Mohammad Natsir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Karier: Foto
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 54:
 
== Karier ==
[[Berkas:IndonesiaMohammad Natsir, CabinetRound Table Conference 1948.jpg|jmpl|250px175px|kirika|Menteri-menteri dari [[KabinetMohammad Natsir]] dengan Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]](1948)]]
Natsir banyak bergaul dengan pemikir-pemikir Islam, seperti [[Agus Salim]]; selama pertengahan 1930-an, ia dan Salim terus bertukar pikiran tentang hubungan Islam dan negara dalam [[pemerintahan Indonesia]] di masa depan yang dipimpin [[Soekarno]].{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=29{{spaced ndash}}30}}{{sfn|Ma'mur|1995|p=33}}{{sfn|Ma'mur|1995|p=34}} Pada tahun 1938, ia bergabung dengan Partai Islam Indonesia dan diangkat sebagai pimpinan untuk cabang [[Bandung]] dari tahun 1940 sampai 1942.{{sfn|Ma'mur|1995|p=34}}<ref name="ReferenceC"/> Ia juga bekerja sebagai Kepala Biro Pendidikan Bandung sampai tahun 1945. Selama [[Pendudukan Jepang di Indonesia|masa pendudukan Jepang]], ia bergabung dengan Majelis Islam A'la Indonesia (lalu berubah menjadi [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia]] atau Masyumi) dan diangkat sebagai salah satu ketua dari tahun 1945 hingga dibubarkannya Masyumi dan [[Partai Sosialis Indonesia]] oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960.<ref name="ReferenceC"/>{{sfn|Ma'mur|1995|p=34}}{{sfn|Noer|2012|p=155}}
 
[[Berkas:Indonesia Natsir Cabinet.jpg|jmpl|250px|kiri|Menteri-menteri dari [[Kabinet Natsir]] dengan Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]]]]
Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], ia menjadi anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]]. Sebelum menjadi [[Perdana Menteri]], ia menjabat sebagai menteri penerangan.{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}} Pada tanggal 3 April 1950, ia mengajukan [[Mosi Integral Natsir]] dalam sidang pleno parlemen.<ref>{{harvnb|Luth|1999|pp=24{{spaced ndash}}25}}</ref> [[Mohammad Hatta]] sebagai [[Wakil Presiden Indonesia]] yang mendorong semua pihak untuk berjuang dengan tertib, merasa terbantu denga adanya mosi ini.{{sfn|Noer|2012|p=124}}<nowiki> Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam </nowiki>[[Negara Kesatuan Republik Indonesia]] yang sebelumnya berbentuk [[Republik Indonesia Serikat|serikat]], sehingga ia diangkat menjadi [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]] oleh Presiden Soekarno pada [[17 Agustus]] [[1950]].{{sfn|Noer|2012|p=128}} Namun ia mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena perselisihan paham dengan [[Soekarno]], Soekarno yang menganut paham [[nasionalisme]] mengkritik Islam sebagai [[ideologi]] seraya memuji [[sekularisasi]] yang dilakukan [[Mustafa Kemal Atatürk|Mustafa Kemal Ataturk]] di [[Kesultanan Utsmaniyah]], sedangkan Natsir menyayangkan hancurnya Kesultanan Utsmaniyah dengan menunjukkan akibat-akibat negatif sekularisasi.{{sfn|Khouw 2008, In search of Mohammad}} Natsir juga mengkritik [[Soekarno]] bahwa dia kurang memperhatikan kesejahteraan di luar [[Pulau Jawa]].{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}} Menurut [[Mohammad Hatta|Hatta]], sebelum pengunduran diri Natsir, Soekarno selaku presiden sekaligus ketua [[Partai Nasionalis Indonesia]] (PNI) terus mendesak [[Manai Sophiaan]] serta para menteri dan anggota parlemen dari PNI untuk menjatuhkan [[Kabinet Natsir]], dan tidak mendukung kebijakan-kebijakan yang diusulkan oleh Natsir dan Hatta.
 
[[Berkas:Natsir-Hamka-Isa Anshary.jpg|jmpl|kiri|[[Hamka]] (duduk) bersama Natsir (kiri) dan [[Muhammad Isa Anshary|Isa Anshary]] (kanan). Mereka sempat dijebloskan ke dalam penjara oleh rezim Soekarno akibat adanya kaitan petinggi partai [[Masyumi]] dengan pemberontakan [[PRRI]].]]
[[Berkas:Mohammad Natsir, Round Table Conference 1948.jpg|jmpl|175px|ka|Mohammad Natsir (1948)]]
Selama era [[demokrasi terpimpin]] di Indonesia, ia terlibat dalam pertentangan terhadap pemerintah yang semakin otoriter dan bergabung dengan [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] setelah meninggalkan [[Pulau Jawa]];{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}} PRRI yang menuntut adanya otonomi daerah yang lebih luas disalahtafsirkan oleh Soekarno sebagai pemberontakan. Akibatnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di [[Malang]] dari tahun 1962 sampai 1964, dan dibebaskan pada masa [[Orde Baru]] pada tanggal 26 Juli 1966.<ref name=luth2526>{{harvnb|Luth|1999|pp=25{{spaced ndash}}26}}</ref>{{sfn|Fadillah 2013, Mengenang M Natsir}}