Hukuman mati dan hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Sedang ditulis}}
[[Berkas:Death Penalty World Map.png|jmpl|491x491px|[[Peta]] Penyebaran [[Negara]] yang Masih Melakukan [[Hukuman mati|Hukuman Mati.]]<ref>{{Cite news|last=Tim BBC News|first=Media|date=15 Oktober 2018|title=Negara mana yang masih menerapkan hukuman mati? Bagaimana dengan Indonesia?|url=https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45859508|work=BBC Indonesia|newspaper=BBC News Indonesia|language=id|access-date=2021-06-26}}</ref> Menurut [[penelitian]] [[Amnesty International|Amnesti Internasional]], masih banyak [[Negara|negara-negara]] yang masih menjalankan [[hukuman mati]] di dalam [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.]]<ref name=":10">{{Cite web|last=Amnesty International Indonesia|first=Media|date=2020-04-21|title=Penghapusan hukuman mati makin mendesak • Amnesty Indonesia|url=https://www.amnesty.id/penghapusan-hukuman-mati-makin-mendesak/|website=Amnesty Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-06-26}}</ref> Sebanyak 136 [[negara]] masih menjalankan [[hukuman mati]].<ref name=":10" /> Namun, terhitung setelah 10 tahun [[Negara|negara-negara]] tersebut tidak melakukan [[Hukuman mati|eksekusi]] [[hukuman mati]].<ref name=":10" /> Sebanyak 50 [[negara]] di [[dunia]] sudah menghapuskan [[hukuman mati]] dari [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Undang-Undang Pidana]] yang berlaku.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-04-21|title=Di Tengah Wabah Covid-19, Hukuman Mati di Negara Ini Meroket Halaman all|url=https://www.kompas.com/global/read/2021/04/21/182000070/di-tengah-wabah-covid-19-hukuman-mati-di-negara-ini-meroket|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2021-06-26}}</ref> ]]
'''Hukuman mati dan hak asasi manusia''' merupakan [[sanksi]] terberat dalam [[Pidana|sistem pidana]] di [[Indonesia]]. Hukuman ini termasuk hukuman paling tua, apabila dilihat dari tinjauan sejarahnya. Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang menganggap bahwa [[hukuman mati]] sudah tidak sesuai  lagi dengan perikemanusiaan. Namun, [[Indonesia]] tetap mempertahankannya. Hukuman mati sudah ada sebelum para penjajah datang ke Indonesia. Penerapannya berlaku untuk sanksi pidana [[Hukum adat|hukuman adat]]. Secara [[hukum]] di Indonesia [[hukuman mati]] mulai berlaku sejak UU No. 1 tahun 1946 disahkan.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hingga kini masih mencantumkan [[hukuman mati]] dalam kategori pidana pokok (''strafrecht''), di samping pidana [[penjara]], dan pidana denda.<ref name=":0">{{Cite book|last=Asmarawati|first=Tina|date=2013|url=https://www.google.co.id/books/edition/Hukuman_Mati_dan_Permasalahannya_di_Indo/v0xeCAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Hukuman+Mati+dan+Permasalahannya+di+Indonesia&printsec=frontcover|title=Hukuman Mati dan Permasalahannya di Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=CV. Budi Utama|isbn=978-602-280-166-5|pages=5-14|url-status=live}}</ref>
 
Awal mula kemunculan hukuman mati menimbulkan banyak pertentangan. Salah satunya muncul dari golongan Abolisioner yang menolak adanya [[hukuman mati]]. Alasannya, karena bertentangan dengan hak asasi manusia, terutama dalam bahasan [[hak untuk hidup]]. Meskipun timbul pertentangan, masih banyak negara-negara di dunia yang menggunakan [[hukuman mati]] sebagai sanksi pidana. Contohnya di Amerika Serikat, di mana 38 dari 50 negara bagian masih memberlakukan hukuman mati sebagai sanksi pidana.<ref name=":0" />
 
Pada tahun 1986 di [[Belanda]], terbit [[Undang-undang|Kitab Undang-Undang Pidana]]. [[Hukuman mati]] masih dipertahankan di daNamun, ada beberapa ketentuan dalam pelaksanaanya. [[Hakim]] boleh memutuskan apakah hukuman eksekusi mati dijatukan di tiang gantungan atau dengan pedang, atau dengan cara diberikan pukulan [[cemeti]] dan menancap badan dengan besi panas. Selain itu, ada juga hukuman penjara 20 tahun namun sifatnya masih sementara.<ref name=":0" />
 
Di abad ke 17 pelaksanaan [[hukuman mati]] masih dengan cara yang sadis. Contohnya dengan cara potong leher, menggantung, memukul hingga mati, mematahkan tulang iga, dibakar, dikubur hidup-hidup, ditenggelamkan, dan lain sebagainya. Kini perkembangannya jauh lebih modern. Di [[Pakistan]] dan [[Malaysia]] [[hukuman mati]] dilakukan dengan cara digantung. Di Amerika Serikat dilaksanakan dengan menggunakan kursi listrik, ruang gas, atau pemberian suntik mati.<ref name=":0" />
 
Pertentangan mengenai hukuman mati pertama kali muncul dari Eropa Barat yang didukung oleh tokoh bernama [[Cesare Beccaria]] yang tertuang dalam sebuah tulisan yang diberi judul  ''On Crime and Punishment'' pada tahun 1764. Setelah tulisan itu terbit, di abad ke 20 mulai terjadi reaksi untuk mereformasi beberapa kebijakan tentang pelaksanaan hukuman pidana, termasuk di dalamnya membahas tentang perubahan mengenai hukuman mati.<ref name=":2">{{Cite book|last=Anggara|first=dkk|date=2017|url=https://www.google.co.id/books/edition/Politik_kebijakan_hukuman_mati_di_Indone/hpCowwEACAAJ?hl=id|title=Politik Kebijakan Hukuman di Indonesia dari Masa ke Masa|location=Jakarta|publisher=Institute for Criminal Justic Reform|isbn=978-602-6909-76-3|pages=1-123|url-status=live}}</ref>
 
Di tahun 1863, negara Venezuela menjadi negara pertama yang menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kriminalitas. Di tahun 1865, [[San Marino]] (di Eropa) juga ikut menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan. Di benua Asia, negara-negara yang telah menghapuskan [[hukuman mati]] yaitu Kamboja, Timor Timor, Turkmenistan, dan Nepal. Di benua [[Afrika]], negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati di antaranya, [[Mozambik]], [[Namibia]], [[São Tomé]], [[Príncipe]], dan Cave Varde.<ref name=":2" />
 
== Latar Belakang Teori ==
 
=== Teori Absolut (Pembalasan) ===
Teori absolut memiliki tujuan untuk pembalasan. Satu-satunya syarat untuk [[Pidana|pemidaan]] yaitu kesalahan moral. Pemberian hukuman harus sesuai dan setara dengan kejahatan moral yang dilakukannya. Teori ini tidak memiliki tujuan untuk memperbaiki kesalahan seperti mendidik atau [[Sosialisasi|mensosialisasikan]] pelaku kejahatan.<ref name=":12">{{Cite book|last=Wardiono Kelik|first=dkk|date=2020|url=https://www.google.co.id/books/edition/Eksekusi_Pidana_Mati_Tindak_Pidana_Narko/NrsDEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=hukuman+mati&printsec=frontcover|title=Eksekusi Pidana Mati Tindak Pidana Narkotika|location=Surakarta|publisher=Muhammadiyah University Press|isbn=9786023613342|pages=13-16|url-status=live}}</ref> Mutlak pembalasan dari pidana yang dilakukan oleh pelakunya. Orang yang melakukan kejahatan harus ada [[pembalasan]] yang berupa pidana (hukuman). Teori ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
 
* Pembalasan berdasarkan tuntutan mutlak dan [[etika]]. Tokoh yang mendukung teori ini yaitu [[Hagel]]. Ia berpendapat bahwa hukum merupakan wujud dari [[kemerdekaan]], sedangkan kejahatan merupakan tantangan antara keadilan dan hukum.<ref name=":0" />
Baris 24:
 
=== Teori Tujuan (Teori Relatif atau Teori Pebaikan) ===
[[Hukuman]] bertujuan untuk menakut-nakuti calon penjahat. Selain itu, penjahat yang mendapat hukuman dapat memperbaiki dan menyingkirkan penjahat.<ref name=":0" /> Teori ini memberikan penjelasan bahwa tindak kejahatan bisa bertemu dengan pembenarannya, dengan syarat memberi manfaat bagi hak [[Kewarganegaraan|warga negara]]. [[Hukuman]] yang memberikan efek penderitaan diperbolehkan, sejauh dibutuhkan untuk menghasilkan pencegahan kerugian yang lebih besar. Hukuman juga dimaksudkan untuk memberikan kesadaran bagi pelaku kejahatan agar menyesali perbuatannya.<ref name=":12" /> Teori ini dibagi menjadi empat yaitu:
 
* Ancaman [[pidana]] merupakan suatu cara untuk menakut-nakuti calon penjahat. Tokoh yang mengemukakan teori ini yaitu [[Paul Anselm|Paul Anselm van Feberbach]].<ref name=":0" />
Baris 32:
 
=== Teori Gabungan ===
Teori gabungan dianggap paling cocok untuk diterapkan di Indonesia. Alasannya karena sifatnya manusiawi dan mencerminkan rasa [[keadilan]].<ref name=":0" /> Penjatuhan [[hukuman]] harus mampu memberi rasa kepuasan, baik untuk hakim atau kepada penjahat itu sendiri. Hukuman tersebut harus seimbang, antara [[pidana]] yang diberikan dengan perbuatan kejahatan yang dilakukannya. HAM menyatakan bahwa, setiap orang memiliki hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan yang kejam, dan penghukuman yang tidak manusiawi, serta meredahkan harga dirinya. Pemberian hukuman dibutuhkan, tetapi harus sewajarnya. Pemberiannya harus spesifik untuk setiap kejahatannya. Seberat apapun hukumannya tidak boleh melebihi jumlah yang dituduhkan. Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, adil bagi terdakwa maupun korban (masyarakat).<ref name=":0" />  Tujuan dari pemberian hukuman pada teori untuk membalas perbuatan pelaku kejahatan, selain itu juga bertujuan untuk perlindungan masyarakat demi mewujudkan ketertiban. Penderitaan merupakan hal yang wajar diterima oleh pelaku kejahatan, namun pemberiannya harus tetap mempertimbangkan keadaan pribadi pelaku kejahatan maupun masyarakat.<ref name=":12" />
 
== Perkembangan Hukum Internasional ==
Baris 72:
 
== Perkembangan di Indonesia ==
Berdasarkan data dari ''[[Institute for Criminal Justice Reform]]'' atau disingkat ICJR menyebutkan bahwa jumlah kasus [[hukuman mati]] hingga Oktober 2020 mencapai 173 kasus, dengan total 210 terdakwa. Data ini meningkat dibandingkan dengan tahun lalu, di Oktober 2018 hingga Oktober 2019 tercatat 126 kasus, dengan total 135 jumlah terdakwa. Kasus-kasus tersebut dibagi dalam beberapa rincian yaitu: 1) kasus narkotika dengan jumlah kasus 149 (86%); 2) kasus pembunuhan yang direncanakan 23 kasus (13%); dan kasus terorisme memiliki jumlah kasus sebanyak 1 kasus (1%).<ref name=":15">{{Cite book|last=Andre Budiman Adighama|first=dkk|date=2020|url=https://icjr.or.id/wp-content/uploads/2020/10/Final-Laporan-Pidana-Mati-2020-ICJR.pdf|title=Laporan Situasi Kebijakan Hukuman Mati di Indonesia 2020: Mencabut Nyawa di Masa Pandemi|location=Jakarta|publisher=Institute for Criminal Justice Reform|isbn=9786026909763|pages=1-42|url-status=live}}</ref> Di Indonesia untuk menentukan sanksi terhadap sebuah kejahatan dan pelanggaran diatur dalam hukum pidana. Tujuan dari hukum pidana tersebut yaitu agar seseorang yang berbuat kejahatan mendapat hukuman yang adil, dan berharap agar pelaku kejahatan tersebut tidak mengulangi kejahatannya kembali.<ref name=":3">{{Cite web|last=Nugraha|first=Jevi|date=2020-10-13|title=Mengenal Tujuan Hukum Pidana Beserta Fungsinya, Perlu Dipahami|url=https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-tujuan-hukum-pidana-beserta-fungsinya-perlu-dipahami-kln.html|website=merdeka.com|language=en|access-date=2021-06-24}}</ref> Salah satu [[hukum]] pidana juga mengatur menganai tentang hukuman mati di dalamnya. Hukuman mati termasuk ke dalam hukuman pokok, apabila dilihat dari jenis hukum positif di Indonesia. Jenis-jenis kejahatan yang bisa dijatuhi hukuman mati di Indonesia di antaranya:
 
===== Kitab Undang-Undang Hukum Pidana =====
Baris 112:
* Hukuman mati harus dihapuskan karena tidak mampu menghapuskan kejahatan. Sebagai gantinya hukuman seumur hidup dianggap paling optimal.<ref name=":0" />
 
Dalam [[Konvensi Internasional untuk Pencegahan Polusi dari Kapal|Konvensi Internasional]], tentang [[hukuman mati]] hanya memberi pembatasan bukan untuk penghapusan. Berdasarkan putusan MK No. 2-3/PUU-V/2007 [[hukuman mati]] harus memperhitungkan empat aspek, yaitu:
 
* Pertama, [[hukuman mati]] sifatnya alternatif. Bukan menjadi hukuman pokok.<ref name=":0" />
Baris 240:
 
== Pandangan Masyarakat yang Setuju Penerapan Hukuman Mati ==
Negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati sebagai pidana berat memberikan data bahwa kasus kejahatan menurun. Contoh negara tersebut yaitu [[Arab Saudi]]. Di sana, sistem hukum menggunakan hukum Islam. Menurut data dari ''[[Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan|United Nations Office on Drugs and Crime]]'' di tahun 2012. Data kejahatan pembunuhan terhitung sebanyak 1,0 per 100 ribu orang.<ref name=":16">{{Cite web|last=Arya Brata|first=Roby|date=2015-03-09|title=Pro Kontra Hukuman Mati (Bagi Pelaku Kejahatan Narkoba)|url=https://setkab.go.id/pro-kontra-hukuman-mati-bagi-pelaku-kejahatan-narkoba/|website=Sekretariat Kabinet Republik Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-07-10}}</ref> Menurut [[J.E. Sahetapy|J.E Sehetapy]], hukuman mati memberikan jaminan bagi pelaku agar tidak mengganggu masyarakat. Hukuman mati merupakan alat represi yang kuat bagi pemerintah [[Hindia Belanda|Hindia-Belanda]], untuk mencapai ketertiban hukum dan menjamin kepentingan masyarakat.<ref name=":12" /> Masyarakat yang setuju dengan hukuman mati dianggap memang cocok dijatuhkan kepada penjahat yang sadis dan melakukan kejahatan yang berat. Ada beberapa alasan, sebagian masyarakat setuju dengan [[hukuman mati]]. Alasan itu di antaranya:
 
* Orang-orang berbahaya harus ditangani dengan hukuman mati agar tidak mengganggu dan menjadi penghalang bagi kemajuan masyarakat.<ref name=":0" />
Baris 247:
* Apabila orang yang melakukan kejahatan berat tidak dibebaskan, akan mengacaukan penjara.<ref name=":0" />
* Hukuman mati menjadikan orang lain takut hingga tidak [[berani]] melakukan kejahatan.<ref name=":0" />
Di tahun 2015 hingga tahun 2016, [[narapidana]] yang sudah dijatuhi hukuman mati sebanyak 106 orang. Dari jumlah tersebut, baru 18 orang orang yang sudah dieksekusi [[Hukuman mati|hukuman mati.]] 88 orang lainnya masih menunggu penjadwalan eksekusi hukuman mati. Ada beberapa orang yang mengajukan [[grasi]] kepada Presiden, namun semunya ditolak.<ref name=":12" />
 
Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa dorongan suatu negara untuk menghapuskan hukuman mati, datang dari negara yang warga negaranya akan dieksekusi di negara yang menerapkannya. Hal ini wajar dilakukan karena setiap negara berhak untuk melindungi warga negaranya yang berada di luar negeri. Hal ini datang dari negara-negara yang tergabung dalam [[Uni Eropa|Uni Eropa.]] Ada beberapa negara yang melakukan konsolidasi untuk mencari dukungan penghapusan hukuman mati, dengan alasan tidak sesuai dengat aturan moral. Padahal, di setiap negara memiliki aturan masing-masing dalam penegakan hukumnya. [[Hukuman mati]] merupakan sebuah tanda dari pelaksanaan penegakan hukum di suatu negara, dan perwujudan dari [[kedaulatan|kedaulatan.]]<ref name=":9">{{Cite web|last=Maharani|first=Esthi|date=2015-01-18|title=Ini Lima Alasan Hukuman Mati Harus Dilakukan|url=https://republika.co.id/berita/nasional/umum/15/01/18/nid53u-ini-lima-alasan-hukuman-mati-harus-dilakukan|website=Republika Online|language=id|access-date=2021-06-25}}</ref>
 
Sejauh ini negara-negara yang masih menjalankan [[hukuman mati]] sebanyak 95 negara. Menurut [[isi]] Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, [[Indonesia]] telah [[Ratifikasi|meratifikasinya]] dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2005. Hal ini tertuang dalam Pasal 6 ayat (1), menyatakan bahwa HAM selalu berkaitan dengan adanya [[hukum]]. Akibatnya, selalu timbul persoalan [[hukum]] antar warga negara dan negaranya. Di masa [[Yunani Kuno]], penerapan hukum akan selalu melindungi rakyatnya dari negaranya (konsep ''Rechtstaat''). Hukuman mati merupakan upaya terakhir (''Ultimum Remedium'') yang digunakan oleh negara sebagai sanksi, karena tidak ada lagi hukum lainnya yang bisa ditempuh. Hukuman mati berada di posisi teratas secara implisit memberikan indikasi bahwa hukuman mati merupakan hukuman terberat di antara yang lainnya. Jenis hukuman ini mengakibatkan hilangnya kehidupan seseorang di muka bumi. Hal ini diatur dalam [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]] Pasal 10, Pasal 11, dan seterusnya. Beberapa negara di [[Timur Tengah]] dan [[Afrika Utara]], salah satu cara untuk mempertahankan hukuman mati tetap dilaksanakan karena berdasarkan firman yang jelas dari ajaran [[Islam|Islam.]] Sedangkan di [[Liberalisme|Negara Liberal]], pelaksanaan dan pemberian hukuman didasarkan kepada wakil-wakil rakyat yang sudah dipilih, keputusan tersebut sering disebut opini publik. Di Negara bagian Amerika Serikat, penjatuhan hukuman mati didasarkan kepada [[referendum]] (''popular vote''). Selain itu, ada juga yang menggunakan teknik survei, yang dilakukan oleh negara Jerman dan Spayol untuk menentukan penjatuhan hukuman mati untuk teroris.<ref name=":0" />
 
Di tahun 1977 ''the America Bar Association'' [[(ABA)]] membuat resolusi yang menganjurkan untuk penangguhan ([[moratorium]]) untuk hukuman mati. Isi resolusi itu di antaranya: