Hak fetus: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
revisi tulisan |
menambahkan tulisan |
||
Baris 9:
== Hak Hukum Fetus Menurut Hukum Positif ==
Berdasarkan Pasal 1 butir (1) UU.No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak seseorang dapat dikatakan sebagai anak jika “Seseorang yang berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan”.<ref>{{Cite journal|last=Karyati|first=Sri|date=2019-03-30|title=PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI INDONESIA PASCA DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO.35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK|url=http://dx.doi.org/10.29303/jatiswara.v34i1.192|journal=Jurnal Jatiswara|volume=34|issue=1|pages=41|doi=10.29303/jatiswara.v34i1.192|issn=2579-3071}}</ref> Anak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan, yakni segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari [[kekerasan]] dan [[Diskriminasi|deskriminasi]]. Hak untuk hidup tercantum sebagai salah satu hak asasi pada BAB XA tentang Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 setelah amandemen. Pasal 28A menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Pasal 28B ayat (2) menyatakan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Pasal 28I ayat (1) menegaskan bahwa hak untuk hidup adalah satu dari tujuh hak asasi manusia yang oleh UUD 1945 dinyatakan sebagai hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Selaras dengan dasar negara Pancasila, maka dalam negara Indonesia, manusia, siapapun dia, adalah mahluk yang hakekat dan martabatnya harus dihormati. Berbeda dengan UUD 1945 sebelum perubahan, UUD 1945 setelah perubahan mengakui dan menghormati bahwa hak-hak asasi manusia bukanlah pemberian negara tetapi melekat dalam keberadaan manusia. Di dalam UUD 1945 yang lama, hanya ada satu hak asasi yang diakui sebagaimana tertera dalam Pasal 29 ayat (2), yaitu hak tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan hak-hak lain, seperti kemerdekaan berserikat dan berkumpul dan lain-lain, sebenarnya belum tergolong hak asasi manusia, melainkan hak warga negara.<ref>{{Cite web|last=Subardjo|date=2017-11-10|title=Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pembentukan Undang-undang Menurut Undang-Undang Dasar 1945|url=http://dx.doi.org/10.31227/osf.io/g38x5|website=dx.doi.org|access-date=2021-07-03}}</ref>
== Perlindungan Hukum terhadap Korban Pemerkosaan Aborsi Janin Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia ==
Aborsi adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup berdiri sendiri diluar uterus. Keadaan inilah yang membuat aborsi dilarang di Indonesia, keadaan tersebut dianggap sama dengan menghilangkan nyawa. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melakukan atau melindungi seorang yang sudah melakukan pengguguran atau yang disebut aborsi ini. Sebelumnya pada intinya menegaskan hukum pidana tak dapat dipisahkan pada keikutsertaan negara menjadi institusi pada kewenangannya bisa mengaktifkan atau menghidupkan penegakan hukum pidana yang terjadi pada masyarakat. Memberikan suatu mengenai perlindungan hukum tentunya agar masyarakat merasa dilindungi serta memberikan rasa nyaman kepada orang lain agar tidak terjadi hak asasi seorang manusia diambil atau dikurangi yang tentunya menjaga hak asasi manusia itu sendiri. Bukan hanya itu saja tetapi perlindungan ini akan menciptakan suatu kenyamanan baik itu secara fisik maupun secara non fisik serta ancaman dari orang lain yang ingin mengganggu kenyamanan.
Dalam pelaksanaanya perlindungan ini juga diatur dalam Pas al 28 D ayat (1) pada dasamya pasal tersebut menjelaskan bahwa memang setiap orang memiliki hak atas perlindungan serta diperlakukan sama. Tujuan dari peraturan tersebut tidak lain adalah untuk memberikan rasa yang nyaman dan kepastian hukum bahwa hat pert indungan ini sudah jelas dan tegas memang harus diberikan. Tentunya baik itu terhadap saksi maupun korban harus sama-sama mendapatkan perlindungan dan harus ditegakan demi keadilan. Beberapa hal yang harus perlu disadari bahwa hubungan korban tidak bisa dipisahkan dari dalam proses peradilan pidana lebih khususnya.
Tentunya hal ini juga membuat psikis atau mental dari korban yang mengandung anak dari perbuatan pelaku ini menjadi terserang atau hancur. Tidak jarang bahwa korban ingin melakukan pengguguran atau aborsi kepada janin yang dikandungnya ini atas dasar penyesalan karena tidak ingin hal ini terjadi. Hal ini terkadangjuga menyebabkan korban menjadi depresi karena hal ini sebagian besar solusi yang diambil dari permasalahan ini biasanya melakukan aborsi guna menghilangkan rasa penderitaan yang tidak diinginkannya ini, mengenai ini tentunya bisa menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum. Karena perlu diketahui hal ini juga bisa melanggar hak asasi manusia seperti dalam Pasal 53 angka (I) UU RI No.39 Tahun 1999 pada dasarnya menjelaskan bahwa anak yang sudah ada di dalam kandungan memiliki hak untuk hidup atau melanjutkan kehidupannya. Jadi anak yang didalam kandungan yang di aborsi tentunya kehilangan haknya sebagai makhluk hidup. Aborsi yang dilakukan secara sembarangan sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil bahkan sampai berakibat pada kematian.
Jika dihubungkan pada aborsi yang dilakukan oleh korban ini sebenarnya faktor yang banyak yang mempengaruhi terjadinya itu karena mental dan psikisnya terserang dan lemah. Sebagaimana yang diatur aborsi merupakan bagian aspek dari kesehatan reproduksi. Seperti pada pasal 72 Ayat 3 UU Kesehatan disana menjelaskan bahwa dasarnya setiap orang berhak menentukan reproduksinya sendiri serat memutuskannya dengan siapa bereproduksi dan kehidupan aman tanpa adanya paksaan dengan pasangan yang sah. Jadi sudah jelas korban yang dirampas reproduksinya secara paksa dan tanpa adanya kernauan dari korban itu sendiri sudah jelas melanggar peraturan yang berlaku tersebut.
Untuk memberikan sebuah jaminan serta perlindungan hukum kepada hak reproduksi tersebut merupakan bentuk dari hak asasi manusia juga. Jadi aborsi bisa dikatakan legal tetapi bersyarat pada korban hamil dikarenakan pemerkosaan guna melindungi hak reproduksi mereka. Perlu diketahui bahwasanya seorang korban pemerkosaan hingga hamil tentunya tetap dilindungi secara hukum. Maka hal ini juga dapat dipertimbangkan dalam segi hak asasi manusia.<ref>{{Cite journal|last=Dharmapadmi|first=Ni Luh Putu Sri Laksemi|last2=Dewi|first2=Anak Agung Sagung Laksmi|date=Mei 2021|others=Widyantara|title=TANGGUNG JAWAB PIDANA KORBAN PEMERKOSAAN ABORSI JANIN
DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA|url=https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jukonhum/article/download/3223/2350|journal=Jurnal Konstruksi Hukum|volume=2|issue=2|pages=284-286|doi=https://doi.org/10.22225/jkh.2.2.3223.283-289}}</ref>
== Legalitas Aborsi dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional ==
|