Ali Alatas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Kembangraps (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:Alialatas.jpg|120px|thumbnail|Ali Alatas]]
Dr.H.C. '''Ali Alatas''', [[Sarjana|S.H.]] ({{lahirmati|[[Jakarta]]|4|11|1932|[[Singapura]]|11|12|2008}}) adalah seorang [[diplomat]] [[Indonesia]] yang pernah menjabat sebagai [[Menteri Luar Negeri]] (1988-1998, dua kali masa jabatan penuh). Hingga wafatnya, ia menjabat sebagai Utusan Khusus Sekjen [[PBB]] untuk [[Myanmar]] dan, Utusan Khusus Presiden RI untuk masalah [[Timur Tengah]]., Iadan wafatKetua padaDewan tanggalPertimbangan [[11 Desember]] [[2008]] jam 07Kepresidenan.30 waktu Singapura setelah mengalami serangan jantung.
 
== Kehidupan pribadiKarier ==
 
Pendidikan dasar kediplomatan diperoleh di Akademi Dinas Luar Negeri Jakarta (lulus 1954) dan di Fakultas Hukum [[UI]] (lulus 1956). Karier sebagai diplomat dijalaninya di berbagai perwakilan Indonesia, seperti [[Thailand]], [[Amerika Serikat]], dan PBB. Di awal kariernya ia juga membantu kegiatan jurnalistik dengan bekerja sebagai korektor.
 
Kariernya mulai berkembang sewaktu menjabat sebagai staf perwakilan Indonesia di PBB. Di sana ia aktif dalam menggalang suara [[G77]], kelompok negara-negara berkembang di lembaga dunia tersebut.
Namanya mulai dikenal luas di fora internasional setelah ia aktif sebagai fasilitator perundingan perdamaian terhadap pihak-pihak yang bertikai di [[Kamboja]], yang berakhir dengan damai setelah [[Konferensi Paris]]. Namun demikian, sebagai diplomat ia harus menghadapi ujian berat membela kebijakan yang ditempuh Indonesia terhadap permasalahan Timor Timur.
 
Namanya mulai dikenal luas di fora internasional setelah ia aktif sebagai fasilitator perundingan perdamaian terhadap pihak-pihak yang bertikai di [[Kamboja]], melalui pertemuan-pertemuan informal yng dikenal sebagai Jakarta Informal Meeting (JIM) hingga beberapa kali. Kegiatan diplomatis ini berakhir dengan sukses setelah ia menjadi Ketua Bersama dalam [[Konferensi Paris]] untuk Perdamaian Kamboja. Sumbangsih lain yang tidak terlalu diamati luas oleh pers tetapi signifikan adalah sebagai fasilitator dan penghubung dalam perundingan pemerintah [[Filipina]] dengan [[MNLF]] yang berakhir dengan perdamaian pada tahun 1996. Ali Alatas adalah orang terdepan dalam kepemimpinan Indonesia untuk Gerakan Non-Blok (NAM) pada tahun 1992-1995. Lewat usahanyalah Indonesia dapat ikut melobi G7, kelompok negara-negara industri terkemuka, untuk mau menghapus hutang beberapa negara berkembang dan bekerja sama dengan mempertimbangkan kesetaraan. Namun demikian, sebagai diplomat ia harus menghadapi ujian berat membela kebijakan yang ditempuh Indonesia terhadap permasalahan [[Timor Timur]].
Pada [[2003]], Alatas diangkat sebagai utusan khusus [[Sekretaris Jendral PBB|Sekretaris Jendral]] [[PBB|Perserikatan Bangsa-Bangsa]]. Ia berkunjung selama tiga hari ke [[Myanmar]] pada [[18 Agustus]] [[2005]] untuk mendesak pembebasan [[Aung San Suu Kyi]]. Beliau merupakan utusan khusus pertama yang diijinkan berkunjung ke negara itu sejak 2004. Sumbangsihnya yang terakhir bagi [[Asia Tenggara]] adalah dalam merumuskan [[Piagam ASEAN]] (ASEAN Charter) yang berlaku mulai Januari 2009. Ia adalah anggota dari dewan perumus dokumen tersebut.
 
Penghargaan yang diterimanya, di antaranya, adalah Bintang Mahaputera Utama dan beberapa penghargaan dari luar negeri dan gelar [[Honoris Causa|Doktor Honoris Causa]] dari [[Universitas Diponegoro]] pada tahun 1996.
 
==Kehidupan pribadi==
<!-- A career diplomat, jurist and a former journalist, Ali Alatas (born 4 November 1932 in Jakarta) was Foreign Minister of Indonesia from March 1988 to October 1999. During that period he served not only as a principal initiator and formulator of Indonesian foreign policy but also as its chief articulator to international and national audiences. He also contributed actively to the formation of the collection positions and views of such international organizations as the Nonaligned Movement, the Group of 77, ASEAN and APEC. As chairman of the Jakarta Informal Meetings (JIM) and as Co-chairman of the international Conference Cambodia in Paris, he played a key role in the settlement of the Cambodian conflict in the early 1990s. He was instrumental in the negotiations between the Government of the Philippines and the Moro National Liberation Front, which led to a Peace Agreement in 1996 that put an end to more than two decades of MNLF rebellion in the southern Philippines. He is also credited with Indonesia becoming Chairman of the Non-aligned Movement in 1992-1995, during which the Movement succesfully launched a dalogue with the developed world represented by Group of Seven most industrialized countries. That dialogue is still ongoing. As strong an advocate for the work of ASEAN in retirement as during his tenure as Foreign Minister, he is today a freguent speaker at international seminars and discussions on internatonal issues. -->
 
 
== Pranala luar ==