Cinta kasih dalam Kekristenan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 47:
Selain itu, Mahnaz turut menguraikan jika agape juga digunakan dalam pengertian yang sama dalam "pesta cinta". Selama abad pertama Masehi, komunitas Kristen berkembang menjadi unit-unit mandiri dan memandang diri mereka sebagai suatu komunitas gereja. Mereka menganut dua jenis pelayanan, yaitu pertemuan model [[sinagoge]] yang terbuka bagi semua umat, berupa pembacaan kitab suci [[Agama Yahudi|Yahudi]] serta agape atau "pesta cinta" yang hanya diperuntukkan bagi kaum beriman saja. Agape adalah perjamuan persahabatan yang mengundang orang-orang miskin. Kegiatan ini biasa dilakukan pada malam hari, yang di dalamnya para peserta berbagi makan dengan disertai upacara singkat – [[Perjamuan Malam Terakhir]] – untuk mengenang [[penyaliban dan kematian Yesus]]. Inilah pesta ''thanksgiving'' (pengucapan syukur) – nama Yunaninya adalah ''eucharist'' ([[Perjamuan Kudus|ekaristi]]), yang berarti "persembahan rasa syukur".<ref name=":1" />
 
[[Berkas:Augustinus 1.jpg|al=|jmpl|280x280px|Agustinus menggunakan istilah ''amor'' (cinta) sebagai penilaian etis yang memengaruhi perilaku ({{harvnb|Nurcholish|Dja'far||p=127–128}}).]]
Konsep ''charity'' (kemurahan hati) sendiri serupa dengan cinta. Kalimat tersebut merupakan terjemahan dari kata Yunani agape, yang juga bermakna "cinta". Kemurahan hati adalah bentuk tertinggi cinta – timbal balik antara Tuhan dan manusia yang diwujudkan dalam bentuk cinta tanpa pamrih kepada sesama manusia. Dalam teologi etika Kristen, kemurahan hati ditunjukkan dalam kehidupan, ajaran, dan kematian Yesus. Tentang Charity, Agustinus menjelaskan sebagai berikut.<ref name=":1" />
 
{{cquote|Kemurahan hati adalah kebijakan yang muncul setelah rasa sayang kita jalankan secara sempurna, akan menyatukan kita dengan Tuhan, karena dengan itulah kita mencintai-Nya.<ref name=":1" />|}}
 
[[Berkas:Augustinus 1.jpg|al=|jmpl|280x280px|Agustinus menggunakan istilah ''amor'' (cinta) sebagai penilaian etis yang memengaruhi perilaku ({{harvnb|Nurcholish|Dja'far||p=127–128}}).]]
Dengan menggunakan definisi ini, para teolog [[Abad Pertengahan]], terutama [[Thomas Aquinas]], menempatkan kemurahan hati dalam kebijakan teologis (bersama iman dan pengharapan), dan memosisikan kemurahan hati sebagai “dasar atau akar” dari kebijakan teologis. Kalangan reformis Kristen sendiri mengidentifikasikan agape Tuhan bagi manusia sebagai cinta yang tidak berbalas. Mahnaz menyimpulkan bahwa mereka mensyaratkan bahwa kemurahan hati – sebagaimana cinta manusia kepada sesamanya – seharusnya didasarkan bukan dari sesuatu yang diinginkan dari objek cinta, melainkan kepada transformasi subjek (pencinta) melalui kekuatan agape Tuhan.<ref name=":1" />