Mohammad Natsir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 57:
Natsir banyak bergaul dengan pemikir-pemikir Islam, seperti [[Agus Salim]]; selama pertengahan 1930-an, ia dan Salim terus bertukar pikiran tentang hubungan Islam dan negara dalam [[pemerintahan Indonesia]] di masa depan yang dipimpin [[Soekarno]].{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=29{{spaced ndash}}30}}{{sfn|Ma'mur|1995|p=33}}{{sfn|Ma'mur|1995|p=34}} Pada tahun 1938, ia bergabung dengan Partai Islam Indonesia dan diangkat sebagai pimpinan untuk cabang [[Bandung]] dari tahun 1940 sampai 1942.{{sfn|Ma'mur|1995|p=34}}<ref name="ReferenceC"/> Ia juga bekerja sebagai Kepala Biro Pendidikan Bandung sampai tahun 1945. Selama [[Pendudukan Jepang di Indonesia|masa pendudukan Jepang]], ia bergabung dengan Majelis Islam A'la Indonesia (lalu berubah menjadi [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia]] atau Masyumi) dan diangkat sebagai salah satu ketua dari tahun 1945 hingga dibubarkannya Masyumi dan [[Partai Sosialis Indonesia]] oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960.<ref name="ReferenceC"/>{{sfn|Ma'mur|1995|p=34}}{{sfn|Noer|2012|p=155}}
 
Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], ia menjadi anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]]. Sebelum menjadi [[Perdana Menteri]], ia menjabat sebagai menteri penerangan.{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}} Pada tanggal 3 April 1950, ia mengajukan [[Mosi Integral Natsir]] dalam sidang pleno parlemen.<ref>{{harvnb|Luth|1999|pp=24{{spaced ndash}}25}}</ref> [[Mohammad Hatta]] sebagai [[Wakil Presiden Indonesia]] yang mendorong semua pihak untuk berjuang dengan tertib, merasa terbantu denga adanya mosi ini.{{sfn|Noer|2012|p=124}}<nowiki> Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia{{ dalam </nowiki>[[Negara Kesatuan Republik Indonesia]] yang sebelumnya berbentuk [[Republik Indonesia Serikat|serikat]], sehingga ia diangkat menjadi [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]] oleh Presiden Soekarno pada [[17 Agustus]] [[1950]].{{sfn|Noer|2012|p=128}} Namun ia mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena perselisihan paham dengan [[Soekarno]], Soekarno yang menganut paham [[nasionalisme]] mengkritik Islam sebagai [[ideologi]] seraya memuji [[sekularisasi]] yang dilakukan [[Mustafa Kemal Atatürk|Mustafa Kemal Ataturk]] di [[Kesultanan Utsmaniyah]], sedangkan Natsir menyayangkan hancurnya Kesultanan Utsmaniyah dengan menunjukkan akibat-akibat negatif sekularisasi.{{sfn|Khouw 2008, In search of Mohammad}} Natsir juga mengkritik [[Soekarno]] bahwa dia kurang memperhatikan kesejahteraan di luar [[Pulau Jawa]].{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}} Menurut [[Mohammad Hatta|Hatta]], sebelum pengunduran diri Natsir, Soekarno selaku presiden sekaligus ketua [[Partai Nasionalis Indonesia]] (PNI) terus mendesak [[Manai Sophiaan]] serta para menteri dan anggota parlemen dari PNI untuk menjatuhkan [[Kabinet Natsir]], dan tidak mendukung kebijakan-kebijakan yang diusulkan oleh Natsir dan Hatta.
 
[[Berkas:NatsirMohammad HarianNatsir, UmumRound 26Table OctoberConference 19501948.jpg|jmpl|175px|ka|Mohammad Natsir (19501948)]]
Selama era [[demokrasi terpimpin]] di Indonesia, ia terlibat dalam pertentangan terhadap pemerintah yang semakin otoriter dan bergabung dengan [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] setelah meninggalkan [[Pulau Jawa]];{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}} PRRI yang menuntut adanya otonomi daerah yang lebih luas disalahtafsirkan oleh Soekarno sebagai pemberontakan. Akibatnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di [[Malang]] dari tahun 1962 sampai 1964, dan dibebaskan pada masa [[Orde Baru]] pada tanggal 26 Juli 1966.<ref name=luth2526>{{harvnb|Luth|1999|pp=25{{spaced ndash}}26}}</ref>{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}}
 
Setelah dibebaskan dari penjara, Natsir kembali terlibat dalam organisasi-organisasi Islam, seperti Majelis Ta'sisi Rabitah Alam Islami dan Majelis Ala al-Alami lil Masjid yang berpusat di [[Mekkah]], Pusat Studi Islam Oxford (''Oxford Centre for Islamic Studies'') di [[Inggris]], dan Liga Muslim se-Dunia (''World Muslim Congress'') di [[Karachi]], [[Pakistan]].{{sfn|Ma'mur|1995|pp=30{{spaced ndash}}33}}
 
Di era [[Orde Baru]], ia membentuk [[Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia|Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia]]. Ia juga mengkritisi kebijakan pemerintah, seperti ketika ia menandatangani [[Petisi 50]] pada 5 Mei 1980, yang menyebabkan ia dilarang pergi ke luar negeri.<ref name=luth2526/> Pada masa-masa awal Orde Baru ini, ia berjasa mengirim nota kepada [[Tunku Abdul Rahman]] dalam rangka mencairkan hubungan dengan [[Malaysia]]. Selain itu pula, dialah yang mengontak pemerintah [[Kuwait]] agar menanam modal di Indonesia dan meyakinkan pemerintah [[Jepang]] tentang kesungguhan Orde Baru membangun ekonomi.{{sfn|Adam|2009|pp=72-76}} [[Soeharto]] menganggap orang yang mengkritik dirinya sebagai penentang Pancasila. Ia ikut menandatangani Petisi tersebut bersama dengan Jenderal [[Hoegeng Imam Santoso|Hoegeng]], Letjen [[Ali Sadikin]], [[Sanusi Hardjadinata]], [[SK Trimurti]], dan lain-lain.{{sfn|Adam|2009|pp=72-76}} Akibat dilarangnya ia pergi ke luar negeri, banyak seminar yang tidak bisa diikutinya.{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}} Natsir menolak kecurigaan [[Soeharto]] terhadap partai-partai, terutama partai Islam dan mengkritik [[Opsus]] (Operasi Khusus) yang berada di bawah pimpinan langsung Soeharto.{{sfn|Noer|2012|p=169}} Padahal, badan intel inilah yang meminta Natsir dalam memulai hubungan dengan Malaysia dan [[Timur Tengah]] setelah naiknya Soeharto.{{sfn|Noer|2012|pp=169, 171}}
 
== Penulis ==