Kabupaten Ogan Komering Ulu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Fery Adrianto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 111:
Baturaja merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu yang saat ini terdiri atas Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Baturaja Barat.
 
Dahulunya Baturaja berstatus Kota Administratif (Kotif) yang dipimpin oleh seorang Walikota Administratif berdasarkan PP No. 24 tahun 1982. Saat itu juga ada beberapa kotif lainnya di Provinsi Sumatera Selatan yang diantaranya Kotif Prabumulih (Muara Enim), Kotif Lubuklinggau (Musi Rawas), dan Kotif Pagaralam (Lahat).
Saat itu juga ada beberapa kotif lainnya di Provinsi Sumatera Selatan yang diantaranya Kotif Prabumulih (Muara Enim), Kotif Lubuklinggau (Musi Rawas), dan Kotif Pagaralam (Lahat).
 
Pembentukan Kotif Baturaja didasari atas pertimbangan beberapa aspek diantaranya terlihatnyaterlihat kemajuan padaadanya ciri kehidupan masyarakat perkotaan di Kecamatan Kota Baturaja sehingga dianggap perlu dibentuknya Kota Administratif Baturaja dibawah naungan dan pembinaan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Ogan Komering Ulu sebagai daerah induk. Sebagai tindak lanjutnya, maka wilayah yang masuk di dalam Kotif Baturaja yakni Kecamatan Kota Baturaja dimekarkan menjadi Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Baturaja Barat yang disertai juga dengan perubahan status beberapa desa menjadi kelurahan sekaligus menjadikan juga Kotif Baturaja sebagai ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Dengan demikian secara garis komando pemerintahan, maka Walikota Administratif Baturaja yang dijabat oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bertanggung jawab kepada Bupati KDH Tk. II Kabupaten Ogan Komering Ulu.
 
Seiring berjalannya waktu, Reformasi 1998 pun terjadi dan menuntut adanya sebuah otonomi daerah. Maka lahirlah UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satu isinya adalah penghapusan status Kota Administratif karena saat ini Pemerintah Daerah hanya terdiri atas Provinsi dan Kabupaten / Kota saja. Sebagai konsekuensinya maka Kotif di seluruh Indonesia diberikan dua opsi pilihan.
 
Opsi pilihan pertama, Kotif harus dimekarkan (berpisah) dari kabupaten induknya dan berubah status menjadi kota (dahulu dikenal dengan istilah Kotamadya) yang otonom dengan memiliki sistem dan struktur pemerintahan sendiri (termasuk memiliki DRPD Kota yang berdiri sendiri) danserta dipimpin oleh seorang walikotaWalikota yang tidak lagi dijabat oleh seorang PNS melainkan melalui proses politik yang dilaksanakan melalui sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dengan kata lain, Walikota tidak lagi bertanggung jawab kepada Bupati kabupaten induknya. Proses peningkatan status Kotif menjadi Kota Otonom harus melalui studi kelayakan dan harus dinyatakan memenuhi indikator persyaratan yang diantaranya adalah jumlah penduduk, luas wilayah, kepadatan penduduk, mata pencaharian non pertanian area terbangun, fasilitas umum kota, heterogenitas penduduk, sifat hubungan masyarakat, potensi daerah, dan potensi keuangan.
 
Opsi pilihan kedua, jika tidak memenuhi indikator persyaratan untuk ditingkatkan menjadi Kota Otonom sehingga dinyatakan tidak layak, maka Kotif tersebut harus bergabung kembali kemenjadi bagian dari kabupaten induknya. Dengan kata lain, status dan struktur Kotif yang ada sebelumnya termasuk jabatan Walikota Administratif harus dibubarkandihapuskan dan dibubarkan serta semua tanggung jawab daerah bekas kotifKotif kembali dipegang dan diambil alih oleh Bupati kabupatensebagai kepala daerah induknya.
 
Sangat disayangkan ketika tiga Kotif lainnya di Provinsi Sumatera Selatan berubahdinyatakan statuslayak dan berhasil ditingkatkan statusnya menjadi Kota Otonom seperti Kota Prabumulih (PPUU No. 6 Tahun 2001), Kota Lubuklinggau (PPUU No. 7 Tahun 2001, dan Kota Pagaralam (PPUU No. 8 Tahun 2001)., Kotif Baturaja pun dinyatakan tidak layak dan gagal. Sebagai konsekuensinya, maka Kotif Baturaja harus dibubarkan dan bergabung kembali ke Kabupaten Ogan Komering Ulu sebagai kabupaten induknya (PP No. 33 Tahun 2003) dengan status tetap sebagai Ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu. Padahal saat itu kantor Walikota Baturaja sudah dibangun dan disiapkan di kawasan Kemiling yang sebelumnya kantor Walikota Administratif Baturaja berada dalam satu gedung bersama DPRD OKU. Akibatnya kantor Walikota pun menjadi vakum dan sempat terbengkalai beberapa tahun sampai akhirnya bangunan tersebut dijadikan sebagai kantor Dinas Pendidikan Kabupaten OKU hingga saat ini.
Alasan yang berkembang kemungkinan besar saat itu adalahdikarenakan masyarakat lebih mendukung pemekaran kabupaten baru yang sudah lama mereka nantikan ketimbang peningkatan status Kotif Baturaja dinilaisebagai danKota dianggapOtonom masihsehingga Baturaja dinyatakan belum layak secara urgensi untuk dimekarkan menjadi sebuahKota kotaOtonom. dan disampingSelain itu juga, mayoritas masyarakat saat itu masih menginginkan Baturaja tetap menjadi bagian Kabupaten OKU sekaligus ibukotanya. Akhirnya perhatian Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu saat itu sedangtertuju tengahdan berfokus kepada aspirasi masyarakat yang menginginkan pemekaran dua kabupaten baru yang pada akhirnya melalui PP No. 37 tahun 2003 terbentuklah dua kabupaten baru tersebut yakni Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dengan ibukota Martapura dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan dengan ibukota Muaradua.
 
Saat ini mulai muncul kembali rencana pemekaran Kota Baturaja yang digaungkan melalui media sosial. Sebagai responnya, DPRD OKU di tahun 2015 membahas hal ini melalui pandangan umum antar fraksi dan berhasil mendapat persetujuan. Usulan tersebut dilontarkan atas pertimbangan berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007 bahwa Baturaja dinilai sudah memenuhi kriteria dan layak menjadi sebuah Kota Otonom berdasarkan jumlah dan kepadatan penduduk, jumlah pegawai dan jenis mata pencarian, serta sudah menunjukkan adanya kemajuan dan perkembangan melalui berbagai fasilitas dan infrastruktur yang ada saat ini. Hal ini juga sudah disambut baik oleh Pemkab OKU selaku daerah induk serta sudah disetujui oleh DPRD OKU melalui Raperda RPJMD 2016-2021 pada Sidang Paripurna laporan hasil kerja pansus tahun 2016. Meskipun harus melalui tahapan kajian dan persiapan yang harus dilalui sembari menunggu berakhirnya moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB).
Pada tahun 2015, bergulir sebuah wacana dan aspirasi dari DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu yang menginginkan untuk memekarkan Baturaja menjadi sebuah Kota Otonom. Hal ini juga berlanjut di tahun 2016. DPRD setempat berencana akan memekarkan Kecamatan Baturaja Timur yang dinilai cukup luas menjadi dua atau tiga kecamatan baru dan menggabungkannya dengan Kecamatan Baturaja Barat serta mungkin beberapa kecamatan sekitar dikarenakan syarat terbentuknya sebuah kota harus memiliki minimal empat kecamatan.
 
Keinginan terbentukannya Kota Baturaja tersebut didasari atas pertimbangan semakin pesatnya pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang ada di Baturaja saat ini yang beberapa diantaranya terdapat pusat perbelanjaan modern ternama yang dilengkapi dengan bioskop, bangunan RSUD dengan lima lantai yang berstatus sebagai rumah sakit layanan rujukan regional, serta hotel berbintang empat highrise 12 lantai dengan konsep rooftop pool yang dipercaya mempunyai daya saing dengan Kota - Kota otonom yang lain di Provinsi Sumatera Selatan. Disamping itu, Baturaja juga memiliki pabrik tambang dan industri PT Semen Baturaja (SMBR) sebagai aset dan potensi daerah penopang pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan yang didukung oleh PLTU Baturaja sebagai pemasok tenaga listrik. Begitupun dengan laju pertumbuhan masyarakatnya yang sudah menuju kepada masyarakat perkotaan yang modern sehingga Baturaja dinilai sudah sangat layak dipimpin oleh seorang Walikota bukan seorang Bupati lagi.
 
Pada tahun 2015, bergulir sebuah wacana dan aspirasi dari DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu yang menginginkan untuk memekarkan Baturaja menjadi sebuah Kota Otonom. Hal iniOKU juga berlanjut di tahun 2016. DPRD setempat berencana akan memekarkan Kecamatan Baturaja Timur yang dinilai cukup luas menjadi dua atau tiga kecamatan baru dan menggabungkannya dengan Kecamatan Baturaja Barat sertaatau mungkinbisa beberapajuga mengambil satu atau dua kecamatan sekitar dikarenakan syarat terbentuknya sebuah kota harus memiliki minimal empat kecamatan.
Beberapa masyarakat beserta para tokoh seperti Mantan Gubernur Syahrial Oesman dan Gubernur Herman Deru sangat mendukung terbentuknya Kota Baturaja yang dahulunya merupakan sebuah kotif ini meskipun saat ini masih terganjal dengan moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB). Dengan harapan setelah moratorium dicabut, maka diharapakan rencana yang ada akan segera diusulkan ke pemerintah pusat agar pembentukan Kota Baturaja segera terlaksana dan terwujud.
 
Keinginan terbentukannya Kota Baturaja tersebut didasari atas pertimbangan semakin pesatnya pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang ada di Baturaja saat ini yang beberapa diantaranya terdapatadalah adanya beberapa pusat perbelanjaan modern ternama yang dilengkapi dengan bioskop, bangunan RSUD dengan lima lantai yang berstatus sebagai rumah sakit layanan rujukan regional, serta hotel berbintang empat yang tergolong highrise 12 lantai dengan konsep rooftop pool yang dipercaya mempunyai daya saing dengan Kotakota - Kotakota otonom yang lain di Provinsi Sumatera Selatan. Disamping itu, Baturaja juga memiliki pabrik tambang dan industri PT Semen Baturaja (SMBR) sebagai aset dan potensi daerah penopang pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan yang didukung oleh PLTU Baturaja sebagai pemasok tenaga listrik. Selain itu, adanya usaha perluasan wilayah perkotaan melalui pembangunan perumahan oleh para developer yang didukung oleh pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Begitupun dengan laju kepadatan penduduk dan pertumbuhan ekonomi masyarakatnya yang dianggap sudah menuju kepada masyarakat perkotaan yang modern sehingga Baturaja dinilai sudah sangat layak dipimpin oleh seorang Walikota bukan seorang Bupati lagi.
Sesuai yang direncanakan sebelumnya, jika nantinya Kota Baturaja terbentuk, maka ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu harus pindah dan bergeser ke Kecamatan Lubuk Batang yang dinilai mempunyai nilai historis (Onder Afdeling Ogan Ulu yang dahulu berkedudukan di Lubuk Batang kemudian dipindahkan ke Baturaja) dan cukup strategis untuk menjadi sebuah ibukota kabupaten.
 
Tokoh sekaligus putra daerah OKU Raya seperti Mantan Gubernur Syahrial Oesman dan Gubernur Herman Deru pernah melontarkan dukungannya terhadap perkembangan Kota Baturaja di masa yang akan mendatang untuk menjadi sebuah Kota Otonom.
 
Sesuai yang direncanakan sebelumnya, jika nantinya Kota Baturaja terbentuk, maka ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu harusakan pindah dan bergeser ke Kecamatan Lubuk Batang yang dinilai mempunyai nilai historissejarah tersendiri di masa penjajahan Belanda (pernah menjadi ibukota Onder Afdeling Ogan Ulu yang dahulumerupakan cikal bakal OKU yang dahulunya berkedudukan di Lubuk Batang lalu kemudian dipindahkan ke Baturaja) dan cukupdisaat strategismasa untukOrde Baru, Lubuk Batang pernah menjadi sebuahwilayah ibukotakerja kabupatenPembantu Bupati I. Selain itu, Lubuk Batang dianggap strategis karena letaknya tidak terlalu jauh dari Baturaja sehingga tidak begitu menyulitkan masyarakat yang akan berurusan nantinya.
== Rencana Pembentukan Pemekaran Provinsi Ogan Komering==
Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung yang meliputi: