Pengguna:Altair Netraphim/Bookmark5: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 12:
Begitulah, Kartini menyerahan dirinya kepada Gending Ginonjing untuk menjadi juru bicara yang paling bisa dipercaya bagi pengalaman batinnya saat itu. Pengalaman batin yang dimaksud adalah batin yang sedang gemetar ketakutan karena mendengar “suara jiwa-jiwa manusia yang sedang berbicara kepada kami, kadang gundah, kadang meratap, dan sangat jarang tertawa bahagia”. Itulah yang terdengar olehnya saat mendengarkan Gending Ginonjing. Selanjutnya, dia mengatakan sebagai berikut.
<blockquote>Aku mendengar Ginonjing ribuan kali tapi tak ada satupun bunyi yang bisa kutirukan. Sekarang suara gamelan itu sudah berlabuh, aku juga tak bisa mengingat satu suara pun, semuanya hilang dari ingatanku, rintihan nsuara yang enyayat hatiku itu di saat yang sama terdengar sangat melankolis. Aku tidak bisa mendengarkan Ginonjing tanpa turut hanyut bersamanya. Aku hanya butuh mendengar musik awalnya saja lalu aku akan lengsung terbuai dalam pesonanya. Aku tak ingin mendengar lagu yang menyedihkan itu tapi ternyata, aku harus, aku harus, aku harus mendengar getarannya yang bercerita tentang masa silam dan masa datang seolah suara itu adalah getar napas gamelan yang berhembus menyingkap tirai penutup masa depanku. Dan seperti cerahnya hari, angan masa depanku sudah hilang sebelum benak mataku. Menggigil sendi tulangku, melihat sosok gelap yang bangkit di depanku. Aku mau melihat tapi mataku tetap terbelalak dan, di hadapan kakiku ternganga jurang dalam yang membuatku pening; tapi, jika aku tengadahkan kepalaku, terbentanglah bentaran langit biru atasku dan sinar emas sang surya yang membuai kapas awan putih dan terbitlah cahaya dalam hatiku sekali lagi!<ref name=":02" /></blockquote>
''Ginonjing'' memberikan sisi muram dari perjuangan Kartini yang selama ini dikenal sebagai seorang pahlawan wanita yang gigih.<ref>{{Cite web|last=Rinaldi|first=Willy|date=7 April 2009|title=Agama Kartini|url=http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20090406220840|website=Kabar Indonesia|access-date=1 Juli 2021}}</ref> Dia tidak mau melihat masa lalu dan masa depan. Masa lalu terlalu pedih untuk diteruskan dan masa depan terlalu suram untuk disambut.<ref>{{Cite web|last=Supriyanto|first=Totok|date=15 November 2020|title=Surat untuk Stella di Belanda 1900|url=https://www.bloranews.com/surat-untuk-stella-di-belanda-1900/|website=Blora News|access-date=1 Juni 2021}}</ref> ''Ginonjing'' memaku Kartini tak bergerak di antara dua masa yang tidak mau dilihatnya. Dia lebih senang terbang menghindarnya. Baru setahun kemudian Kartini mencoba bersikap realistis :
<blockquote>Perubahan akan datang di Bumiputera, jika bukan karena datang dari kami pasti dari orang lain. Emansipasi telah berkibar di udara sudah ditakdirkan. Dan siapapun yang terpilih oleh nasib menjadi ibu rohani untuk melahirkan ‘yang baru’ harus menanggung derita. Ini adalah hukum alam : siapa yang melahirkan harus menanggung kesakitan saat melahirkan tetapi bayi yang kami semua cintai, bahkan sebelum yang lain menyangka kedatanganya, bayi yang menghampiri kami melalui luka derita itu, teramat sangat kami cintai.</blockquote>
Jadi gending ''Ginonjing'' menjadi gending emansipasi Kartini yang merasa tidak mampu melahirkan zaman baru. ''Ginonjing'' menjadi hiburan terakhir Kartini saat ia melihat jalan buntu. Derita yang dialami Kartini bukanlah derita orang yang sedang melahirkan melainkan yang sedang mengandung tanpa tahu sosok bayi yang akan lahir atau malah tidak tahu kalau sang bayi itu tidak akan mengalami aborsi.
== Emansipasi sebagai semangat perubahan ==
|