hewan dan Produk Turunannya ===
Hewan dapat menjadi sasaran dalam pencemaran aflatoksin. Beberapa dampak dari aflatoksin terhadap hewan diantaranya mempengaruhi gangguan kesehatan pada hewan seperti menurunnya kualitas dan kuantitas produksi telur<ref name=":5">{{Cite journal|last=Lai|first=Xianwen|last2=Zhang|first2=He|last3=Liu|first3=Ruicen|last4=Liu|first4=Chenglan|date=2015-03|title=Potential for aflatoxin B1 and B2 production by Aspergillus flavus strains isolated from rice samples|url=http://dx.doi.org/10.1016/j.sjbs.2014.09.013|journal=Saudi Journal of Biological Sciences|volume=22|issue=2|pages=176–180|doi=10.1016/j.sjbs.2014.09.013|issn=1319-562X}}</ref>, menurunkan tingkat pertumbuhan, produksi susu atau [[telur]], dan menyebabkan imunosuspresi<ref name=":6">{{Cite book|last=Patial|first=Vikram|last2=Asrani|first2=Rajesh Kumar|last3=Thakur|first3=Meenakshi|date=2018|url=http://dx.doi.org/10.1016/b978-0-12-811444-5.00009-9|title=Foodborne Diseases|publisher=Elsevier|isbn=978-0-12-811444-5|pages=239–274}}</ref>. Susu merupakan minuman untuk menambah suplementasi bagi manusia. Selain itu, banyak jenis susu yang dikonsumsi, diantaranya susu sapi, susu kambing, dan susu unta. Namun, susu sapi adalah susu yang paling banyak dikonsumsi. Hal ini dikarenakan mudah ditemukan dan jumlahnya cukup banyak. Di pasar komersial susu sapi lebih banyak telah mengalami pasteurisasi. Namun, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, beberapa susu terdeteksi mengandung cemaran toksin yang tidak diinginkan yaitu salahsatunya aflatoksin. Selain susu, hal ini juga memungkinkan adanya cemaran dalam produk susu seperti [[keju]]. Hal ini menyebabkan yang seharusnya susu dapat membawa dampak baik bagi tubuh namun sebaliknya. Di Asia terutama India, Iran, dan Pakistan positif ditemukan adanya susu yang terkontaminasi aflatoksin M<sub>1</sub>. Aflatoksin M<sub>1</sub> dan aflatoksin M<sub>2</sub> merupakan metabolit aflatoksin B<sub>1</sub> dan aflatoksin B<sub>2</sub> yang terhidroksilasi dan dapat dijumpai dalam susu dan olahan susu yang diperoleh dari hewan yang mengonsumsi pakan yang tercemar aflatoksin<ref name=":3" /> . Hal ini bisa disebabkan oleh pakan ternak yang sudah terkontaminasi aflatoksin. Di Bangladesh terdapat penelitian menunjukkan adanya aflatoksin M<sub>1</sub> dalam susu<ref>{{Cite journal|last=Tarannum|first=Nourin|last2=Nipa|first2=Meher Nigad|last3=Das|first3=Suvra|last4=Parveen|first4=Sahana|date=2020|title=Aflatoxin M1 detection by ELISA in raw and processed milk in Bangladesh|url=http://dx.doi.org/10.1016/j.toxrep.2020.09.012|journal=Toxicology Reports|volume=7|pages=1339–1343|doi=10.1016/j.toxrep.2020.09.012|issn=2214-7500}}</ref>.  Di India sendiri regulasi mengenai cemaran aflatoksin M<sub>1</sub> pun masih rendah, sehingga tidak banyak peneliti yang melakukannya. Oleh karena itu, perlu perhatian terhadap toksin ini. Di Indonesia Badan PengawasanPengawas Obat dan Makanan telah mengatur dalam regulasi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Batas Maksimum Cemaran Kimia dalam Pangan Olahan<ref name=":1" />.
 
== Dampak Aflatoksin ==
 
=== 1. Dampak Aflatoksin Terhadap Hewan ===
Hewan merupakan makhluk hidup yang memiliki organ tubuh yang hampir mirip dengan manusia. Hal ini tidak menutup kemungkinan hewan juga menjadi tercemar oleh aflatoksin dalam tubuhnya. Dalam hewan pun afatoksinaflatoksin menyebabkan dampak terhadap kesehatan maupun produk dari hewan tersebut. Beberapa dampak dari aflatoksin terhadap hewan diantaranya mempengaruhi gangguan kesehatan pada hewan seperti menurunnya kualitas dan kuantitas produksi telur <ref name=":5" />,  menurunkan tingkat pertumbuhan, produksi susu atau telur, dan menyebabkan imunosuspresi<ref name=":6" />, dan aflatoksin juga menyebabkan perubahan bobot organ bagian  dalam  pada hewan,  seperti  pembesaran hati,  ginjal,  dan ''fatty liver  syndrome''<ref name=":4" />.
 
=== 2. Dampak Aflatoksin Terhadap Manusia ===