Mohammad Natsir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengatur ulang pengaturan versi stabil untuk "Mohammad Natsir": test done
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 77:
[[Pemerintah Indonesia]] saat itu, baik yang dipimpin oleh [[Soekarno]] maupun [[Soeharto]], sama-sama menuding Mohammad Natsir sebagai pemberontak dan pembangkang, bahkan tudingan tersebut membuatnya dipenjarakan. Sedangkan oleh negara-negara lain, Natsir sangat dihormati dan dihargai, hingga banyak penghargaan yang dianugerahkan kepadanya.
 
Dunia Islam mengakui Mohammad Natsir sebagai pahlawan yang melintasi batas bangsa dan negara. Bruce Lawrence menyebutkan bahwa Natsir merupakan politisi yang paling menonjol mendukung pembaruan Islam.{{sfn|Ma'mur|1995|p=36}} Pada tahun [[1957]], ia menerima bintang ''Nichan Istikhar'' (Grand Gordon) dari Raja Tunisia, [[Lamine Bey]] atas jasanya membantu perjuangan kemerdekaan rakyat [[Afrika Utara]]. Penghargaan internasional lainnya yaitu ''[[Penghargaan Internasional Raja Faisal|Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah]]'' pada tahun 1980, dan penghargaan dari beberapa ulama dan pemikir terkenal seperti Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi dan [[Abul A'la Maududi]].
 
Pada tahun 1980, Natsir dianugerahi penghargaan ''[[Penghargaan Internasional Raja Faisal|Faisal Award]]'' dari [[Fahd dari Arab Saudi|Raja Fahd Arab Saudi]] melalui Yayasan Raja Faisal di [[Riyadh]], [[Arab Saudi]]. Ia juga memperoleh gelar doktor [[Honoris Causa|kehormatan]] di bidang [[politik Islam]] dari Universitas Islam Libanon pada tahun 1967. Pada tahun 1991, ia memperoleh dua gelar kehormatan, yaitu dalam bidang sastra dari [[Universitas Kebangsaan Malaysia]] dan dalam bidang pemikiran Islam dari [[Universitas Sains Malaysia]].<ref name="luth27">{{harvnb|Luth|1999|p=27}}</ref> Pemerintah Indonesia baru menghormatinya setelah 15 tahun kematiannya, pada 10 November 2008 Natsir dinyatakan sebagai [[pahlawan nasional Indonesia]].{{sfn|Tempo 2008, Sumatra Barat Sambut}} [[Soeharto]] enggan memberikan gelar pahlawan kepada salah satu "bapak bangsa" ini.{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}} Pada masa [[B.J. Habibie]], dia diberi penghargaan [[Bintang Republik Indonesia Adipradana]].{{sfn|Adam|2009|pp=72-76}}
 
Reporter Ramadhian Fadillah melaporkan bahwasanya ia tokoh sederhana sepanjang zaman. Ia juga melaporkan bahwa Natsir "tak punya baju bagus, jasnya bertambal. Dia dikenang sebagai menteri yang tak punya rumah dan menolak diberi hadiah mobil mewah."{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}}{{efn|Dalam satu referensi, dikatakan bahwa mobil mewah tersebut oleh pengusaha {{harv|Adam|2009|pp=72-76}}.}} [[George McTurnan Kahin]] -pengajar di [[Universitas Cornell]]- mendapat info dari [[Agus Salim]] bahwa ada staf dari [[Kementerian Penerangan Republik Indonesia|Kementerian Penerangan]] yang hendak mengumpulkan uang untuk Natsir supaya berpakaian lebih layak. Apalagi, [[kemeja]]nya cuma dua setel dan sudah ''butut'' pula. Sewaktu dia mundur sebagai Perdana Menteri pada Maret 1951, sekretarisnya -Maria Ulfa, menyerahkan padanya sisa dana taktis dengan banyak [[saldo]] yang sebenarnya juga hak Perdana Menteri. Natsir menolak, dan dana itu dilimpahkan ke [[koperasi karyawan]] tanpa sepeser dia ambil.{{sfn|Shahab|2008|pp=47-49}} Natsir dikatakan menolak mobil [[Chevrolet Impala]]. Padahal, di rumahnya dia hanya memiliki mobil tua, [[DeSoto|De Soto]] yang dia beli sendiri untuk mengantar-jemput anak-anaknya.{{sfn|Adam|2009|pp=72-76}} Sebelum dia pindah ke Jalan Jawa, dia berpindah ke Jalan Pegangsaan Timur yang ada di Jakarta. Maka, dikarenakannya ia ikut dalam [[PRRI]], dia masuk penjara satu ke penjara lain selama 1960-66, dan keluarganya kehilangan rumah di Jalan Jawa dan Mobil De Soto tersebut. Hartanya diambil pemerintah.{{sfn|Shahab|2008|pp=47-49}}